Chapter : 5

1977 Kata
20.23 wib Ternyata tidak semudah itu untuk keluar tanpa sepengetahuan para MONSTER kelaparan itu. Tiger sudah berpindah tempat namun kali ini ia malah terjebak di lorong kecil arah jalan utama menuju pusat. Ia ingin ke selatan malah terbawa ke timur akibat kejar-kejaran yang terjadi, kemana pun langkah berlari asal bisa selamat dari kejaran mereka. Menghubungi Niko juga percuma, dengan listrik padam ia yakin hp adiknya mati total sejak tadi. lalu sekarang apa yang perlu di lakukan dalam keadaan terjepit seperti ini? Keluar lewat belakang mengantar nyawa, lewat depan apalagi sudah pasti lebih gampang untuk mereka dalam sekejab menerkam, ingin berlari juga kakinya sudah lelah. Tidak bisakah seseorang lewat dan memberinya pertolongan? Setidaknya memberinya air mungkin akan lebih melegahkan untuk meredakan dahaga tapi sepertinya percuma saja, pemerintah sudah menunrunkan beberapa unit pertolongan namun sampai sekarang ia tak menemukan siapa pun disini. Mencoba keluar adalah satu-satunya cara untuk keluar dari sini setidaknya ia bisa menemukan tempat istirahat untuk malam ini saja. Sebelum melangkah Tiger menyadari sesuatu, monster menjijikkan itu sensitif terhadap bau dan juga suara maka ada satu cara untuk bisa mencari tempat aman. Hanya itu terlintas di pikiran Tiger, meraih darah yang berceceran disana lalu membaluri seluruh tubuhnya kemudian membuat masker dari ujung baju setelah itu mempelajari gerakan mereka agar bisa bergabung. Dengan perasaan takut, Tiger perlahan bergabung dengan mengeluarkan suara persis seperti mereka, sesekali menubrukkan diri berdoa dalam hati berharap tidak ketahuan. Setelah sepuluh langka mengikuti mereka menahan diri agar tidak mual, Tiger tanpa sengaja melihat toko senjata. Itu senjatanya gak legal kan? Takutnya selamat dari mereka, gue malah jadi penghuni baju orange! Ah bodo amat itu urusan belakang. Tanpa sadar kakinya berlari ke sana membuat keberadaannya diketahui dan di kejar. Hap!! “Sial!!” kaki Tiger di tangkap, ia cepat-cepat melayangkan besi yang ia bawa tepat mengenai kepala mutan. Syukurlah kakinya terlepas namun karena teriakannya malah mengundang mereka berlarian mendekat. Tak ingin semakin terjebak, Tiger terus memukul mereka satu persatu. “Pergi sialan!!” teriaknya terus mundur melayangkan besi mengenai mereka, tanpa sengaja ia tersandung hingga oleng tersungkur. Dengan perasaan kalut ia langsung bangun berlari ke arah toko, sebelum sampai mutan yang berada di hadapan dengan mulut menganga lebar bercampur darah dan air liur berlari ke arahnya. Bugh!! Berhasil membuat mutan itu terjatuh, Tiger langsung membuka toko dan mendorong pintu dengan sekuat tenaga sampai tidak menyadari dari arah dalam toko pria gemuk melangkah mendekatinya dalam keadaan sama seperti di luar sana. Sibuk mendorong pintu berharap dapat terkunci, Tiger sepintas melihat pantulan cahaya bulan bahwa ada seseorang di belakangnya. Haarrgggg.. eerrr... duk!! Tiger berhali menghindar setelah pintu terkunci hingga jatuh, tangannya bergerak meraih apapun dan dapat. Dengan tangan gemetar memegang erat ujung senapan angin dan melayangkan benda itu ke arah kepala pria gemuk itu sampai berkali-kali. Brak!!! * * * Jaka tadi mengikuti suara tembakan berharap bisa menemukan Ayu jika memang mereka dari unit bantuan namun ketika sampai disana mereka sudah pergi hanya mobil disana dan bodohnya dia tadi melewati mobil ini tetapi tidak menyangka jika ini adalah kendaraan dari bala bantuan. Dengan pelan ia membuka pintu mobil agar tidak ketahuan dan ia berhasil masuk ke dalam. Matanya menelusuri isi mobil. “Mereka dari unit militer,” bergumam sendiri, begitu menunduk tanpa di sangka-sangka ia menemukan bando kain kesukaan adiknya. “A-ayu!!” meraih benda tersebut dan mengecupnya. “Kamu selamat dek, alhamdulillah.” Terduduk memeluk erat bando itu dengan perasaan senang. Tak lama sesuatu menyadarkan Jaka, Mereka gak bakal balik kesini, lebih baik gue cari mereka. batinnya berbisik buru-buru keluar. Jaka bersyukur karena malam hari jadi keberadaannya sedikit aman untuk mengendap-ngendap menjauh dari mereka. “Ini gak ada orang apa ya? Satu dua tiga gitu gak ada sama sekali? Bdw anak-anak gimana ya?” tepat setelah mengatakan hal itu hp di saku nya bergetar membuat Jaka terkejut setengah mati memegang d**a hingga lemas. “Anj!!” umpatnya tidak peduli dengan pangkatnya sebagai perwira polisi, ini masalah kaget ples takut bro jadi tidak masalah. “b*****t! Gue kaget gila!!” bisik Jaka namun menekan setiap kata setelah panggilan terhubung. “Ya lo yang b******n b*****t!! Kenapa baru di angkat hah?! b******k banget sumpah. Gak tau gue khawatir disini.” “Ciee.. khawatirin orang tampan ini.” “Jijik bangke! Lo dimana sekarang? Gimana sama Ayu, kalian bareng’kan?” Pria berlesung pipi itu menghela nafas, “Alhamdulillah tim penyelamat udah lebih dulu nyampe kesana daripada gue jadi.. “ “Intinya Ayu sama lo atau gak?” “Gak.” “Gini aja, lo kesini atau kita ketemu dimana deh soalnya gue sama anak-anak lagi di daerah thamrin.” “Gue aja yang kesana, kalian jangan kemana-mana. Tim bantu gak nyampe kesana? Padahal dari tadi loh mereka jalan?” “Gak ada tuh, kita masih dalam toko gak bisa kemana-mana. Lo hati-hati, kita nunggu disini.” “Oke.” Jaka menyimpan hpnya berpikir, kalau mereka belum nyampe daerah thamrin, Ayu gimana sekarang? Yang bisa dilakukan hanya menghela nafas berat, pesan dari orang tuanya hanya bisa ia cueki takut mereka semakin khawatir begitu tau Ayu tidak bersamanya. Berbeda dengan Jaka rombongan Esther memutuskan berpencar, mereka tidak ke kota melainkan ke pemukiman warga berharap masih ada yang bertahan dalam rumah mereka. Ali yang bersama Ayu berada di rombongan kapten Halim tidak bersama Esther. “Jendral, bagaimana sekarang?” tanya Damian, mereka kini berada dalam situasi terjepit. Niat ingin membantu namun ternyata rumah yang mereka masuki malah terdapat satu keluarga dari nenek sam-pai cucu yang sudah terinfeksi dan saling serang. Syut!! Bara melepaskan tembakan dari belakang kala ada anak kecil yang hendak menggigit Esther. Di susul yang lain melepas tembakan begitu keluarga tersebut ikut meyerang namun tidak dengan Esther, dia menurunkan senjatanya membiarkan anggota lain yang melakukannya. Setelah semua tergeletak tak berdaya, Bara menoleh mencari keberadaan Esther. Kemana dia? Apa keluar? Bara bertanya dalam benaknya ketika Esther tidak ada di antara mereka. Bara mengangkat tangan memberikan tanda untuk mereka keluar, begitu keluar tak ada siapa-siapa termasuk Esther. Bara menekan headset HT tersambung langsung dengan Esther, sayangnya David tidak sengaja menginjak sesuatu. “Jendral, bukannya ini milik jendral Esther?” kata David memberikan Ht milik Esther. “Sial. Tim Hunter melapor,” dengan pengawasan yang lain, Bara melapor ke kapten. “Jendral keluar dari tim, kami tidak tahu kemana dia pergi.” Ucapnya. “Laporan masuk. Jendral Bara, tetap pada tujuan yakinlah dia juga melakukan tugasnya dengan baik.” Ucap kapten Halim disana. “Yes kapten.” Setelah Bara melempar kode untuk kembali menyelusuri rumah-rumah disana. Sama hal nya dengan Esther, dia menembak siapa saja yang ada di hadpannya, tak peduli mereka anak-anak atau dewasa karena pikirannya di penuhi emosi yang meluap-luap mengingat pesan dari sang ayah. [Ayah menemukan cara agar ibumu bisa kembali bersama kita nak.] [Bisakah ayah menghentikan kegilaanmu itu?! Aku sudah muak ayah! Tidakkah kamu kasian dengan ibu? Dia lelah, Esther mohon hentikan semuanya dan biarkan ibu pergi dengan tenang.] [Jangan gila kamu! Ini kesempatan kita untuk bersama kembali. Ibumu pasti senang bisa ikut kembali pada kita.] [Dengan nyawaku, ibu tidak akan pernah senang dengan kegilaanmu itu. Dan jangan harap Esther akan kembali, kalau ayah masih menyiksa ibu.] “Aarrgghhh..!!” teriakan Esther menggema di antara gedung-gedung setelah semua mutan tergeletak dengan kepala bocor. Gadis itu duduk menyandarkan punggungnya membuka semua penutup kepalanya dan melempar nya jauh. Air matanya menetes namun tak ada isakan dari mulut gadis itu, selain menunduk menarik rambutnya kasar. “Esther benci ayah!” * * * * 08.23 wib Siulan burung di pagi hari ini sudah tak semerdu hari sebelumnya. Satu malam telah berlalu dan kenapa begitu berat untuk bertahan. Banyak yang hanya duduk termenung setelah merasa berhasil lolos dari kejaran mutan menjijikkan itu, salah satu nya rumah sakit banyak yang berhasil bertahan, gedung putih itu menjadi salah satu tempat orang berlindung sembari menunggu bantuan tiba. Drrtt.. Handphone mereka bergetar, terdapat pesan spam pemberitahuan. “Listrik akan di nyalakan pada wilayah tertentu seperti rumah sakit paling utama dan akan padam malam hari untuk keselamatan warga. Yang berada di luar jika merasa baik-baik saja kalian bisa ke arah bandara, kami para tim bala bantuan menyiapkan tempat namun yang pasti kalian akan menjalani karantina selama beberapa hari tergantung imum tubuh kita jadi Stay save.” Senyum semua orang terpancar kala listrik kembali terkoneksi, dokter dan beberapa perawat kembali melakukan tugas mereka sebagai tim penyelamat. Tak banyak laki-laki berjaga di pintu yang sudah terborgol. Berbeda dengan rumah sakit disini, beberapa rumah sakit sudah terinfeksi jadi tak ada yang bisa di lakukan selain menyingkirkan mereka. Kapten Halim hanya bisa pasrah mendapat kabar bahwa sanya beberapa tim yang turun ikut terinveksi, sementara mereka kini berada di masjid sejenak untuk beristirahat sebelum kembali berjalan. Ali membuka helm Ayu, mengusap peluh gadis itu lalu memberinya air minum agar terhindar dari dehidrasi. “Masih kuat kan cantik? Habis ini kita nyari rumah sakit mudah-mudahan abang Ayu disana.” Ucapnya pelan. “Terimakasih bang Ali, Ayu janji bakal jadi anak yang baik.” “Pintar.” Ali tersenyum mengikat rambut Ayu, setelah itu beralih menatap sang kapten. “Tunggu disini sebentar ya, Wahyu duduk sama dia dulu.” Pinta nya. “Baik.” Setelah itu Ali mendekati sang kapten, pria setengah baya itu duduk bersandar di pojok terlihat memikirkan sesuatu. Ali mengeluarkan satu cemilan untuk sang kapten. Kapten Halim tampak tersenyum menolak halus pemberian anggotanya. “Berikan pada nya saja, dia lebih membutuhkan daripada saya.” Ujar nya ramah namun terdengar tegas. “Apa kapten memikirkan Shila? Saya yakin putri kapten selamat di suatu tempat.” Ujar Ali. “Semoga saja, saya berharap begitu. Istrimu bagaimana?” “Untungnya dia kembali ke makassar untuk lahiran disana, jadi tak ada yang perlu saya khawatirkan disini karena orang tua ikut mengantar kemarin.” “Harusnya Shila juga ikut dengan ibu nya ke bali tapi dia malah memilih tinggal, katanya Jackson sahabatnya ulang tahun dan mereka mau ngerayain di pantai.” “Jadi mereka ada di tempat kejadian!?” “Bahkan pria yang pertama tersengat itu kekasih Shila.” “Astaga!!” “Anak itu.. entah dimana dia berada sekarang, tim yang turun ke pantai malah ikut gugur.” “J-jadi.. “ “Presiden menahan semua unit untuk turun setelah banyaknya yang gugur, mereka akan memberikan bantuan lewat udara di tempat tertentu setiap harinya di jam 12 siang. Semua angkatan sedang melakukan strategi apa yang harus dilakukan sekarang, kita hanya bisa menunggu di titik koordinasi yang di rasa aman.” “Rumah sakit?” “Benar.” Kapten Halim berdiri kembali memasang peralatan, “Lima menit lagi kita akan lanjut, sebaiknya istirahat di tempat yang tidak terlihat. Tujuan kita sekarang rumah sakit, kalau untuk ke bandara itu tidak mungkin jadi tetap jaga diri kalian masing-masing.” Lanjutnya pada anggota tim yang tersisa. “Yes kapten.” * * * Tiger terbangun setelah semalam melewati perjalanan panjang yang begitu menengangkan. Melihat isi toko terdapat banyak senapan, bagusnya lagi dia tak tahu cara memakainya. Keren kan? “Hahaha.. kocak anjir, ngapain kesini sampe hampir jadi santapan malam mereka kalau ujung-ujungnya gak tau make. Sial emang gue.” Berkacak pinggang menatap semua senjata lalu berdesis dengan kening mengkerut, “Bau amis banget gue, bangke!” umpatnya berjalan meraih setelan baju olahraga kemudian melangkah masuk toilet. Tidak menunggu berapa lama, Tiger keluar mengusap air menetes di kepala, terlihat santai memang seakan dialah pemilik toko tersebut bahkan dia tak lupa mengisi daya hp dan juga mengisi perutnya, masa bodoh jika Niko sudah makan atau belum yang terpenting mengurus diri sendiri sebelum mengurus hal lain. Sembari makan mie cup, Tiger membuka maps untuk mencari swalayan yang dekat agar bisa kesana mencari makan. Ia memutuskan untuk menjadikan toko ini sebagai kamp untuk mencari Niko setelah itu Tiger akan berusaha kembali kemari. Namun sebelum itu ia harus belajar memakai senjata, ya emang sih dia menang di game tapi ini senjata asli yang pasti akan sangat berbeda dengan.. bruk!! “Uhuk.. uhuk.. uhuk... hidung gue pedes sialan!!” Tiger menengadah ke depan, dan deg!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN