Keysa menemani Hawa sebentar di kamarnya. Sampai Hawa sudah memejamkan kedua matanya dan terlelap, perlahan Keysa berjalan mundur dan menutup pintu kamar dan kemudian berjalan cepat menuju kamarnya sendiri.
Suara Hasan dan Adam sedang berbincang dan tawa renyah mereka terdengar. Derap kaki menaiki anak-anak tangga pun seakan tak luput dari indera pendengaran Keysa.
Keysa berusaha tidak peduli dan sesegera mungkin masuk ke dalam kamarnya. "Brak!" Suara pintu kamarnya tertutup dengan nyaring.
Sekilas Adam melihat banyangan Keysa masuk dan sikapnya yang tidak bersahabat.
“Ya, begini lah rumah kami. Maaf ya, kalau tidak terlalu luas,” kata Hasan memecah fokus Adam yang memandang ke arah pintu kamar Keysa.
“Ya ... ya, tidak apa-apa. Justru aku berterima kasih telah dijinkan untuk tinggal di sini,” kata Adam sambil tersenyum.
Hasan menepuk lengan atas Adam. “Jangan sungkan. Kita adalah keluarga. Jangan berkata seperti itu.”
“Jujur, ini sangat berarti untukku,” sahut Adam. “Terima kasih telah membukakan pintu untukku.”
Hasan hanya menganggukkan kepalanya dengan senyuman tulus mengambang di bibirnya. “Sudah malam. Bersitirahatlah. Kita bisa bicarakan soal bisnis dan investasi besok. Gudang dan bengkel pembuatan furniture dari kayu jati dan marmer tidak jauh dari rumah. Mungkin hanya kantor inti yang sedikit jauh.”
“Oke, baiklah aku mengerti. Besok kita akan mulai semuanya.”
“Selamat malam.”
“Selamat malam juga.”
Hasan pun meninggalkan Adam dan berjalan menuju kamar yang sama dengan Keysa masuki tadi.
Adam hanya bisa melihat punggung Hasan yang meninggalkannya dan masuk ke dalam kamar yang sama dengan Keysa. Hatinya kembali tersayat. Padahal sudah empat tahun Adam telah menyingkirkan segalanya tentang Keysa dan berusaha membina rumah tangga dengan Desi. Tapi rasa cemburu melihat kebahagian Keysa dengan Hasan yang sukes membina rumah tangga harmonis perlahan membakarnya.
Adam menghela nafas panjang dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
***
Hasan menatap Keysa yang telah berganti pakaian dan kini memakai gaun tidurnya. Gaun tidur berwarna salem yang cantik membalut lekuk tubuh Keysa yang selalu indah. “Kenapa cemberut aja sayangku ...,” ucap Hasan sambil memegangi dagu Keysa yang berbelah dua dan sedikit mencubitnya.
Keysa memalingkan mukanya ke samping. Ia tidak ingin menatap Hasan.
“Kenapa? Ada apa? Ayo cerita?” tanya Hasan sembari duduk di samping Keysa. Menunggunya untuk bercerita.
“Kenapa kamu tidak mendengarkanku?” tanya Keysa menatap Hasan tajam.
“Mendengarkan apa? Memang kamu mengatakan sesatu?” tanya Hasan kembali.
“Sejak tadi pagi aku mengatakan agar jangan biarkan orang asing tinggal di rumah kita. Tapi kamu malah terang-terangan menawarinya tinggal di sini! Aku tidak suka jika ada orang asing berada di rumah kita ...,” jawab Keysa sembari merapatkan bibirnya. Menahan rasa kesalnya yang sejak tadi sudah ingin meledak-ledak.
“St ... Jangan berisik. Nanti Adam dengar. Bagaimana jika dia sampai mendengar kata-katamu yang tidak menginginkannya tinggal di rumah ini?” Hasan menaruh telunjuknya di depan bibir.
“Biarkan saja!” seru Keysa tidak peduli.
“Key, kenapa kamu jadi seperti ini? Bukannya kamu selalu ramah dengan orang lain?” tanya Hasan sembari mengerutkan dahinya.
Keysa menghela nafas panjang dan kemudian memegangi keningnya. “Hasan, aku hanya takut sifatmu yang naif ini akan menghancurkan kita,” katanya lirih nyaris berbisik.
“Aku bukannya naif. Dan Adam juga bukan orang lain. Dia orang yang akan mengivestasikan uangnya pada kita. Tanpa perjanjian bagi hasil yang merugikan kita. 70% : 30%. Mau cari di mana lagi Key, investor yang seperti itu ...?”
Keysa masih memegangi keningnya dan beberapa detik kemudian mulai menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bingung harus bagaimana lagi menjelaskan pada Hasan jika kehadiran Adam mungkin saja akan menghancurkan pernikahan mereka yang bahagia.
“Coba katakan, dapat dari mana investor seperti Adam itu? Kita harus menerimanya dengan baik seperti keluarga di sini. Aku dengar dari beberapa kawan bisnisku juga, Adam dari keluarga yang sangat kaya. Bagi dia memberikan modal kepada industri menengah seperti usaha kita ini hanya seujung kuku baginya,” jelas Hasan dengan sorot mata bahagianya.
Keysa terdiam. Ia menatap manik mata Hasan yang bersinar penuh impian dan harapan. Sepertinya tidak ada kata lagi yang mampu ia ucapkan untuk membujuk suaminya agar membatalkan kerja sama dengan Adam dan mengusirnya dari rumah ini.
***
Tiba-tiba aroma asparagus terpanggang dengan mentega terendus di ujung hidung Keysa. Lalu sayup-sayup terdengar suara Adam memanggil namanya. Kenangan yang sudah terkubur sangat dalam dan tidak ingin dikenangnya. Kini kembali muncul ke permukaan tanpa bisa Keysa cegah.
− “Sayang, ini sarapan untukmu,” kata Adam sambil memeluk pinggang Keysa yang ramping dari belakang. Mengecup bahu dan meminta Keysa mencicipi Nasi goreng dengan bakso, sosis juga asparagus yang terpanggang dengan lelehan mentega.
Aromanya sangat khas dan aroma itu kini menempel di memori otak Keysa sebagai aroma Adam, cinta pertamanya yang telah mencampakkannya.
“Aku akan membuatkan sarapan setiap hari untukmu. Setiap kamu membuka mata, aku akan selalu melayanimu bagai b***k cinta yang akan menyelimuti harimu. Hingga kamu tidak akan pernah bisa melupakan aku walau sedetik pun,” kata Adam dengan janji manisnya yang tidak pernah ditepatinya. –
Sebuah bibir lembut menyentuh bahu Keysa yang tebuka. Tali gaun tidurnya jatuh dari atas bahu dan terjuntai begitu saja. Membuat Hasan dengan mudahnya mencumbu istrinya.
Sentuhan bibir Hasan mengejutkan Keysa dan membuyarkan mimpi atas kenangan masa lalunya dengan Adam. Keysa langsung menoleh ke belakang dan terkejut melihat Hasan yang menghirup aroma tubuhnya sambil mengucapkan, “Selamat pagi sayang ....”
“Pagi Hasan ... Ya ampun aku sampai kaget. Aku kira siapa ...?” kata Keysa sambil mengusap wajah dan juga kedua matanya.
Hasan memajukan bibirnya ke depan. “Memang kamu memimpikan siapa?”
Pertanyaan Hasan tiba-tiba membuat wajah Keysa menjadi datar dan sedikit pucat. “Ti-tidak. Aku tidak memimpikan siapa-siapa. Aku terkejut tadi karena barusan aku bermimpi bertemu dengan hantu,” jawabnya berdalih.
“Hantu?”
Keysa menganggukkan kepalanya. “Ya, hantu yang sangat menakutkan dengan bau ... seperti bau ....” Hidung Keysa mengendus-ngendus. Ternyata aroma asparagus panggang dengan lelehan mentega bukan ada di dalam mimpinya, tapi memang aroma yang ia hirup ini nyata. Di lantai bawah ada seseorang yang sedang masak.
“Siapa itu?” seru Keysa dengan dahi berkerut.
“Sepertinya Adam,” jawab Hasan tanpa tahu mana yang salah hingga membuat kedua alis Keysa terangkat ke atas dan mimik mukanya penuh amarah.
“Apa?! Dia masak di dapurku?!” seru Keysa murka dan langsung beranjak dari tidurnya.
Hasan terheran melihat sikap Keysa yang luar biasa ketus pada Adam. Padahal Keysa adalah wanita ramah dan penyabar. Tapi entah mengapa dengan Adam, sikap Keysa berbeda. Seakan Keysa amat membenci Adam tanpa alasan yang jelas.
“Hei, hei ... kamu mau ke mana?” tanya Hasan yang melihat Keysa meraih rompi gaun tidurnya dengan kasar dan secepat kilat memakainya.
“Tentu saja ke bawah. Ke dapurku. Sedang apa dia memasak di dapurku?” Keysa melangkahkan kakinya dengan langkah lebar-lebar agar segera cepat sampai ke dapurnya.
“Keysa!” panggil Hasan mencoba menahan. “Kenapa kamu marah sekali? Adam hanya ingin memasakan sarapan sebagai tanda terima kasih pada kita karena telah menerimanya di sini dan menganggapnya keluarga.”
Keysa menghentikan langkah kakinya dan membalikkan badan, menghadap tepat pada Hasan. “Tapi aku tidak pernah menganggapnya keluarga. Bagiku Adam hanya orang asing. Tidak lebih dari itu!”
Hasan terdiam menatap wajah murka Keysa.
“Dia hanya orang asing ...,” ucap Keysa dengan suara parau.
Bersambung