Mereka berdua turun dari kamar untuk mengantarkan Elena ke tempat les berenang. Argi yang terlebih dahulu turun dan menggendong Elena ke ruang tamu untuk menunggu kedatangan Kinar yang sedang menyiapkan bekal untuk Elena nantinya. Kinar memang sangat pandai untuk hal itu. Bahkan Elena tidak pernah menolak untuk menyantap makanan yang telah dibuatkan oleh Kinar selama tampilannya begitu menarik. Di rumah itu memang ada asisten, tapi untuk makan Elena, maka yang memasak langsung adalah Kinar untuk membuat anak itu senang. Saat Argi begitu percaya pada perempuan itu. Sebab hanya Kinar yang mampu menjadi ibu yang baik untuk anaknya.
Ketika Argi sedang bermain bersama Elena di ruang tamu, "Pak, mau dibuatin apa? s**u, teh atau kopi? Dibawain ke tempat les Elena nanti,"
Pria itu menoleh kemudian menggendong Elena ke dapur. Sebelum ada orang yang datang, dia ingin menggoda Kinar yang wajahnya sangat cepat sekali merona ketika Argi ganggu.
"Hmmm, s**u aja deh Kinar," pinta Argi yang sedang menggendong buah hatinya yang sangat crewet dan tidak bisa sabar untuk keberangkatan mereka. Dia begitu senang ketika Argi mengatakan bahwa dia yang akan mengantarkan Kinar dan juga Elena ke tempat les nanti.
"Oke, s**u ya. Aku buatin sekarang,"
"Minum dari wadahnya langsung, Kinar. Enak banget kayaknya,"
Elena memiringkan kepalanya. "Papa mau minum s**u yang banyak?" kata Elena dengan begitu polosnya. Padahal yang dimaksud oleh Argi barusan adalah dari milik Kinar langsung. Namun, karena anaknya yang masih terlalu kecil dan juga Kinar tidak mau melihat Elena otaknya terkontaminasi dengan hal-hal m***m karena Argi yang mengajarkannya.
"Awas kalau sampai Elena jadi nggak bener. Kamu yang aku salahin, Gi,"
"Hmm, kalau kamu yang didik. Pasti nggak bakalan salah lagi, Kinar. Lagian aku nggak mungkin kan bilang kalau aku sedot punya kamu,"
raut wajah Kinar memerah dan langsung menarik hidung Argi karena kesal. "Awas aja kamu, nggak boleh lagi kalau gitu. Aku nggak mau kamu kayak gitu, Argi. Aku nggak mau kamu sampai buat isi otaknya Elena itu jadi rusak."
Argi mendekati Kinar yang tadi menjauhinya. "Elena nggak mau ditinggal sama kak Kinar kan?"
"Nggak mau, Papa. Nanti Elena kesepian, Pa,"
"Kalau kak Kinar jadi mamanya Elena gimana?"
"Argi," kata Kinar dengan begitu lembutnya. Dia mendekati pria itu dan menggelengkan kepalanya. "Jangan sampai Elena ngadu yang nggak-nggak, Argi. Aku nggak mau punya masalah sama Nyonya,"
"Elena juga nggak boleh bilang kakak lagi sama Kak Kinar. Harus bilang tante, oke!" Argi tak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Kinar barusan. Dia tidak mau jika Kinar menolak kenyataan itu. Argi yang terlalu sayang kepada Kinar dan tidak mungkin membiarkan perempuan itu pergi dari rumahnya dan meninggalkan mereka berdua.
Kesal karena tidak dihargai oleh Argi. Kinar kemudian memasukkan nasi goreng ke dalam tas Elena dan memilih untuk keluar dari dapur. "Kamu itu kalau nggak nyebelin bukan Argi namanya,"
"Kamu adalah perempuan yang paling aku sayangi, Kinar. Jadi nggak usah marah kalau aku goda kayak gitu. Calon Mama dari anak aku, buat Elena. Dan juga untuk anak berikutnya, nggak boleh nolak. Karena tidak ada opsi untuk tidak. Pilihannya hanya ada 'YA' satunya lagi 'MAU'... begitu sayang," kata Argi yang mengikuti ke mana Kinar pergi barusan.
Begitu mereka keluar dari rumah dan sekarang Elena berpindah ke gendongannya Kinar untuk duduk disamping Argi ketika sedang menyetir nantinya. Saat dia tersenyum waktu itu. Kinar juga yang tidak mau menanggapi ucapan gila Argi yang tadi. Dia justru mengabaikan ucapan gila Argi yang waktu itu memang sangat mengganggunya. Kinar menganggap bahwa ucapan Argi merupakan hanya candaan semata. Dia tidak mau membesarkan masalah jika Argi tidak benar-benar marah.
Tempat les Elena yang tidak terlalu jauh. Mereka akhirnya tiba dan tempat itu sudah ada beberapa anak yang ditemani oleh para ibunya. Argi melihat Kinar yang terlihat begitu ceria begitu disambut oleh ibu-ibu yang sedang menemani anaknya di sana.
"Itu papanya Elena ya?" tanya salah satu ibu-ibu yang ada di sana.
Kinar menganggukkan kepalanya lalu tersenyum, "Ya, Bu. Itu papanya Elena yang kali ini mau nemenin anaknya renang,"
"Hmm, Kinar. Kinar apa kamu nggak mau jadi Mama tirinya, Elena? Kan dia itu nggak punya Ibu,"
Mendengar ucapan sang Ibu tadi membuat Argi mendekati Kinar. "Kinar memang calon ibu tirinya, Elena kok Bu. Kalau pestanya nanti diadakan, pasti kok ibu dari teman-teman anak saya pasti akan sayang undang," kata Argi sambil tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya. "Ya kan sayang," ucap Argi kepada Elena yang sedang melongo karena jawaban Argi yang tadi.
"Tuhkan, kalau memang bukan. Nggak mungkin dong Elena di antar gini sama papanya," sindir ibu-ibu yang di sana.
Maka,Argi akan langsung membenarkan apa yang dikatakan oleh Ibu tadi. Argi akan mengatakan itu semua benar apa yang dikatakan oleh dirinya tadi mengenai dia yang serius mencintai Kinar dan juga menginginkan Kinar menjadi ibu sambung bagi Elena. Bukan Alisya yang mungkin saja di luar sana pergaulannya yang terlalu bebas. Sedangkan Kinar, dia adalah perempuan baik-baik yang sayang sekali segelnya disobek oleh Argi sendiri.
Menjadi seorang duda satu anak mungkin Argi berpikir bahwa tidak mungkin ada perawan yang akan meliriknya. Akan tetapi, jujur saja dia terkejut dengan pengakuan Kinar juga yang sayang kepada dirinya. Namun takut oleh ancaman yang dilontarkan oleh mamanya Argi.
Elena turun dari gendongan Argi ketika pelatih renangnya datang. Argi sengaja mengikutkan Elena diberbagai kegiatan agar anaknya tidak bosan di rumah. Elena juga yang aktif untuk bermain piano dan juga latihan balet, waktu itu juga mamanya pernah melarang agar Elena tidak terlalu sibuk. Tapi, Elena justru memilih apa yang dia inginkan sendiri tanpa adanya paksaan. Hingga kali ini dia tersenyum melihat anaknya sudah berganti pakaian dengan setelan renangnya dan terlihat begitu lucu.
Mereka berdua memilih tempat mengawasi yang berbeda dari ibu-ibu yang tadi. Argi juga ingin menghabiskan waktu bersama dengan Kinar.
Sementara Elena di sana sedang berlatih. Argi langsung menggenggam tangan Kinar. "Mama, lihat Elena bisa renang," panggil Elena.
Argi dan Kinar menoleh ke arah anak kecil yang hendak melompat. "Elena manggil kamu Mama lagi?"
Kinar mengangguk, "Dia tetap panggil aku mama kalau aku lagi di luar sama dia. Katanya biar sama kayak teman-temannya. Elena sering bilang kenapa nggak boleh manggil aku Mama? tapi aku biarin aja dia manggil kayak gitu,"
"Kamu cerita ke orang-orang tadi kalau Elena nggak punya Mama?"
"Elena yang cerita sendiri kalau Mamanya ada di surga,"
Argi mengerti bahwa ucapan itu adalah yang diajarkan oleh Kinar waktu itu bahwa mamanya Elena memang ada di surga. Jadi, perempuan itu terima dirinya dipanggil mama oleh Elena karena dia juga tidak keberatan sama sekali.
"Kinar, kamu sayang sama Elena?"
Kinar tersenyum dengan pandangan yang tetap lurus ke depan. "Aku selalu sayang sama dia, Gi. Sekalipun dia nggak lahir dari rahim aku, tapi dia yang manja, dia yang menggemaskan. Dia juga yang banyak tanya, itu kadang buat aku sedih kalau dia nggak nemu jawabannya. Kadang dia keceplosan juga kan manggil aku Mama di depan kamu? Ini bukan pertama kalinya kamu dengar dia ngomong gini. Tapi waktu itu aku yang bilang kalau dia nggak boleh panggil aku Mama,"
"Kalau aku yang minta dia nggak masalah panggil kamu kayak gitu lagi gimana? kenapa juga kamu keberatan waktu Elena manggil kamu Mama waktu di dekat aku?"
"Karena Elena itu anak kamu, Gi. Elena itu adalah anak yang paling kamu sayangi. Kalau sampai aku ngajarin yang nggak-nggak, kamu pasti marah. Apalagi modus banget kan kalau aku ngajarin dia dan bilang, Mama? Aku nggak mau kalau sampai elena itu sedih karena kamu larang nanti,"
Argi menggenggam tangan Kinar semakin erat. "Nggak masalah lagi kalau sekarang dia manggil kamu kayak gitu. Aku nggak bakalan pernah keberatan, Kinar. Aku justru senang,"
"Gimana sama Nyonya?"
"Urusan aku, yang penting kamu harus tetap pura-pura selama aku berjuang. Aku nggak mau kehilangan kamu. Sama kayak Elena yang nggak mau kalau kamu pergi,"
ketika melihat Elena berlari menuju mereka. Anak itu sempat melihat tangan mereka yang menyatu satu sama lain kemudian menyeringai memperlihatkan barisan gigi susunya.
"Kenapa anak papa senyum-senyum sendiri kayak gitu?"
Elena tersenyum, "Papa pegang tangannya kak... eh tante Kinar,"
Argi kemudian melepaskan tautan tangannya dengan Kinar kemudian mengambil handuk lalu memakaikannya untuk Elena. "Nggak apa-apa manggil kak Kinar dengan sebutan Mama. Tapi di rumah aja, ya! Kalau di rumah nenek, Elena nggak boleh panggil gitu,"
"Argi, Elena mana ngerti sih,"
"Yang penting kita ajarin dulu,"
"Terserah kamu, Gi,"
"Memangnya boleh, Pa?" tanya Elena ketika Argi sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
"Boleh banget. Karena Kak Kinar bakalan jadi Mamanya Elena,"
"Gi, jangan ngomong gitu sama Elena, bisa nggak? Aku nggak mau dia kecewa,"
"Justru aku yang takut kecewa karena kamu, Kinar. takut kalau kamu pergi suatu saat nanti,"
Perempuan itu menggelengkan kepalanya karena dia memang ingin tetap berada di sana. Tapi mengingat bahwa kontraknya yang sebentar lagi habis, maka dia harus tetap bersabar apa pun keputusan Argi nantinya.
"Tetaplah di sini denganku. Mari kita berjuang bersama, Kinar. Apa pun yang terjadi. Kamu jangan pernah berpikiran untuk pergi dariku!"