Part 6

1857 Kata
Lia pulang ke kediamannya seperti jam biasa ia pulang. Tadi setelah menemani nenek yang ia temui di trotoar jalan untuk menunggu taksi, akhirnya selama beberapa saat menunggu, taksi yang di tunggu-tunggu dapat juga. Setelah taksi sang nenek berjalan menjauh, Lia membalikan badannya dan berjalan pulang. Kini sudah jam setengah sepuluh malam, ia sudah bersih dan menggunakan pakaian tidurnya. Baju tidur Lia berbagai macam model, ada yang seperti daster mini, ada seperti dress, ada yang menggunakan celana, dan bahkan ada baju tidur Lia juga yang modelnya seperti baju tidur putri-putri. Motif dan warnanya pun beragam, dari motif kartun dora, doraemon, pokemon, pikachu sampai motif dan gambar barbie juga ada. Attala selalu memperhatikan kebutuhan putrinya itu, Lia memang tak pernah meminta dibelikan baju, tapi Attala yang mau membelikan segala macam keperluan putrinya. Lia sendiri mendapat banyak perhatian dari ayahnya, para saudara Lia mengerti keadaan Lia, jadi mereka tak berkomentar, bahkan mereka juga ikut memperhatikan adik mereka meskipun mereka sekarang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Mereka mengerti bahwa Lia tak pernah mendapatkan secuil pun kasih sayang dari ibu mereka yang sudah tiada. Kadang mereka berpikir jika saja ibu mereka tak pergi untuk selamanya, mungkin saja Lia bisa mendapat kasih sayang dari ibu mereka. Mereka hanya tahu ibu mereka meninggal karena tertabrak truk, tapi tak tahu detailnya bagaimana. Sekarang Lia akan tidur, ia hendak naik ke ranjang empuknya tapi suara pintu yang terbuka mengalihkan perhatiannya. Ceklek Arya menyembulkan kepalanya dari luar kamar Lia. "Ada apa abangku?" tanya Lia teduh. Sebenarnya tujuan Arya ke kamar Lia ingin tidur bersama adiknya, ia terlalu lelah bekerja, saudara yang lainnya juga seperti itu. Arya adalah adik dari Asryad. "Ehm...Lia sepertinya kamar abang ehm sepreinya basah, dan...dan...." Arya mencari-cari alasan. Lia masih memandangi kakaknya dengan ekspresi teduh menunggu jawaban lanjutan. "Dan seprei yang lain sepertinya ehm...kurang bagus jika dipadukan dengan suasana kamarku...jadi...." Ucap Arya ragu-ragu. "Jadi apa itu wahai abangku?" tanya Lia. "Aku tak punya tempat tidur, boleh aku tidur denganmu disini?"ucap Arya lancar. Sesungguhnya Arya berbohong, tentu saja ada banyak kamar jika memang ia tak bisa tidur di kamarnya, rumah mewah dan sebesar itu tidak mungkin hanya memiliki kamar pas-pasan, ada beberapa kamar tamu yang juga di sediakan. Lia berpikir. Kasihan juga kakaknya jika ia tidur di lantai atau di ruang lainnya. Lia mengangguk. "Ayo mari tidur bersama, kasur Lia besar bahkan bisa muat empat orang," sahut Lia. Arya tersenyum lebar dan berjalan masuk ke arah kasur adiknya. Arya naik ke ranjang dan masuk ke dalam selimut. "Baiklah abang ayo tidur, aku atau abang yang akan baca doa tidurnya?" tanya Lia polos. "Abang saja, yah." Sahut Arya. Lia mengangguk. "Bismillahirrohmanirrohim, bismika Allahumma ahya wa'amut," doa Arya. Lalu mereka mulai tertidur. Arya memeluk sayang adiknya. Hari ini hatinya sangat gembira, ia bisa meluangkan waktunya untuk tidur berasama adik kecilnya. Yah, apapun yang terjadi, Lia masih tetap dan akan tetap menjadi adik kecilnya. Bayi mungil yang sangat kecil ketika ia lihat pada saat umurnya menjelang lima tahun, hampir 20 tahun lalu. Attala masuk ingin melihat dan memberi kecupan selamat tidur pada putrinya, ia melihat anak lelaki