Dari bagian kafe sebelah kiri, terdapat seseorang yang sedari tadi mengamati Nayyara bernyanyi. Dia duduk diam sambil menikmati setiap alunan lagu yang keluar dari mulut gadis ceriwis itu. Saat ini dia sedang duduk sendirian di mejanya, menikmati minuman dan makanan ringan untuk meringankan stress akibat banyaknya pekerjaan yang menumpuk, meminta segera diselesaikan dengan cepat.
Ketika Nayyara berhasil menyelesaikan satu lagu, semua orang memberikan tepuk tangan meriah, termasuk dirinya dengan senyum tipis tercetak pada bibir berwarna kemerahan itu--dia tidak merokok. Entah apa yang sedang dia pikirkan dan rasakan, suara merdu Nayyara berhasil membuatnya merasa damai. Dia cukup terhibur dengan pertunjukan kecil ini, membantu meringankan beban pikiran.
Pandangannya kemudian terarah pada layar ponsel yang tiba-tiba menyala. Masuk sebuah notifikasi email berisi file penting, lagi-lagi soal pekerjaan.
Tidak langsung mematikan layar ponselnya, jarinya malah menekan aplikasi hijau miliknya yang sudah sejak semalam tak dibuka. Jika ada yang penting, orang lain biasanya langsung melakukan panggilan atau mengirim email. Hanya orang-orang tertentu saja yang mempunyai nomor pribadinya--diluar daripada kerjaan.
Asik mengecek satu persatu pesan yang masuk, satu yang membuat dia akhirnya mengernyit. Karena penasaran apa isi lima pesan dari pengirim yang sama, dia membukanya.
Nayyara: (Kirim gambar). Selamat sore, Pak. Bagaimana hari Bapak hari ini? Menyenangkan?
Nayyara: Udah lima menit, tapi belum dibalas.
Nayyara: Udah sepuluh menit. Bapak sibuk ya?
Nayyara: (Kirim gambar). Nggak suka nunggu, ayo balas. Cepet! Aku maksa.
Nayyara: Keselin banget. Mati saja sana! *Maksudnya ponsel kamu aja yang mati, kamunya jangan. Nanti aku sedih.
Benar, seseorang itu adalah Liam. Setelah membaca deretan pesan dari Nayyara, Liam menggelengkan kepala dengan helaan napas panjang. "Anak ini!" gumamnya tidak habis pikir. Liam tidak membalas, hanya membacanya. Jika Nayyara tahu pesannya ditelantarkan, pasti mengamuk gadis bar-bar satu itu. Dijamin seribu persen. Tidak ada yang bisa mencegah Nayyara untuk tidak mengambek, bibirnya bahkan sampai bisa diikat, maju mengalahkan mulut bebek.
***
Nayyara tidak berhenti mencubit dan mengomeli Shaleta meski keduanya sudah sampai di rumah. Nayyara masih sebal, dia malu karena terang-terangan bernyanyi di hadapan orang banyak. Tapi syukurlah, Nayyara hapal lirik lagunya, tidak melakukan kesalahan yang semakin membuatnya ingin menenggelamkan diri saat itu juga.
"Lo harus bayar kesalahan lo yang kurang ajar tadi!" Nayyara berucap telak, tidak ingin dibantah. "Gara-gara malu tadi di kafe gue jadi kenyang, dan sekarang lapar lagi. Masakin gue dua mie goreng campur dua telur gih, Sha. Ya ampun cacing-cacing di perut gue udah demo besar-besaran, gue nggak bisa diginiin. Migren nanti." Nayyara mengentakkan kakinya ke sofa, mengubah posisinya menjadi telentang dengan wajah dibuat sejadi-jadinya.
"Siapa suruh lo nggak habisin makanan lo? Gue udah ingetin buat ngehabisin, kata lo ... aduh, Sha, gue udah kenyang nih." Sambil menirukan gaya bahasa Nayyara yang bicara padanya tadi di kafe, kurang lebihnya begitu. Lalu Shaleta mencebikkan bibir, kesal. "Masa sendiri sana. Gampang banget tinggal didihin air, masukkan mienya. Kalo udah cukup matengnya, tiriskan."
Nayyara menggeleng cepat. "Enggak, enggak! Nggak bisa, Sha. Nanti Ayah marah kalau gue masuk dapur. Nggak boleh, kata Ayah bahaya."
"Bahaya kalau lo bakar dapur. Kalo masak, apa bahayanya? Dicoba dulu, itung-itung buat belajar jadi istri dan ibu yang baik nanti."
"Lo aja masakin. Masakan lo enak, gue suka."
"Nggak mempan meski dipuji ribuan kali juga. Gue malas, capek. Mau tidur, kenyang banget perut gue."
"Kalo gitu gue mau minta buatkan Bibi Jiah aja." Nayyara akan beranjak, tetapi segera ditahan oleh Shaleta. "Kenapa lagi?"
"Bibi Jiah lagi tidur siang jam segini, lo nggak ada perasaan banget bangunin orang tua lagi istirahat. Kesian, dari pagi Bibi Jiah nggak diem. Ada banyak yang dia beresin, kalo siang gini emang gue haruskan untuk tidur--istirahat, nanti sakit kalau tenaganya dikuras terus."
Nayyara menunjukkan wajah memelas. "Jadi gimana? Lo yang mau masakin? Gue beneran nggak bisa masuk dapur sebelum Ayah izinin, gue takut kualat nanti malah bakar dapur lo."
"Alasann!"
"Beneran. Sana udah bikinin. Mienya dua, telurnya dua!!!" Lalu senyum Nayyara mengembang, kedua pipinya menggembung dengan rona merah yang menghiasi. "Ayo, ayo, ayo, Shaleta kan anak baik dan rajin. Suka menolong juga. Jadi kali ini, tolongin Nayya yang lagi laper yak, masakin."
"Tai kuda lo!" Shaleta melempar bantal sofa tepat mengenai wajah Nayyara yang sedang mengulum senyum menggodanya dengan kata-kata menggelikan.
Untuk Nayyara sedang melunak, dia tidak akan mengomeli Shaleta yang melempar bantal padanya--meski begitu menguras emosi, takut jika gadis itu membatalkan pertolongannya memasakkan Nayyara mie.
Dengan riang, Nayyara menyusul Shaleta yang lebih dulu melangkah memasuki dapur. Gadis itu sudah menyambil dua bungkus mie dan dua telur, membawa ke balik pantry dan bersiap memanaskan panci kecil khusus mie biasanya dia gunakan.
Nayyara duduk di kursi bar dapur, menopang dagu dengan senyuman mengembang memerhatikan kegiatan Shaleta yang begitu telaten sekali. Memang sangat terlihat jika gadis itu pandai dalam hal memasak. Jangan cuman mie instan, masakan memakai banyak bumbu rempah pun jago. Shaleta patut diberikan acungan empat jempol, lebih lagi setiap hasil masakannya memiliki rasa yang begitu lezat.
Nayyara memainkan ponsel, membuka akun i********: miliknya yang setiap hari ramai dengan notifikasi dari orang-orang yang aktif menyukai dan memberikan komentar pada setiap postingannya. Banyak sekali pujian yang diberikan, seluruh penjuru mengatakan jika Nayyara sangat cantik dan berprestasi. Nyatanya, kemageran adalah ciri khas gadis itu.
Iseng, Nayyara mencari akun milik Liam. Apa pria datar dengan segudang kesibukan itu memiliki i********: seperti anak kekinian jaman sekarang?
Hanya dengan mengetikkan nama Liam, Nayyara sudah mendapatkan akun pria itu pada deretan orang paling atas, sesuai pengikut terbanyak. Mata Nayyara membelalak, ternyata pengikut Liam tak jauh beda dari miliknya--unggul Nayyara dua ribu pengikut. Liam berada di angka 198 ribu, sedangkan Nayyara 200 ribu pengikut.
Postingan Liam juga aktif, dia sering membagikan kegiatan sehari-hari dirinya. Tentu saja dengan segala macam pekerjaan, hampir segudang dalam setiap harinya.
Senyum Nayyara tercetak cantik, dia bergulir semakin ke bawah melihat foto-foto pria tampan bak seorang dewa tersebut. Foto candid, foto dengan rekan kerja, foto waktu berolahraga, dan sebagainya. Ya Tuhan, pria ini kenapa begitu panas dan menggoda?
Asik bermain di akun i********: Liam, Nayyara akhirnya memutuskan mengikutinya. Nanti Nayyara akan mengirimkan pesan meminta ikuti balik dari pria itu. Berbicara soal kiriman pesan, Nayyara jadi teringat sesuatu.
Pesannya kemarin, apa sudah dibaca oleh Liam? Kenapa Nayyara belum juga mendapatkan balasan?
Cepat-cepat Nayyara berpindah haluan, mencari kontak Liam pada aplikasi hijaunya.
"a***y!" umpat Nayyara kesal, tangan yang terkepal dia pukulkan pada meja bar. "Liam resek banget!" lanjutnya memaki setelah melihat jika lima pesannya hanya dibaca, apa sesulit itu mengetikkan balasan? Ck! Pria ini menguji kesabarannya saja.
Nayyara dengan bibir maju ke depan kembali memutuskan mengirimkan pesan kepada Liam. Dia melakukan selfie dengan gaya bibir di kerucutkan, gemas kelihatannya.
Nayyara: (Kirim gambar). Resek banget Bapak, chat aku kok nggak di balas? Lupa cara pencet keyboard atau gimana, Pak?
Nayyara: Untung aku sabar, Pak. Coba enggak udah aku pukul kepalanya.
Nayyara: Sekarang balas atau aku akan meneror Bapak. Balas, balas, balas! Aku memaksa dua kali lipat hari ini.
Nayyara: (Kirim gambar).
Terakhir, Nayyara mengirimkan foto selfienya dengan ekspresi wajah penuh iba. Gadis itu benar-benar nekat, tidak tahu malu sama sekali.
"Kalau sampai nggak dibalas juga, pokoknya gue harus dapat alamatnya! Jangan panggil gue Nayyara kalau nggak bisa dapetin apa yang gue mau!" gerutu gadis ceriwis itu sambil memonyongkan bibirnya. Tangan terkepalnya masih saja memukul-mukul pelan meja bar milik Shaleta.
"Taraaa! Dua mie campur dua telur udah siap. Hajar gih!" Shaleta meletakkan semangkuk makanan sesuai permintaan Nayyara tadi.
Untung Shaleta membuatkannya makanan, kebetulan Nayyara sedang lapar dan jengkel. Jangankan untuk menghabiskan dua mie campur dua telur ini, mangkul serta sumpitnya bisa Nayyara telan dalam sekejap mata. Sadis!
"Pelan-pelan makannya, Nayya!" Shaleta memekik kaget melihat suapan Nayyara yang memenuhi mulut. Takutnya jika gadis itu akan tersedak, bahaya.
"Gue lagi ngambek. Maunya sama ini mangkuknya gue telan!" balas Nayyara ketus.
"Ya sudah, telan sama mangkuknya juga biar besok tidur bawah tanah lo!"
Nayyara mendengkus. "Liam nyebelin! Gue mau sentil ginjalnya, mau gue tabok bolak-balik pipinya. Geram banget gue, Sha!"
Shaleta memutar bola matanya malas. "Kenapa lagi sama Om-om satu itu? Salah apa lagi dia sama lo jadi sampai bikin marah begini?"
"Dia cuman read pesan gue. Benci!"
"Ya elah! Gue pikir apaan. Cuman pesan doang, nanti bisa lo kirim pesan lagi, siapa tau sekarang dia lagi sibuk banget, kerjaan dia segunung. Untung dibaca, daripada nggak sama sekali. Mending yang mana menurut lo?"
Nayyara mendesis. Benar juga sih kalau di pikir-pikir. Untung Liam mau meluangkan waktu membaca pesannya. "Tapi tetep aja ngeselin. Jengkel sampai ke paru-paru gue!" Gadis itu membela dirinya. Menurut Nayyara, tidak salah dia marah begini. Apa susahnya sih membalas, meski dengan kalimat singkat sekali pun? Setidaknya Nayyara merasa pesannya dihargai.
Namun apalah daya, Liam memang nol persen kepekaan terhadap Nayyara.
"Makan yang bener dulu, baru ngomel. Ngeselek nanti baru mengaduh lo sama gue."
"Iya, iya! Ini juga udah berusaha makan yang bener. Lo ngapa ngomelin gue juga sih? Heran." Nayyara masih mencerocos meski dirinya salah, Shaleta niat baik memberi tahu. Nayyara, Nayyara!
Shaleta mengelus d**a. "Untung stok sabar gue banyak, Nay. Ngadepin lo ini juga butuh kesabaran extra. Lo tau?"
Nayyara mengangkat kepala, kunyahannya terhenti seketika. "Masa?"
"Cih! Dasar nggak sadar diri."
Nayyara mencibir, kembali memakan mienya dengan lahap. Jika Andara tahu Nayyara makan mie sebanyak ini perharinya, pria itu akan marah. Andara selalu menasehati jika Nayyara tidak boleh terlalu sering memakan mie, nanti sakit perut.
Tapi sayangnya, Nayyara sangat keras kepala. Tidak bisa makan mie di rumahnya, maka gadis pecicilan itu akan lari ke rumah Shaleta--meminta untuk dibuatkan. Gadis itu pasti mengatakan pada Bibi Jiah jika hal itu rahasia, jangan sampai Ayahnya tahu Nayyara memakan mie diam-diam di rumah Shaleta.
Karena Bibi Jiah sangat mengerti bagaimana seorang Nayyara, maka wanita itu hanya menganggukkan kepala mengerti. Sesekali juga kadang Bibi Jiah menasehati, meski nyatanya tidak didengarkan. Nayyara masih bersikap semaunya sendiri.
Hadeh, bikin migren!
***
Kalian jangan lupa mampir ke cerita aku yang judulnya "Pactum (Perjanjian)" yaaa. Bantu tap love dan komen juga. Makasiii ....
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia karyaku. Semoga "Kisah Cinta Nayyara dan Liam" tak kalah seru dengan cerita lainnya. Akan aku usahakan membuat cerita sebagus mungkin, untuk memuaskan kalian semua. Love!
Maaf jika terdapat kesalahan kata dalam setiap penulisanku.
Jangan lupa tap love untuk menyimpan cerita ini di library dan tinggalkan komen untuk memberikan semangat.
Hehehe ....
Satu komen dan love dari kalian, berharga sekali. Terima kasih banyak. Muachhh!
Salam manis,
Novi.