Sang mantan

1117 Kata
                Adam dan Keysa masih saling menatap. Bahkan telapak tangan Keysa tak kunjung dilepaskan oleh Adam.                 “Apa kalian saling mengenal?” tanya Hasan sambil tersenyum. Tingkah yang ditunjukkan Keysa dan Adam memang sangat mencurigakan. Mereke berdua terlihat pernah saling mengenal sebelumnya.  Namun Hasan sama sekali tidak mencurigai dengan gerak gerik itu.                 Dengan susah payah Keysa melepaskan tangannya dari genggaman Adam. Adam menghela nafas panjang. Serasa tidak rela membiarkan tangan yang selalu bersamanya itu kembali terlepas. “Tidak. Kami tidak saling mengenal!” sahut Keysa buru-buru agar Hasan tidak mencurigainya. “Aku kira kalian dulu teman satu kuliah,” kata Hasan yang berusaha mencairkan suasana. “Tidak sayang. Kita baru bertemu di sini,” kata Keysa lagi dan sambil merangkul pinggang Hasan. Adam mengatupkan bibir. Menahan kecewa dihatinya, melihat Keysa telah hidup bahagia dan menemukan pengganti dirinya. Kedua mata Adam kembali berkaca-kaca saat Hasan dengan mesranya membisikkan sesuatu di telinga Keysa dan kemudian mereka tertawa. “Istriku ini dulu satu universitas yang sama loh dengan kamu,” kata Hasan sambil tersenyum. “Aku kira kalian saling kenal tadi.” Adam sudah menggerakan bibirnya untuk menjawab. Tapi Keysa buru-buru menyahut, “Memang kampusku kecil.  Kan besar, engga mungkin juga aku harus kenal sama semua orang yang juga kuliah di sana.” “Ya, siapa tahu aja kan. Kamu kan bunga kampus. Masa iya, ada yang engga kenal kamu?” Hasan tertawa sambil memuji istrinya. Melihat apa yang ada dihadapannya membuat hati Adam terasa teriris. Entah mengapa rasa yang telah lama tertinggal di relung hatinya kini kembali muncul ke permukaan. Rasa cinta pada Keysa yang sudah lama terpendam kini kembali tak terbendung.  Adam tiba-tiba melihat sekilas ke arah balik dinding, sepasang mata kecil menatap ke arahnya dengan malu-malu. Jantungnya langsung berhenti berdetak seketika. Keysa melihat Adam yang berdiri mematung dan menatap lurus tanpa berkedip. Ia mengikuti padangan Adam tertuju dan betapa terkejutnya Keysa mengetahui Adam sedang melihat ke arah Hawa. “Dia ....” Belum selesai Adam berbicara, Hasan sudah menyela. “Dia Hawa, putri kami.” ucap Hasan sambil melambaikan tangannya pada putri kecil yang sangat ia sayangi itu. “Ke mari hawa ...!” Hawa berjalan mendekat. Senyum indah gadis kecil itu sangat mirip Keysa, ibunya. “Hai Om ... Namaku Hawa,” katanya sambil mengulurkan tangan pada Adam. Adam menggerakan tangannya ke arah Hawa dan menyalami tangan gadis kecil itu. Sejenak bagai waktu terhenti tiba-tiba di tempat Adam memijakkan kakinya. Ia merendahkan tubuhnya dengan menumpukkan lututnya di atas lantai agar tingginya sama sejajar dengan Hawa. “Namamu Hawa?” tanya Adam dengan suara parau dan bergetar. Hawa menganggukkan kepalanya pelan. ‘Jika kita memiliki anak perempuan, aku akan memberikan nama Hawa. Siti Hawa. Klise ya ... Tapi nama Hawa aku ambil karena namamu Adam.’ Suara Keysa saat mereka masih bersama tiba-tiba kembali terngiang di telinganya. Adam menelan ludahnya, menatap lekat Hawa dengan tatapan yang semakin berkaca-kaca dan air mata seakan sudah mengantri dipelup matanya. ‘Apa gadis kecil ini adalah anakku?’ tanyanya di dalam hati. Keysa yang menyaksikan pertemuan antara Hawa dan Adam mulai kesulitan mengontrol emosinya. Kedua matanya memerah dan rasanya ingin menangis. Buru-buru Keysa menyeka air matanya yang sudah mulai menetes dan ia memalingkan mukanya ke samping. “Haduh, tiba-tiba mataku kemasukan bulu mata yang rontok,” dalih Keysa dan berlari ke arah kamar mandi. “Keysa, kamu engga apa-apa?” tanya Hasan yang cemas melihat Keysa berlari meniggalkan ruang tamu dengan cepat. “Ya, aku engga apa-apa. Hanya bulu mata yang rontok membuat mataku perih!” teriaknya sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi. ‘Brak!’ Pintu kamar mandi tertutup rapat. Keysa berdiri di balik pintu kamar mandi sambil mengatur nafasnya perlahan. “Tuhan ... apa ini? Kenapa Adam datang kembali ke kehidupanku yang sudah tertata dengan baik ...,” ujar Keysa lirih dengan suara serak karena air mata yang tidak  terbendung lagi. “Susah payah aku membangun kembali kehidupanku tapi kini dia datang kembali?” ***   Seharian sejak pagi hingga waktu makan malam selesai, Adam terus bermain dengan Hawa. Sepertinya ia menikmati kebersamaan mereka. Adam pun tidak keberatan saat Hawa memainkan rambutnya untuk berpura-pura menjadi pelanggan di salon imajinasinya. Seharian pula Keysa bersusah payah mengatur perasaan dan mengontrol emosinya agar tidak terlihat mencurigakan di depan Hasan. Ia tidak banyak bicara seharian ini. Hanya beberapa kali melirik ke arah Adam dan Hawa yang sangat asik bermain dan kemudian tertawa senang. “Hasan, kapan temanmu itu pulang?” tanya Keysa dengan suara yang nyaris berbisik. Hasan mengerutkan dahinya. “Loh kamu kok nanya gitu sih? Baru juga tamu kita datang. Masa di suru pulang,” jawabnya sambil menatap ke arah koper yang dibawa oleh Adam. Keysa mengikuti arah pandangan mata Hasan. Ia pun menatap koper hitam beroda yang tersandar di dinding. “Ada banyak hotel di luaran sana. Bahkan ada lebih dari enam hotel di dekat stasiun. Kenapa harus menginap di rumah kita?” Keysa menggerutu. “Relasi itu seperti keluarga sayang. Kenapa dia harus tinggal di hotel saat ada kamar kosong di lantai atas? Kita kan sudah membahasnya. Kenapa harus bahas lagi sekarang? Engga enak, nanti Adam dengar,” sahut Hasan sambil menggelegkan kepalanya pelan. Keysa menghela nafasnya panjang. Sungguh tidak nyaman rasanya kembali berada di situasi seperti ini. Berdekatan dengan Adam. “Aku ke halaman depan dulu. Kepalaku pusing. Biasa tidak ada orang asing di rumah, kini aku harus membiasakan diri,” kata Keysa berbisik di telinga Hasan dan kemudian beranjak dari duduknya. “Keysa ...,” panggil Hasan menjadi serba salah. “Tadi katanya engga apa-apa. Tapi kenapa kini dia berubah pikiran. Dasar wanita,” guman Hasan sambil memandangi punggung Keysa yang berjalan menuju teras depan. Keysa menatap bulan yang kebetulan bersinar bulat. Sialnya rembulan malam yang bulat ini mengingatkannya saat pertama kali berciuman dengan Adam saat cinta masih bersemi di antara mereka. Keysa langsung menggelengkan kepalanya. Mengusir perasaan risau dan memori lamanya yang kini kembali bangkit. “Tidak. Aku harus melupakannya ....” Keysa tidak menyangka jika hatinya begitu rapuh. Dan perasaan cinta yang ia pikir sudah hilang, ternyata masih ada walau menjadi kepingan-kepingan kecil. “Keysa ...,” panggil Adam, berjalan mendekat. Keysa yang duduk di kursi halaman depan langsung menoleh dengan wajah terkejut. Melihat Adam berjalan menghampirinya, Keysa langsung beranjak dan berniat untuk menghindar. “Keysa, jangan pergi. Aku mau bicara ...,” kata Adam dengan mimik muka serius. Mereka saling menatap satu sama lain. “Apa yang ingin kamu bicarakan. Sepertinya kita tidak memiliki tema untuk dibahas,” sahut Keysa dengan suara bergetar. “Aku ingin membicarakan tentang Hawa ... Hawa, anak kita,” kata Adam dengan suara lirih. Kedua mata Keysa langsung membulat. Ia menoleh ke arah rumah di bagian dalam. Takut jika Hasan tiba-tiba muncul dan mendengarkan apa yang dikatakan Adam barusan.   Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN