"Apa yang kamu katakan Adam?" tanya Keysa dengan kedua mata mendelik.
"Iya, aku bertanya, apa putri kecilmu itu adalah anakku? Bukankah kamu mengatakan jika kamu hamil saat itu?" tanya Adam penuh harap.
Keysa terdiam sejenak dan menatap Adam dengan tatapan tajam. Ingatan, hampir lima tahun yang lalu kini terbayang kembali. Saat dirinya memohon agar tidak di campakkan dan dibuang bagai ampas tebu yang sudah tidak terpakai lagi. "Apa yang kamu katakan Adam ...? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan jika aku telah berbohong? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan padaku, aku hanya berpura-pura hamil agar tidak ditinggalkan?" Keysa membalikkan pertanyaan yang membuatnya pernah sakit hati begitu dalam.
Adam menelan ludahnya. Ia tidak bisa berkata-kata dalam sejenak. Tatapan mata Keysa seakan menusuk dan membunuhnya. "Apa kamu sakit hati denganku? Maafkan aku Key, semenjak pertemuan terakhir itu aku terus mengingat dirimu. Aku merasa bersalah. Tapi saat aku mengunjungi ke kostan, kamu sudah pindah."
"Apa menurutmu aku harus bertahan setelah di cap hina seperti itu olehmu?" hardik Keysa sambil mengarahkan telunjuknya pada Adam.
Rasanya Adam ingin sekali memeluk Keysa dengan erat. Menenangkannya agar tidak marah lagi. Tapi apa daya, siapa dirinya sekarang? Dunia bagai roda yang berputar dan Tuhan maha adil atas segalanya. Dulu Keysa yang mengemis padanya, tapi kini ... dirinya lah yang seperti itu.
"Tapi kenapa putri kalian bernama Hawa? Bukankah itu adalah nama anak kita? Kamu pernah mengatakan padaku saat kita masih bersama. Jika saat kita telah memiliki anak perempuan, kamu akan memberikan nama Siti Hawa! Apa kamu mau mengelaknya sekarang?" tanya Adam lagi.
Keysa mengerutkan keningnya. Ia berjalan mendekat ke arah Adam. Sepasang matanya sudah berwarna merah dan air mata sangat sulit untuk terbendung di pelupuk matanya. "Tidak ada kaitannya dengan hal itu. Nama hanya sekedar nama. Banyak sekali di dunia ini perempuan bernama Siti Hawa, lalu apakah itu berkaitan denganmu?"
"Ini bukan masalah berkaitan atau tidak. Aku hanya ingin memastikannya ...," kata Adam memohon.
Keysa menggelengkan kepalanya. "Tidak. Dia bukan anakmu! Dia anakku dan Hasan," sahut Keysa sambil mengarahkan telunjuknya di wajah Adam. "Ingat, jangan sekali-kali lagi kamu mengungkit jika Hawa adalah anakmu. Aku sudah menikah Adam. Jangan kamu mengusik hidupku lagi. Empat tahun yang lalu kamu telah membuangku. Tepat dihari Valentine. Dan hari ini kamu kembali dikehidupanku dan mengusikku?"
Adam menggenggam jari Keysa yang menunjuk ke arahnya dengan lembut. Menatap manik mata Keysa yang berwarna cokelat pekat. Tenggelam di dalam sana.
Keysa buru-buru memalingkan mukanya ke samping. Tidak ingin kepingan hati yang masih tersisa di relung hatinya yang paling dalam kini kembali ke permukaan. "Aku ingin kembali ke dalam. Aku tidak ingin Hasan salah faham dengan tingkah kita."
Keysa berjalan meninggalkan Adam. Tapi tangan Adam menarik lengan Keysa agar ia tidak pergi meninggalkannya.
Keysa terkejut. Ia memandangi tangan Adam yang mencengkram lengannya. "Adam ...!" tegur Keysa dengan suara yang sengaja ditekan agar Hasan yang berada di dalam rumah tidak mendengar.
"Aku memang kembali dan sengaja mencarimu hingga ke mari. Sudah beberapa bulan aku mencari keberadaanmu, hingga detektif yang aku bayar memberitahu jika kamu ada di sini. Di kampung halamanmu," kata Adam jujur memberitahu.
Keysa menelan ludah. Ia tidak menyangka jika Adam memang mencarinya. Jadi ini bukan sekedar kebetulan semata. "Apa maksudmu, Adam? Kamu sengaja mencariku hingga ke mari? Setelah empat tahun lamanya kamu baru ingat tentang aku dan juga anak yang kamu kira hanya akal bulusku untuk mempertahankan dirimu?" tanya Keysa dengan dahi semakin berkerut karena kesal.
Adam mengehela nafas panjang. "Aku tahu, sikapku kepadamu tidak pernah bisa dimaafkan. Tapi sejak kejadian terakhir kita bertemu. Aku selalu teringat akan dirimu. Aku selalu dikejar rasa bersalah Key! Aku tidak akan mengusik kehidupan barumu ini. Tapi aku hanya ingin melihat dan mengetahui keberadaan anakku."
Keysa langsung tersenyum tipis dan sinis. "Yang benar saja ... Setelah empat tahun lamanya kamu baru mencari ...."
"Hawa anakku kan?" tanya Adam kembali dan penuh harap. Terlihat dari sorot matanya yang berbinar dan penuh pengharapan. "Saat bersama gadis kecil itu aku merasa tenang dan komplit. Aku merasa dia adalah anakku."
Keysa mengatupkan bibirnya. Ia memandang tajam Adam. "Hawa bukan anakmu ... Anakmu telah mati! Aku telah menggugurkannya," katanya dengan suara nyaris berbisik.
Adam menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak ... itu tidak benar. Jika saat itu kamu memang tidak berbohong, kamu hamil. Kamu tidak akan tega menggugurkannya. Keysa yang aku kenal tidak seperti itu."
Sepasang mata Keysa kembali berkaca-kaca. Ia menelan ludah. Tenggorokannya terasa kering seketika dan suara seakan terhambat di sana. "Ji-jika kamu berpikir demikian. Apa kamu tidak pernah berpikir bagaimana nasibku ketika kamu membuangku dengan keadaan mengandung? Ini Indonesia Adam. Bukannya Amerika, di mana wanita hamil diluar nikah dianggap biasa. Betapa terhinanya aku hamil tanpa suami ...."
"Jadi benar Hawa adalah anakku?" tanya Adam lagi.
Keysa menggelengkan kepalanya untuk kesekian kalinya. "Tidak. Dia bukan anakmu. Anakmu telah mati. Aku mengugurkannya. Dan di mana Desi, wanita pilihan orang tuamu? Di mana dia hingga bisa membiarkanmu mencariku?"
Adam terdiam. Ia tidak langsung menjawab. Rasanya malu untuk Adam mengatakan jika pernikahannya dengan Desi telah hancur. Sedangkan Keysa berhasil membina rumah tangganya. Keluarga yang bahagia, harmonis dan seorang anak.
"Hei kalian sedang apa di sana? Asik sekali ngobrolnya ...!" Suara Hasan terdengar ramah dan hangat.
Keysa buru-buru mengusap kedua matanya dan menghela nafas panjang sebelum membalikkan badan menghadap suaminya. "Kami membicarakan tentang dosen yang ternyata sama-sama memberi mata pelajaran saat kuliah dulu. Tapi sayangnya kami tidak pernah satu kelas."
"Pantas saja terlihat seru," kata Hasan sambil tersenyum tanpa mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.
Keysa membalas senyuman Adam. "Ya begitulah karena membicarakan dosen killer di kampus membuat obrolan jadi terlihat akrab."
"Matamu masih merah? Karena bulu mata rontok yang jatuh itu?" tanya Hasan sembari berjalan mendekati Keysa dan langsung memegangi kedua pipinya. Menatap lekat sepasang mata indah dan mengamatinya. "Tapi bulu matanya sudah tidak ada ...." Kedua alis Hasan sampai beradu mengamati.
"Iya. Sudah hilang, tapi karena bulu mata itu mataku masih terasa perih," jawab Keysa sambil memalingkan mukanya dari pandangan Hasan. Lalu mengusap matanya lagi.
Hasan menarik tangan Keysa. Menghalanginya untuk mengusap matanya yang masih berwarna merah. "Jangan digosok-gosokkan matanya," tegurnya perhatian. "Biarkan saja. Begitulah memang, masalah karena bulu mata yang rontok itu telah hilang tapi rasa perih di matanya masih terasa. Biarkan saja, perlahan akan kembali lagi tidak sakit."
Keysa menghela nafas panjang. "Kamu benar Hasan. Rasa perih yang ditimbulkan memang tidak akan langsung hilang. Semuanya membutuhkan proses. Tidak semudah itu," sahut Keysa sambil tersenyum. "Aku ke dalam dulu, menidurkan Hawa di kamar. Ini sudah malam."
"Oke!" Hasan mengiyakan.
Adam merasa tersindir dengan apa yang diucapkan Keysa barusan. Ya, dia telah membuat hati Keysa terluka dan tidak semudah itu untuk mengembalikan semuanya. 'Dan aku yakin, jika Hawa adalah anakku. Anakku, benihku. Bukti nyata jika aku tidak mandul. Harusnya pria utama di sini bukan Hasan. Tapi aku ...!"
Adam memejamkan kedua matanya sesaat. Rasa egonya perlahan meresap kembali ke dalam relung hatinya. Perasaan ingin menyingkirkan Hasan dari kehidupan Keysa dan Hawa.
"Adam, ayo masuk ke dalam! Di luar angin mulai kencang. Maklum di Kota ini angin kencang sering melintas," kata Hasan sambil melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar mereka masuk ke dalam.
'Hasan. Pria yang menggantikan posisiku di sini. Harusnya dia tidak ada di dalam cerita ini.' Adam menghela nafas panjang dan menghembuskannya kasar. Lalu berjalan menghampiri Hasan dan masuk ke dalam rumah sederhana yang penuh kebahagiaan itu.
Kebahagiaan yang ingin diusik oleh Adam, sang mantan.
bersambung