Adam turun dari gerbong kereta eksekutif dengan langkah kakinya yang kuat dan percaya diri. Ia menatap ke sekeliling stasiun kecil di kota ini. Tidak ada yang menjemputnya. Bahkan relasi bisnisnya pun tidak menyambutnya.
Datang ke sebuah kota kecil yang jauh dari ibu kota adalah pilihan tepat Adam setelah bercerai dari Desi. Pertikaian harta gono gini yang alot dan perdebatan di antara kedua keluarga besar menguras emosi dan tenaganya.
Pernikahannya dan Desi yang terjalin empat tahun lamanya tanpa dikaruniai seorang anak. Membuat saling tuding di antara keduanya siapa yang mandul. Harta gono gini dan harga diri. Kedua hal itu membuat Adam ingin melarikan diri dari kota Jakarta.
Adam menghirup udara pagi yang segar. “Selamat datang Adam. Selamat datang di kota kelahiran Keysa ....” kata Adam pada dirinya sendiri.
***
Keysa mengerutkan kedua alisnya. Memandangi Hasan yang nampak sibuk.
“Apa kita suruh dia tinggal di sini saja ya sementara. Engga enak juga kalo dia tinggal di hotel. Lagi pula kita harus menjadi kerabat yang baik seperti keluarga,” kata Hasan untuk kedua kalinya.
“Ya udah, tuh kamar belakang kosong. Kamar itu bisa di pakai, asal jangan lama-lama aja tinggal di sini. Enak aja gratis,” sahut Keysa sambil melipat kedua tangannya di depan d**a.
Hasan menatap Keysa dan menghela nafas panjang. “Keysa ... Jangan gitu dong. Dia yang akan ke sini itu relasi bisnis aku yang akan jadi kerabat kita.”
Keysa mengatupkan bibirnya sambil tangannya memegang remote mengganti saluran acara televisi.
“Mama! Kartunnya belom abis!” sahut Hawa sambil masih tetap asik main masak-masakan di dekat Keysa duduk.
“Udah selesai kartunnya ... Udah diem. Mama mau mau nonton Drakor nih!” seru Keysa tak memperdulikan wajah Hawa yang cemberut.
“Keysa ... gitu amat sih ...,” sungut Hasan dan melambaikan tangan pada Hawa agar mendekat padanya. “Ikut Papa aja yuk. Udah biarin Mama kamu mah jangan ditemani ....”
Hawa menganggukkan kepalanya. “Iya, aku ikut Papa. Kita mau ke mana Pap?”
“Ikut papa jemput temen,” jawab Hasan sambil mengambil kunci mobil yang tergantung di dinding.
Keysa yang sedang fokus pada nonton acara drama Koreanya langsung menoleh ke arah Hasan dan Hawa yang sudah siap pergi. “Eh ... eh, Hawa mau ke mana?” tanya Keysa yang baru tersadar jika Hawa akan ikut Hasan menjemput taman bisnisnya itu.
“Aku mau ikut Papa!” sahut Hawa.
“Jangan!” seru Keysa melarang. “Kita tidak mengenal siapa orang itu. Hawa engga boleh ikut!”
“Tapi aku mengenalnya, Key. Engga usah cemas,” sahut Hasan.
“Kamu hanya mengenalnya sesaat, Hasan. Mengenalnya baru beberapa pekan kan? Kita engga tahu dia benar-banar orang baik atau tidak,” kata Keysa mengingatkan.
Hasan menghela nafas panjang. “Jangan berprasangka buruk. Harusnya kita berterima kasih padanya, telah menolong usaha kita yang hampir bangkrut. Aku sangat butuh modal secepatnya Key ....”
Keysa terdiam ia menatap wajah Hasan lekat. Menatap manik mata berwarna hitam pekat yang sedang memandanginya. Pria yang telah menolong hidupnya. Pria yang telah suka rela mengulurkan tangan untuknya. Melindunginya saat semua cacian dan hinaan terarah padanya.
“Kamu harus membantu aku Key ... Terimalah relasi bisnis aku ini. Anggaplah dia sebagai kerabat kita,” kata Hasan memohon.
Keysa menghela nafas panjang. Ia mulai menganggukkan kepalanya setuju. “Baiklah aku akan menerima orang dari ibu Kota itu,” kata Keysa lirih.
“Ting tong!”
Seseorang menekan bel rumah dan berbunyi.
Hasan dan Keysa saling tatap.
“Ting tong!”
Suara bel rumah kembali berbunyi lagi. “Siapa itu?” tanya Keysa. “Apa dia adalah relasi bisnismu itu?”
Hasan langsung menatap ke arah arloji di tangannya. Baru pukul delapan pagi. “Sepertinya bukan Key. Temanku itu akan datang sekitar jam sembilan pagi. Makanya sekarang aku harus segera menjemputnya di stasiun.”
“Lalu siapa yang menekan bel rumah?” tanya Keysa yang jarang kedatangan tamu di rumahnya.
Hasan terdiam sejenak. Ia baru tersadar jika mungkin saja kedatangan kereta lebih cepat dari jadwal yang ditentukan.
Hasan langsung berjalan menuju ruang depan. Meninggalkan Keysa yang berdiri menatapnya.
Ia membuka pintu depan dengan cepat dan kedua pintu yang saling berhadapan itu terbuka dengan lebar.
Seorang pria yang sama tingginya dengan Hasan sedang berdiri membelakangi. Tapi mendengar pintu rumah terbuka pria itu membalikan badannya, menghadap ke arah Hasan.
Wajah Hasan berbinar, melihat pria yang akan ia jemput di stasiun. “Adam?!”seru Hasan. “Selamat datang! Haduh ... Maaf ya, kamu jadi ke rumahku sendirian. Baru saja ini aku mau ke stasiun menjemput kamu. Eh kamunya udah sampai duluan di sini.”
Adam tersenyum lebar. “Iya engga apa-apa, kedatangan kereta memang lebih cepat dari jadwal.”
Keysa yang masih berdiri, tertegun mendengar suara yang familiar. Dan nama yang disebut Hasan tadi membuatnya merinding. Kedua alis Keysa beradu. Ekspresi wajahnya tersirat jika Keysa sedang memikirkan pemilik nama dan suara yang familiar di telinganya.
Suara yang sudah lama tidak ia dengar dan memang tak ingin ia dengar sampai hari kiamat tiba.
Keysa menelan ludahnya dan memberanikan diri untuk melihat siapa yang sedang berbicara dengan Hasan.
Langkah kaki Keysa bergerak perlahan tapi pasti menuju ruang depan.
Terdengar sapaan dan tawa. Hasan pun mulai menawarkan teman bisnisnya itu masuk ke dalam rumah.
Adam berjalan ke dalam rumah Hasan dengan koper beroda yang ia bawa. Perlahan tapi pasti Adam melangkahkan kakinya sambil kedua matanya menatap sekeliling ruangan.
Hiasan rumah terpasang rapi di dinding. Foto-foto keluarga terpanjang cantik di sekitar ruangan. Jantung di d**a Adam seakan berhenti berdetak ketika melihat foto Keysa bersama Hawa dan Hasan. Mereka nampak seperti keluarga harmonis dan bahagia.
“Key ... Ini kenalin, temanku. Relasi bisnis kita yang pasti akan menjadi kerabat kita,” ucap Hasan memperkenalkan Adam.
Keysa yang baru saja tiba di ruang depan langsung terkejut melihat Adam berdiri di hadapannya.
Adam menatap Keysa dan dengan mudahnya tersenyum padanya.
‘Adam ....’ desis Keysa di dalam hatinya.
Pria yang sudah lama hilang dari kehidupannya kini hadir kembali tanpa permisi.
Adam menatap Keysa penuh kerinduan. Rasanya ia ingin memeluk Keysa dan meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat di masa lalu. Juga atas apa yang telah ia katakan di pertemuan terakhir mereka.
Hasan yang tidak tahu apa-apa di antara Keysa dan Adam hanya tersenyum dan saling mengenalkan.
Suara Keysa terasa tercekat di kerongkongannya. Lututnya gemetar dan bibirnya terasa kering. Ini adalah hal paling mengejutkan yang pernah ia alami. Yang benar saja, tiba-tiba mantan yang sangat ia benci dan juga masih ia cintai itu hadir tiba-tiba di kehidupannya kini.
Adam mulai mengulurkan tangannya ke arah Keysa. Ia memilih untuk berpura-pura tidak mengenali Keysa di depan Hasan.
Sejenak Keysa hanya diam. Ia memandangi tangan Adam yang terulur ke arahnya.
Melihat Keysa hanya terdiam. Hasan menyenggol lengan Keysa agar menyambut uluran tangan Adam ke arahnya.
Akhirnya dengan gerakan tangan perlahan, Keysa menyambut uluran tangan Adam.
“Keysa ...,” katanya memperkenalkan diri.
Adam merasakan kembali tangan wanita yang pernah ia lepaskan. Kedua matanya berkaca-kaca dan nyaris meluncur air mata. Adam menghela nafas panjang, menahan kesedihan dan penyesalannya.
“Aku Keysa, istri Hasan.” Keysa melanjutkan kalimatnya sambil berusaha kuat dan berpura-pura telah melupakan masa lalu.