Hawa hilang

1104 Kata
"Aku baru tahu kalo kamu juga mengenal Dewi," kata Keysa pada Hasan sambil memandangi Dewi yang sedang berbincang dengan Adam. Mereka masih di dalam keranjang besar yang tergantung dan memutar pelan searah jarum jam di bianglala. Hasan tersenyum tipis. "Ya, seperti aku yang tidak menyangka kamu juga mengenal Adam," sahut Hasan sembari melipat kedua tangan di depan dadanya. Keysa menelan ludahnya. Apa yang diucapkan Hasan terasa menyindirnya. "Aku hanya merasa  beberapa hari ini semua kebetulan terasa aneh," jawab Keysa lirih. "Maksudnya?" tanya Hasan tidak mengerti. "Maksudku, sepertinya ini semua tiba-tiba. Semua dari masa lalu datang secara kebetulan," jawab Keysa sambil memandang lunglai ke arah langit yang cerah dan berwarna biru. "Kamu sedang membicarakan soal Dewi?" tanya Hasan dengan dahi berkerut.   "Aku membicarakan semuanya," jawab Keysa dengan kedua alis terangkat. Hasan meraih tangan Keysa dan menggenggamnya erat. "Bukannya kamu mengatakan jika kamu dan Adam tidak memiliki hubungan apa pun? Harusnya dengan begitu tidak membuatmu merasa kikuk atau janggal. Dan untuk Dewi ... kamu sendiri kan yang mengajaknya ke mari?" "Masa iya, aku tidak mengajaknya saat kita mau pergi? Apa lagi di sini, Dewi bisa jadi teman ngobrol Adam. Aku malas jika Adam selalu ikut nimbrung ngobrol sama kita." "Keysa, kamu harus ingat, tanpa Adam bisnisku tidak akan berjalan. Untuk itu kali ini, aku mohon pengertianmu. Walau kamu membenci Adam, tolong dukung aku, kali ini saja. Tidak akan ada yang kedua kali. Ini bisnis besar. Usahaku akan mulai merambah ke Eropa dengan bantuan modal darinya." Keysa mengatupkan bibirnya dan menatap Hasan lekat. "Seperti aku yang selalu mendukung apa pun keinginanmu. Aku harap kamu pun juga melakukan hal yang sama untukku," lanjut Hasan sambil tersenyum simpul. Keysa menatap manik mata Hasan. Pria yang selalu mencintainya apa adanya dan mendukung keinginannya. 'Ya, benar. Selama ini Hasan selalu mendukung keinginanku. Harusnya aku pun demikian,' katanya di dalam hati. 'Adam bukan siapa-siapa lagi untukku. Harusnya dia juga tidak mempengaruhiku.' "Aku mohon Key ... Walau kamu tidak menyukai Adam. Tolong bantu aku untuk membuat semua ini lebih mudah. Hanya tiga bulan saja kita harus bisa mengambil hati Adam. Demi bisnis kita. Dan semua itu juga demi Hawa." Hasan melanjutkan kata-katanya. Kedua matanya bergetar menatap Keysa. Seakan semua yang dituju Hasan ini adalah mimpi utamanya. "Bantu aku agar bisnis ini berjalan lancar."   Tepat saat Hasan selesai mengatakan seluruh isi hatinya pada Keysa. Tepat pula keranjang bianglala yang berputar itu berhenti. "Hore! Udah sampai!" seru Hawa berlonjak senang. Membuyarkan pembicaraan yang terjadi dengan Hasan dan Keysa. Keysa mengisap bahu Hasan. "Baiklah ... aku akan membantumu. Hanya tiga bulan dan setelah itu Adam harus keluar dari rumah kita. Dan jangan pernah berhubungan lagi dengannya." Hasan menatap Keysa. "Kamu sangat membencinya ... kenapa?" "Sangat ...," jawab Keysa lugas. "Jaman kuliah dulu, Adam sosok pembuly di kampus. Ya maklum dia anak orang kaya. Makanya aku membencinya." Keysa berusaha membuat alasan agar Hasan tidak curiga. Seorang pekerja di bagian bianglala membukakan pintu keranjang. Hawa langsung berlari keluar. Keysa terkejut Hawa berlari keluar keranjang begitu saja tanpa menunggunya. "Hawa!" teriak Keysa dan langsung tergesa-gesa keluar dari keranjang bianglala. "Mungkin dia menunggu di depan," kata Hasan menenangkan. "Taman hiburan ini luas. Aku takut dia berlari ke tempat yang lain," sahut Keysa panik, melihat Hawa berlari cepat. Dan benar saja kan, saat Keysa dan Hasan sudah keluar dari keranjang bianglala, Hawa sudah tidak terlihat dari pandangan. "Hawa!" teriak Keysa sambil memandang kesekeliling. Mencari Hawa. "Dia terlalu aktif," sahut Hasan yang juga melihat kesekeliling. "Harusnya Hawa masih di sini." Hasan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Wajahnya yang tadi santai kini berubah menjadi cemas. Adam melihat Keysa dan Hasan berwajah panik. Suara Keysa memanggil-manggil Hawa pun semakin jelas terdengar. "Hawa ...!" "Apa ada yang terjadi?" tanya Adam seraya bertanya pada diri sendiri dan tidak butuh jawaban. Dewi yang mendengar langsung menoleh. "Ada apa?" tanyanya. "Ke mana Hawa?!" seru Adam ikut panik dan kemudian beranjak dari duduknya. Ia langsung berlari menghampiri Keysa dan Hasan. "Ada apa? Kenapa kalian berteriak memanggil Hawa?" tanya Adam. "Hawa tadi berlari lebih dahulu keluar dari keranjang. Tapi dia langsung tidak ada di sini," jawab Keysa sambil mengigiti jari-jarinya. Adam ikut panik. "Kita berpencar mencari Hawa!" seru Hasan dan spontan berlari mencari. Dewi pun ikut membantu mencari. Dan tanpa sadar formasi berubah. Keysa bersama Adam dan Dewi menyusul Hasan. "Hawa!" seru Keysa memanggil-manggil. "Lebih baik kita mencari ke bagian informasi. Minta pengumuman untuk menyiarkan berita hilangnya Hawa." Adam menyarankan. "Di mana ruang informasinya!" Keysa panik. "Apa Hawa sering begini? Dia berlari dan bermain tanpa ijin?" Keysa menatap Adam. "Dia tidak pernah begini. Walau Hawa anak yang aktif. Dia tidak pernah pergi tanpa sepengetahuan ku. Bagaimana jika ia tersesat atau di culik?" "Bisa saja hal itu terjadi. Jika ada yang mengetahui Hawa anakku. Kemungkinan dia diculik lebih besar," timpal Adam yang membuat Keysa semakin panik dan cemas. Mulutnya ternganga dan kedua tangannya menutup mulutnya. Sambil melihat ke kanan dan ke kiri, jantung Keysa terus berdetak. "Tidak ... tidak mungkin Hawa diculik. Dia hanya pergi sendiri bermain ke salah satu wahana permainan. Dan Hawa bukanlah anakmu. Dia tidak akan diculik!" Adam tidak mendengarkan apa yang dikatakan Keysa. Ia berlari menuju ruang informasi. Tapi belum juga sampai Adam melapor kepada petugas information dan mengumumkan anak hilang, ponsel Adam bergetar di dalam saku celananya. Ia mengambil dan kemudian menjawab panggilan telponnya. "Kembali. Hawa sudah ketemu," kata Dewi memberitahu. Adam membalikkan badan dan menatap Keysa yang juga sedang berbicara di telepon. Sepertinya Hasan memberitahukannya jika Hawa sudah ditemukan. Wajah Keysa berangsur berubah senang dan lega. "Syukurlah. Oke, aku akan menuju ke sana." "Hawa sudah ditemukan?" tanya Adam yang sebetulnya sudah tahu jawabnya.   Keysa menganggukkan kepalanya. "Ya dia ada di toilet. Mungkin Hawa ingin pipis. Dasar ya anak itu terlalu pintar," katanya sambil sedikit tersenyum simpul dan menyeka sedikit air matanya yang sejak tadi sudah di tahan. Tiba-tiba tangan Adam meraih tangan Keysa. "Aku akan mengambilnya."   Keysa yang sudah ingin melangkahkan kakinya, langsung terdiam mematung. Kedua matanya menatap manik mata Adam yang berwarna hitam pekat dan mengkilat itu. "Apa maksudmu?" tanya Keysa dengan dahi berkerut. Jantungnya berdebar hebat. "Aku akan mengambil Hawa. Aku akan mengurusnya. Karena aku ayahnya." Kedua mata Keysa langsung mendelik. Bola matanya nyaris keluar. "Apa maksudmu?!" "Merasakan Hawa hilang dalam beberapa menit aku merasa seperti dunia runtuh. Ini hanya beberapa menit. Bagaimana setelah ini? Aku pasti akan terus mengingatnya karena sekarang aku mengetahui jika dia anakku!" Keysa merapatkan bibirnya. Giginya menggemertak kesal. "Tidak! Dia bukan anakmu! Aku tidak pernah bilang padamu, jika Hawa itu anakmu! Hawa anakku dan Hasan." "Saat malam pertama kita bertemu, kamu mengatakan padaku, jika Hawa anakku!" "Aku?" tanya Keysa lirih. "Kapan aku mengatakannya? Aku tidak pernah mengatakan jika Hawa anakmu! Anakmu sudah mati Adam! Sudah mati ...."   bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN