“Aku tidak pernah mengatakannya!” teriak Keysa yang memang merasa tidak pernah mengatakan apa pun tentang Hawa.
“Kamu mengatakannya! Kamu tidak menjelaskan secara gamblang jika Hawa bukan anakku. Aku yakin Hawa adalah darah dagingku!” sahut Adam bersikukuh dengan pendapatnya.
Keysa menghela nafas panjang. Ia berjalan mendekat dan mengarahkan jari telunjuknya di depan wajah Adam. “Anakmu sudah meninggal sejak terakhir kita bertemu! Saat kamu tidak mempercayai aku mengandung anakmu. Saat itu pula anakmu sudah mati! Jangan ganggu aku, Hasan atau pun Hawa!” Keysa tidak terima Adam begitu saja datang kembali ke kehidupannya setelah apa yang sudah dia lakukan. Mencampakkannya bagai ampas tebu yang tidak berarti.
***
Hasan memeluk buah hatinya dengan erat. “Lain kali jangan berlari sendirian.”
“Tapi aku kebelet pipis ...,” ucap Hawa. “Di mana Mama?”
“Mama akan ke mari. Tunggu sebentar di sini bersama Tante Dewi,” jawab Hasan dan berjalan ke mini market kecil yang tidak jauh dari lokasi toilet, lalu membeli lima botol minuman dingin teh kemasan.
Dewi melirik Hawa yang berdiri di sampingnya. Ia ingin mengajak Hawa berbincang namun bingung harus mulai dari mana. Tidak lama kemudian Hasan datang kembali dari mini market sambil membawakan lima botol minuman dingin.
“Ini minum,” kata Hasan sambil memberikan Hawa dan Dewi masing-masing sebotol. Hasan menenggak minuman yang ada di tangannya dengan cepat. Sebenarnya ia juga panik dan cemas seperti Keysa. Namun demi agar Keysa tenang, sejak tadi Hasan menutupi rasa kegelisahannya.
Hawa, Hasan dan Dewi duduk di salah satu kursi panjang yang ada di dekat mereka. Menunggu Adam dan Keysa untuk datang. Saat Dewi melihat Hawa sedang asik bermain game di ponsel milik Hasan, Dewi mulai mengajak Hasan berbicara. “Aku yakin kamu tidak mungkin tidak tahu,” katanya memecah kesunyian di antara mereka.
Hasan yang duduk di tengah, langsung menoleh menatap Dewi. “Apanya?”
“Aku yakin kamu sudah tahu jika Adam adalah mantan pacar Keysa,” kata Dewi lugas dengan suara lirih. Ia tidak ingin Hawa mendengar pembicaraan mereka.
Hasan terdiam. Ekspresi wajahnya datar.
“Munkin kamu bisa membohongi Keysa. Namun kamu tidak bisa membohongiku. Aku yakin kamu tahu jika Adam dan Keysa pernah bersama. Lalu kenapa kamu menyutujui kerja sama yang ditawarkan oleh Adam?” tanya Dewi yang tidak lepas menatap manik mata Hasan.
“Apa yang kamu katakan?” tanya Hasan lirih.
“Sudahlah, jangan berpura-pura ...,” sahut Dewi sambil tersenyum sinis. “Dahulu kita pernah bersama. Aku sudah tahu sifatmu. Orang yang detail seperti kamu tidak mungkin tidak mengetahuinya. Jika pun kamu memang tidak mengetahui, tapi melihat gelagat Keysa pasti kamu akan sadar jika dahulu pernah terjalin sesuatu di antara dia dan Adam.”
Hasan menjilat bibirnya sendiri. Sejenak mereka saling diam dan memandang. Dan tidak lama, sebuah senyuman tipis terhias di wajah Hasan. “Ternyata ... kamu tidak berubah Dewi ...,” ujarnya lirih.
“Aku tidak akan pernah berubah. Begitu pula dengan rasa cintaku padamu. Tidak akan pernah berubah walau kamu sudah lebih dahulu bangkit dari keterpurukan dalam cerita cinta kita,” timpal Dewi tidak kalah tajamnya.
“Bukan aku yang meninggalkanmu. Tapi kamu mencampakkanku demi ambisimu mengejar cita-citamu. Menjadi desiner sukses di ibu Kota? Ingin namamu tertoreh di majalah Fashion. Seluruh selebritis dan orang terkenal memakai karyamu. Ambisimu mengalahkan cintamu,” kata Hasan dengan sepasang mata yang bergetar. Membicarakan masa lalu, membuatnya teringat bagaimana perihnya terluka dan ditinggalkan.
“Jika saja aku tidak meninggalkanmu. Mungkin anak kita sudah seusia Hawa,” kata Dewi lirih. Pandangan matanya menerawang.
“Sudahlah jangan mengungkit cerita kita yang telah mati.” Hasan tidak ingin mendengar lagi.
“Hasan, saranku ... Jangan kamu pertaruhkan rumah tanggamu hanya karena bisnismu. Hanya karena ambisi memajukan bisnismu, kamu memasukan Adam di dalam rumah tangga kamu dan Keysa.” Dewi melanjutkan kata-katanya.
Hasan menghela nafas panjang. Lalu di susul dengan sebuah senyuman tipis. Menetawakan dirinya sendiri yang tidak bisa bersembunyi dari Dewi. “Aku tidak punya pilihan ...,” sahutnya lirih.
Seperti yang sudah diduga Dewi, Hasan sudah mengetahui hubungan Adam dan Keysa. Hasan adalah pria yang memiliki sifat detail dan prefeck. Sebelum ia menjalin kerja sama dengan seseorang tidak mungkin Hasan tidak mencari tahu asal usul Adam. Hasan pasti sudah mengetahui jika Adam adalah mantan kekasih Keysa.
“Ambisi akan menghancurkan dirimu sendiri,” ucap Dewi menambahi.
Hasan menoleh ke sebelah sisinya. Di mana Dewi duduk sambil menatapnya. Mereka saling memandang sekejap. Tidak ada kata. Hanya diam.
Hingga suara Keysa memanggil Hawa terdengar dan memecah keheningan. “Hawa!” panggilnya.
Hawa langsung memberikan ponsel yang sedang dimainkannya pada ayahnya, Hasan. Lalu ia berlari menghampiri Keysa dan memeluk ibunya dengan erat.
“Jangan seperti ini lagi ya! Jangan sendirian. Mama sangat cemas. Mama takut Wawa ilang,” ucap Keysa sambil memeluk Hawa erat dan mengusap rambut panjang Hawa yang lurus, tebal, berkilau dan terawat.
Adam yang berdiri di samping Hawa. Rasanya ingin memeluk putrinya itu. Namun ia belum memiliki alasan yang tepat untuk melakukannya.
***
Saran dari Dewi masih terngiang di telinga Hasan. Ia memajamkan kedua matanya. “Apa benar yang dikatakan Dewi? Aku telah salah jika membawa masuk Adam ke dalam rumah tanggaku?” tanya Hasan pada dirinya sendiri.
Air kran dari wastafel sengaja tetap dinyalakan Hasan. Ia mamandang pantulan dirinya di bayangan cermin. “Bukankah cinta, kestiaan dan kepercayaan lebih kuat dari apa pun? Bahkan dari masa lalu yang telah mati?” tanyanya lagi pada bayangannya.
Hasan memang sudah mengetahui sejak hari kedua ia mengenal Adam. Setelah berniat akan menjalin kerja sama, Hasan sudah menyelidiki latar belakang Adam. Bahkan di mana ia kuliah pun Hasan mengetahuinya. Hingga Adam adalah mantan pacar Keysa, Hasan mengetahuinya dari salah seorang detektif bayarannya yang mengatakan jika Adam pernah menjalin kasih bersama Keysa di masa lalu.
Hasan tahu semuanya. Tapi ia yakin jika hati Keysa tidak akan goyah. Ketika Keysa tidak mengaku mengenal Adam pun Hasan selalu berpikir positif jika Keysa melakukannya hanya untuk menghargai perasaannya.
“Tidak ... hati Keysa teguh dan setia pada pernikahan kami,” ucapnya lagi dan kemudian membasuh mukanya. Entah mengapa apa yang dikatakan Dewi padanya tadi siang mempengaruhinya.
“Hasan ... sayang ... kamu di dalam?” Suara Keysa terdengar. Sambil mengetuk pintu kamar mandi Keysa memanggil nama Hasan.
“YA, aku di dalam. Sebentar lagi aku akan keluar,” jawab Hasan dan kemudian mematikan air kran dari wastafel yang sejak tadi mengalir dengan deras. Berharap air dingin ini mampu menjernihkan pikiran dan perasaan risaunya.
Bersambung