bungsu dan putri bungsunya sedang tidur pulas, sesekali jika Lia bergerak, Arya akan mengusap-ngusap lengannya agar tak bangun. Tak terasa setetes cairan bening meluncur dari sudut matanya tanpa permisi. Air mata itu adalah air mata haru. Anak-anaknya yang lain tak iri ataupun cemburu kepada Lia karena Attala sering perhatian pada Lia. Berjalan mendekat ke arah Lia dan Arya, lalu mengecup kening mereka masing-masing. "Santia apa kau lihat? Mereka saling menerima satu sama lain." Batin Attala. Attala berjalan keluar dari kamar Lia dan menutup pelan pintu kamar putrinya itu. ........................... Pagi menjelang, Lia membuka mata dari tidurnya. Seperti ada sesuatu yang berat bersarang di kedua lengannya. Dilihatnya ke kiri dan ke kanan. "Hah!?" bingung Lia. Jika tadi malam Arya tidur di sisi kanannya, maka sekarang Meisa yang tidur di sisi kirinya, pertanyaannya sejak kapan Meisa tidir di sisi kirinya? Lia hanya memandang bingung kakak perempuannya itu. Kemarin meskipun hari sabtu tapi Meisa harus melakukan pemotretan sampai malam, Pasha harus pergi melakukan perjalanan bisnis untuk beberapa hari, sedangkan Arya dan Asryad harus mengurus berkas-berkas penting yang dilimpahkan kakak mereka. Lia sudah tak tidur lagi, sekarang ia hanya memandangi langit-langit kamarnya sambil menunggu kakak-kakaknya bangun dari tidur mereka. Ia tak bergerak seincipun dari tempatnya, takut jika membangunkan Meisa dan Arya yang sedang tertidur pulas. Sedari tadi Lia menahan sesuatu yang ingin keluar. Ini pagi hari dan dia baru bangun tidur, biasanya dia akan ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya di kamar mandi. "Mungkin aku terlalu banyak minum," batin Lia polos. Ditahannya agar tak keluar. Lama ia menunggu Meisa baru saja bangun. "Ah Lia kau sudah bangun rupanya," gumam Meisa. Dilihatnya wajah sang adik, keringat membasahi dahi dan lehernya. "Ada apa Lia? Kenapa wajahmu merah begitu?" tanya Meisa serak. Lia tersenyum tertahan. "Kakak, Lia tidak bisa bangun lagi, Lia ingin pipis," cicit Lia ketakutan, matanya memerah dan akan segera mengeluarkan air matanya. Meisa melotot. "ARYA BANGUN!" teriak Meisa membahana. ........................ Pagi di kediaman Agri Arelian Nabhan. Sang nenek Agri yang tadi malam baru saja sampai di rumahnya menatap tajam ke arah cucunya yang baru saja turun dari arah kamarnya. "Cucu kurang ajar tidak menjemputku dan malah tidak merasa bersalah padaku!" seru sang nenek tajam. "Astaga!" Agri terkaget. Tadi malam ia tidur sangat awal, ada beberapa berkas yang harus ia tangani dari sore hingga malam tanpa henti. Agri bingung dengan ucapan neneknya, bukankah tadi malam ia sudah menyuruh Jery untuk menjemput neneknya, tapi kenapa neneknya ini kelihatan marah? "Bukankah tadi malam ada yang menjemput nenek?" tanya Agri hati-hati. "Kalau mereka ada, aku tak akan seperti orang jalanan yang luntang-lantang di trotoar jalan," sahut sang nenek tajam. Dewi Sulastri Nabhan adalah nenek yang berusia akhir tujuh puluhan dan sebentar lagi usianya akan memasuki kepala delapan, ia merupakan nyonya tua di kediaman Nabhan, suaminya adalah ayah dari ayah Agri, yang merupakan kakek Agri. Agri tinggal sendiri di kediaman Nabhan, paman dan sepupunya juga punya rumah sendiri. Rumah yang ia tinggali ini adalah rumah utama Nabhan, ayahnya merupakan anak lelaki tertua, lalu setelah itu ayah Nakheisa yang merupakan anak kedua, setelah itu ada juga satu orang bibi Agri yang menikah dengan orang Jerman dan sekarang mengikuti suaminya. "Apa!" seru Agri ....................... Setelah insiden Meisa berteriak panik, seluruh isi rumah di kagetkan, mereka lari terbirit-b***t ke arah kamar nona muda mereka, pikir mereka jangan sampai ada apa-apa. Attala bangun dari tidurnya dan berjalan ke arah kamar putrinya. Arya menggendong adiknya lalu membawanya ke kamar mandi lalu di bantu Meisa. "Kenapa Lia tidak bangun saja tadi?" tanya Meisa lembut. Lia menunduk. "Lia takut membangunkan abang dan kakak, abang dan kakak tidurnya enak," jawab Lia pelan. Meisa dan Arya juga tak bisa menyangkal itu, mereka memang tidur lelap dan tak kenal waktu pagi, tubuh mereka terlalu lelah untuk bangun. Arsyad memandang jengkel ke arah adiknya Arya. "Untung saja kau cepat menggendongnya, kalau tidak dia akan mati sambil mengeluarkan keringat dan menahan terus pipisnya," ucap Arsyad tajam ke arah Arya. Arya hanya terdiam dan menggaruk tenguknya yang tak gatal. "Sudahlah itu sudah berlalu, yang penting Lia tidak apa-apa lagi, mari kita sarapan," ucap Vania mengalihkan pembicaraan. Arsyad dan yang lainnya mengangguk. Lalu mereka mulai sarapan bersama. Seperti biasa Lia akan mengajukan pertanyaan yang selalu di ajukannya kepada seluruh anggota keluarganya lalu setelah itu ia akan memakan makanannya. Beberapa saat setelah mereka selesai sarapan. "Ayah, Lia akan pergi dulu, sampai bertemu nanti malam, Assalamualaikum wahai keluargaku, aku pergi." Pamit Lia. Attala dan anggota keluarga yang lainnya mengangguk. Seperti biasa, Tony sang bodyguard dan beberapa rekannya mengikuti dan mengawasi nona mereka. Arya buru-buru pergi meninggalkan meja makan dan menyusul Lia. "Ayah, aku ke belakang dulu," ucap Arya lalu ia pergi. Attala hanya mengangguk. Meisa menaikan sebelah alisnya tanda penasaran. Tingkah Arya tidak biasanya, pikirnya. Ia menyusul adik lelakinya itu. "Ayah, Mei ke taman dulu," ucap Meisa. Attala hanya mengangguk lagi. Meisa mengikuti kemana arah Arya pergi. Adiknya sudah siap dengan jaket dan topinya, hari ini Arya berniat akan mengikuti kemana Lia akan pergi. Meisa menyipitkan matanya ke arah Arya. "Apa yang kau lakukan? Kau seperti penguntit saja," ucap Meisa mengagetka adiknya. "Astaga kakak, mengagetkan aku saja," ucap Arya. Meisa menaikan sebelah alisnya meminta penjelasan. ..................... Lia sedang berjalan menelusuri trotoar, sesekali ia akan bersenandung dan menyanyikan lagu acak. Dari jarak beberapa meter dari belakang Lia, tampak ada dua orang yang bersembunyi dan mengikuti Lia dari belakang, Meisa dan Arya berjalan sambil sembunyi-sembunyi, Meisa menggunakan kacamata hitam, topi jenis pramuka, syal, dan jaket. Di sampingnya ada Arya. Para bodyguard yang menyamar menjadi kaget ketika mendapati kedua anak majikan mereka di jalan sedang jalan sambil sembunyi-sembunyi. "Nona Meisa dan tuan muda," bisik Tono ke arah Ian. Ian mengangguk. "Sepertinya nona dan tuan sedang mengawasi nona muda," tebakan Ian. Tono mengangguk membenarkan. "Sembunyi di belakangku, nanti kau ketahuan, Arya." Bisik Meisa pelan. Arya mencebik kesal. "Sembunyi bagaimana? Badanmu saja kecil begini," cibir Arya. Meisa berbalik ke arah adiknya dan menatap tajam ke arah Arya. Arya membalas dengan cengiran. Lalu matanya tiba-tiba melotot ketika melihat Lia masuk ke sebuah mobil hitam. "Gawat!" panik Arya lalu menunjuk ke arah mobil yang sudah dimasuki Lia. .............................. Advaya tak sengaja bertemu dengan gadis yang beberapa hari lalu masuk ke rumah sakitnya. Ia menghentikan mobilnya dan menyuruh Lia untuk masuk. Sesaat Lia bingung dan mengerutkan keningnya, lalu ingatannya kembali mengingat orang baik yang telah memberikan ia makanan, Lia berpikir karena orang yang mengajaknya masuk ke mobilnya adalah orang baik, maka ia akan masuk. "Kau mau kemana?" tanya Advaya sambil menyetir mobilnya. Mereka tak menyadari bahwa dari arah bakang mobil Advaya Meisa dan Arya yang sedang menyamar lari terbirit-b***t mengejar mobilnya. "Ah, aku ingin ke tempat sampah di tempat tadi, tapi sepertinya terlambat, truk pengangkut sampah sudah duluan bangun dan mengambil sampah yang akan aku jarah," jawab Lia teduh. Advaya hanya tersenyum masam. "Aku lupa kalau gadis ini aneh," batin Advaya merutuki kealpaanya. Advaya hanya manggut-manggut. "Lalu kau akan pergi kemana wahai tuan yang baik hati?" tanya Lia teduh. "Aku akan ke rumah sakit sebentar, karena aku hanya akan mengecek beberapa laporan saja," jawab Advaya. Lia manggut-manggut. "Rupanya kau ingin pergi mati yah!" gumam Lia sambil manggut-manggut. Ciitttt Advaya menghentikan mobilnya tiba-tiba. Advaya melongo ke arah Lia yang sedang memandanginya dengan tatapan bertanya. "Ada apa?" tanya Lia polos. "Aku bukan pergi untuk mati--ah lupakan saja, aku lupa kalau kau berbeda," ucap Advaya lalu menepuk pelan dahinya. Meisa dan Arya berhenti ketika melihat mobil yang di naiki oleh adiknya berhenti. Lalu pandangan mereka bertemu dengan beberapa bodyguard yang mereka kenal, mata mereka hampir keluar dari sarangnya saking terlalu melotot ke arah para bodyguard itu. Meisa dan Arya menghampiri mobil yang di naiki oleh para bodyguar mereka. "Sejak kapan kalian disini?" tanya Meisa ngos-ngosan. "Sejak dari nona muda keluar dari rumah nona besar," jawab Ian. Lagi-lagi Meisa melotot lebar ke arah Ian. "What?! Kalian melihat kami dari tadi?" tanya Meisa. Ian dan bodyguard lainnya mengangguk. "Lalu kalian tidak menaikkan kami berdua ke dalam mobil ini dan hanya melihat kami saja?" tanya Meisa. Tono mengangguk. Napas Meisa memburu. Plak "Awh...." Ringis Meisa. "Dasar tidak berguna," cibir Meisa Meisa menendang mobil yang dinaiki oleh beberapa bodyguard mereka. Meisa sedang asik berceloteh sedangkan Arya masih mengambil napas. Mobil yang dinaiki oleh Lia berjalan lagi. Para bodyguard Lia melotot ke arah mobil itu. Meisa dongkol setengah mati, pasalnya ia sedang berbicara, dan para bodyguardnya ini melotot. "Hei! aku sedang berbicara dengan kalian, lihat aku!" seru Meisa kesal. "Nona besar itu--," ucapan Tono terputus. "Itu apa? Jangan mencari alasan," sela Meisa kesal. "Mobil yang dinaiki nona muda sudah jauh--," lagi-lagi ucapan Tono terputus. "Apa?! Kenapa tidak bilang dari tadi? Ck! Ayo kejar!" cibir Meisa sambil berdecak. Tono dan teman-temannya hanya bisa makan hati. Mereka kembali mengejar mobil yang Lia naiki. ............................... "Kau mau mengikutiku ke rumah sakit?" tanya Advaya. Lia berpikir sesaat. "Maksud anda aku akan mengikuti anda mati?" tanya Lia polos. Ciittt Advaya lagi-lagi menghentikan mobilnya. Plok Advaya menuepuk lagi dahinya tersenyum masam ke arah Lia. "Beginilah jika kau berbicara dengan orang yang kurang waras," batin Advaya frustasi. Lalu ia melajukan kembali mobilnya. .....................................
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN