22. Memulai

588 Kata
“Apakah kau benar-benar sudah mampu melakukan latihan?” Lord Yasa menghampiri Kartajaya yang berdiri di barisan paling belakang para prajurit. Ia berdiri dalam diam dan hanya mengikuti kemanapun teman-temannya melangkah hari ini. “Ya, Tuan. Aku sudah siap.” “Bagaimana dengan kepalamu?” “Kepalaku sudah tidak pusing lagi. Semuanya baik-baik saja.” Lord Yasa mengangguk, kemudian berjalan memutar Kartajaya untuk memastikan semuanya baik-baik saja. “Jangan terlalu memaksakan diri, jika kau masih perlu beristirahat maka ambillah waktu sebanyak yang kau butuhkan.” “Aku sudah terlalu banyak berbaring, Tuan. Aku ingin berlatih agar bisa mengejar ketinggalan.” Kartajaya menatap Lord Yasa dengan tatapan sungguh-sungguh. Walau ia sangat mengantuk setelah terjaga sepanjang malam di perpustakaan, namun ia tidak akan meninggalkan latihan bela diri kali ini. Hal-hal yang Kartajaya pelajari di perpustakaan sepanjang malam membuat Kartajaya tidak ingin diam dan menunggu dirinya dilindas oleh kerasnya kehidupan Aksata. Di dunia yang serba asing dan baru ini, Kartajaya harus bisa bertahan sampai dirinya dan Aksata bisa kembali ke tubuh masing-masing dan menjalani hidup sebagaimana mestinya. Walau entah kapan hal itu terjadi, namun sepertinya pertukaran raga ini akan menemukan titik terangnya. “Bagaimana dengan ingatanmu? Apakah semuanya sudah kembali?” tanya Lord Yasa sekali lagi. Saat pertanyaan itu diucapkan, seluruh mata prajurit menatap Kartajaya penasaran. Hal itu membuat Kartajaya gugup bukan main, pasalnya tatapan mereka seolah penuh tuduhan bahwa Kartajaya berbohong tentang ingatannya yang hilang. Sesungguhnya mereka benar, Kartajaya berbohong tentang ingatannya yang hilang, sejak awal dia berada di dalam tubuh Aksata, ia tidak pernah memiliki ingatan apapun tentang segalanya. Satu-satunya yang Kartajaya rasakan adalah kemampuannya berbicara dalam Bahasa asing dan kemampuan membaca buku-buku dalam berbagai Bahasa maupun tulisan yang rumit. Kartajaya memiliki dua kemampuan itu tanpa repot-repot mempelajarinya. Sudah pasti itu adalah memory otak Aksata, bukan dirinya. Kartajaya hanya bisa berbicara Bahasa Salakanagara dan beberapa Bahasa dari Kerajaan tetangga, juga hanya bisa membaca dan menulis Aksara Salakanagara dan aksara dari beberapa kerajaan tetangga. Namun yang Kartajaya baca semalam tentu saja sangat jauh berbeda dengan Bahasa dan aksara yang pernah dikenalnya. “Walau belum kembali semuanya. Namun Aku baik-baik saja Tuan Yasa.” Yakin Kartajaya. Tubuh dan pikirannya baik-baik saja, namun masalah memory Aksata, ia tak bisa memaksakan diri untuk mengingat segalanya. “Bagus. Kalau begitu kita bisa mulai berlatih sekarang!” Tuan Yasa pun kembali ke barisan terdepan. Pelatihan fisik dimulai dengan hal-hal dasar untuk pemula seperti Aksata yang tidak memiliki sedikitpun keahlian dalam hal ini. Kartajaya hanya menggeleng tak habis pikir kenapa ia harus mengikuti pelatihan ringan untuk pemula ini. Ia bergerak malas-malasan. Sepanjang masa remajanya, Kartajaya melalui waktunya dengan pelatihan keras dan giat bersama semua guru yang pernah dimilikinya. Tidak ada satu haripun tanpa berlatih dan berlatih, itulah yang membuat Kartajaya menjadi pendekar Tangguh di tanah kelahirannya dan legenda bagi semua orang. Jadi ketika harus memulai pelatihan dari awal dengan tubuh lemah seperti milik Aksata yang berwajah sama persis seperti dirinya ini, Kartajaya merasa sangat malas. Semangat berlatihnya hilang seketika saat melihat gerakan-gerakan yang ditunjukkan oleh pelatih yang memiliki kemampuan dibawah standar Kartajaya. Andai ini adalah Kerajaan Salaka dan dirinya adalah Putra Mahkota Kartajaya, maka Pelatih yang bernama Pin itu tidak akan pernah ia tunjuk menjadi guru bela dirinya. “Pelatih itu payah…” pikir Kartajaya. PLTAK!!! BUGH!!! “ACKK!!!” Tiba-tiba saja Seluruh tubuh Kartajaya tersungkur di permukaan keras lantai. Kartajaya mengaduh sambil mengelus kepalanya yang telah dijitak oleh seseorang dan tubuhnya didorong dengan sangat keras. Kepalanya mendongak, menatap Arsen yang berdiri di dekatnya. “Berlatih dengan benar! Hilangkan raut sombong dan menyebalkanmu itu!” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN