DELAPAN

2169 Kata
Masih kesal dengan perbuatan Kinar yang semalam untuk kesekian kalinya. Argi bahkan tidak mau menyapa perempuan itu lagi karena tidak bisa menahan diri lagi setelah mereka bercinta. Setiap kali berpapasan dengan Kinar pasti dia merasakan kesal yang luar biasa. Apalagi perbuatan Kinar yang waktu itu mencoba untuk membangunkan singa yang sedang lapar. Juniornya, ah rasanya dia ingin menyiksa Kinar lagi seperti malam itu hingga Kinar jatuh sakit karena kelelahan melayani nafsunya. Argi bukan pria b******k yang diluar sana menghabiskan waktunya dengan perempuan lain untuk bisa menarik daya tariknya terhadap kebutuhan seksual. Argi masih normal, dia memang butuh kepuasan. Tapi tidak bisa melakukan hal lebih lagi, apalagi semisal dia pergi ke sebuah tempat untuk mencari wanita yang bersedia membuatnya mendesah dan mengerang dengan sangat hebat. Sekalipun di luar sana banyak yang pengalaman dan jauh lebih liar lagi dibandingakn dengan Kinar yang hanya bisa berdiam diri ketika dia sentuh. Tapi ketika Kinar menangis saat pelepasan Argi waktu itulah yang membuat Argi ketagihan dan rindu terhadap tubuh itu. "Papa, hari ini Elena mau les renang," jelas Elena yang sedang memasang sepatunya ditangga. Anak itu memang mandiri untuk hal sekecil itu. Elena menggemaskan, Elena juga sangat cantik dan mewarisi sebagian wajahnya. Argi yang sedang menyesapi kopinya menoleh ke arah anaknya dan meletakkan cangkir dari keramik itu diatas meja. "Papa yang antar?" "Papa nggak kerja?" "Kan sekalian berangkat kerja sayang," "Ya, Pa," Elena berlari dan menghampirinya lalu memeluknya. "Papa kapan temenin Elena main?" Argi mengernyitkan dahinya. "Kenapa sayang? Papa bukannya selalu temenin Elena?" "Jalan-jalan, Pa. Ke Bali," Argi tersenyum dan mengangkat Elena ke pangkuannya. "Bali? Siapa yang ngajarin Elena ngomong gini?" "Nenek. Kata Nenek Elene nanti main di pantai. Terus ajakin tante Alisya katanya," Argi paham bahwa mamanya memang berniat mendekatkannya dengan Alisya. Tapi mamanya tentu saja sajalah. Argi tidak akan pernah mau untuk dekat dengan perempuan itu karena dia sudah merasakan kenyamanan pada Kinar. Si perempuan sialan yang seringkali membuat Argi solo di kamar mandi dan menyia-nyiakan benihnya begitu saja. Kinar datang membawakan sarapan roti panggang dan juga s**u hangat cokelat kepada Argi dan juga Elena di meja makan. Perempuan itu tampak begitu cantik, apalagi dengan leher yang begitu putih dan menggoda. "Kak, kita mau diantar sama Papa katanya." Elena kemudian tersenyum dan menusuk roti yang sudah dipotong-potong oleh kinar kemudian dia mencelupkannya ke dalam cokelat yang ada di wadah kecil dekat dengan piring itu. "Papa juga mau nemenin nanti, ya, kan, Pa?" Padahal hari ini dia ingin bekerja. Tapi entah kenapa bocah kecil ini selalu terlihat menyedihkan jika Argi meninggalkannya untuk bekerja. Rasanya dia tidak sanggup untuk menolak jika Elena yang sudah meminta. Walaupun tadi dia menjelaskan bahwa dia akan pergi bekerja. Sayangnya si kecil justru mengatakan bahwa dia akan menemani anaknya itu nanti ke tempat les berenang.  Maka mau tidak mau dia harus menemani anaknya untuk pergi les berenang dan mengganti setelah kerjanya dengan kaos biasa dan celana pendek yang selalu dia gunakan ketika sedang bersantai. Ketika Argi masih memangku anaknya yang sedang sarapan itu, tercium bau apel di shampoo anaknya yang tercium sangat harum. Anaknya selalu dirawat dengan baik oleh Kinar. Maka, apa salah jika dia menginginkan Kinar untuk menjadi ibu anaknya, sekalipun itu adalah hal yang mungkin bagi sebagian orang adalah hal yang tidak wajar. Argi tidak peduli dengan penilaian orang lain mengenai hubungannya dengan Kinar. Dia hanya ingin membahagiakan dirinya sendiri dan juga anaknya. Tidak peduli entah orang menilai Kinar yang selalu mejadi patokan penghinaan itu. tidak jarang juga Kinar akan menjadi bahan hinaan beberapa perempuan yang pernah dekat dengan Argi. Tapi satupun tidak ada yang berhasil lebih dekat lagi setelah Argi menolak dan mengakui dirinya sebagai gay. "Pak, kerja aja sih untuk hari ini. biar saya yang bawa Elena ke tempat les," kata Kinar yang seolah ingin menghindar dari Argi hari itu. Sebagai seorang pria yang tidak mau melihat keluarga kecilnya berantakan. Termasuk melihat Elena kecewa dengan dia yang gagal mendapatkan hati Kinar. Dia akan berusaha mulai hari ini untuk mendekati perempuan yang sudah melewati cinta satu malam dengannya. Apalagi Kinar pernah mengatakan bahwa dia tidak ingin jika mereka dekat lagi. Namun, tidak mudah bagi Argi untuk melepaskan Kinar begitu saja. Pasalnya dia begitu sayang kepada Kinar dengan begitu tulus. Saat Kinar sakit, dia rela menunggunya. Apalagi ketika nenek Kinar yang sakit. Tidak jarang juga Argi pergi ke kampung menemani Kinar dan membiarkan perempuan itu untuk beberapa hari di sana dan langsung dibawanya kembali lagi. Beberapa kali dia juga sudah mengingatkan agar Kinar membawa neneknya ke rumah ini. tapi ditolak oleh sang nenek dengan alasan tidak mau memberatkan Kinar nanti dan biar dia fokus bekerja menjaga Elena. Padahal Elena juga dekat dengan neneknya Kinar. Tidak ada paksaan, tidak ada pula tekanan untuk Kinar dari Argi untuk membawa neneknya ke kota untuk dibawa lagi ke rumah Argi untuk tinggal bersama denga mereka bertiga. Argi juga ingin jika perempuan itu selalu di sisinya. Satu-satunya harapan Argi adalah benih yang ada di rahim Kinar suatu saat nanti bisa tumbuh di sana. Yang di mana itu adalah alasan kuat agar Kinar tidak memaksa pulang dan mengakhiri kontraknya begitu saja untuk pulang ke kampung halamannya. Sudah terlanjur juga dia menyayangi perempuan itu. maka Argi dengan sungguh-sungguh sayang kepada perempua itu dengan sangat tulus. Senyum simpul tercipta dari bibirnya ketika Kinar ikut sarapan di sana bersama dengan mereka. Asisten di rumah ini datang setelah Argi berangkat bekerja. Maka dari itu mereka hanya akan menyiapkan makan siang dan juga bersih-bersih nantinya. Tidak ada hal yang lebih dilakukan di sana. Kinar juga tidak selalu mempermasalahkan mengenai membuat sarapan itu. Selesai sarapan, "Elena, ranselnya mana?" "Di kamar," Kinar terlihat mengembuskan napas dengan kesal karena tadi dia sudah meminta agar Elena membawa ranselnya turun. Tapi tidak di bawa ke bawah juga. Kinar beranjak dari tempat duduknya selesai sarapan. "Elena, kan hari ini mau ditemani les renang. Papa mau ganti dulu ya! Nggak mungin dong kalau papa ke tempat les Elena pakai setelan kerja kayak gini," "Elena tunggu di mobil, Pa?" Argi menggelengkan kepalanya. "Tunggu di sini aja, Nak. Papa mau ganti sebentar aja kok kak Kinar juga mau ambil ranselnya Elena kan," kata Argi sambil melihat Kinar sedang berjalan dengan santai di tangga. Argi mencoba untuk mengejar dan langsung merangul perempuan itu. "Mau ke kamar kan? Ayo bareng," Tatapan Kinar seolah ingin membunuhnya. Tatapan itu memang mengertikan, tapi begitu Kinar masuk ke dalam kamar, Argi juga ikut ke kamar kemudian mengunci pintu kamar Kinar yang di mana tempat itu sering dijadikan tempat anaknya dan perempuan ini tidur. "Pak, kaluar deh!" Argi bukannya keluar, tapi dia justru menghampiri Kinar yang ada di dekat meja rias perempuan itu. "Kinar, kamu nggak berhenti-berhentinya usil sama saya ya," Perempuan itu menghela napas panjang. "Kenapa sih, Pak?" "Kinar, kamu nggak ada perasaan apa pun sama saya?" Kinar menatap Argi kemudian hendak pergi. Tapi pria itu menarik tangan Kinar dan langsung mendorong Kinar ke belakang pintu dan mengunci tangan perempuan itu di pintu hingga menempel di sana. "Bapak kenapa, sih?" "Kinar, lihat saya!" Pria itu tersenyum begitu matanya dan mata Kinar bertemu. "Kinar, mengenai ucapan saya yang waktu itu. demi apa pun, saya serius mau menikahi kamu," Kinar terdiam dan tersenyum. "Bagaimana kalau Nyonya marah?" "Tapi kamu ada perasaan sama saya?" Kinar mengangguk pelan. "Kamu takut sama, Mama?" Kinar mengangguk lagi untuk kedua kalinya. "Nyonya bilang kalau Bapak bakalan nikah sama Alisya," terdengar napas itu begitu berat. Apakah Kinar merasa sangat sedih sebab kesuciannya direnggut oleh Argi karena obat perangsang dan juga perasaan cinta Argi yang tidak bisa dibohongi mengenai dia yang memang sangat mencintai Kinar sudah sejak lama. Hatinya baru dia sadari ketika dia melihat Kinar tidur bersamanya. "Ki, kamu benar takut sama, Mama?" "Lagian kontrak saya mau habis sebentar lagi, Pak," "Kinar, saya nggak suka kalau kamu bahas kontrak dan sebagainya. Karena saya nggak mau kalau kamu pergi dari sini. Saya nggak mau juga kalau kamu nggak mau rawat Elena. Saya yang butuhin kamu," "Untuk apa? Karena kita pernah berhubungan badan?" Argi memejamkan matanya, "Bukan itu," ucapnya lirih seketika saat dia membuka mata. Kinar meneteskan air mata. Ini adalah pertama kali dia melihat perempuan ini sangat lemah. Ketika dia melihat Kinar menangis itu karena neneknya yang masuk rumah sakit. Bukan karena dirinya.  "Andai saya bisa menuntut, apa perawan itu bisa kembali lagi? Nggak kan. Maka dari itu saya cuman bisa begini. Anggap kita nggak pernah ngelakuinnya. Ingat kalau Bapak sebentar lagi mau nikah!" "Sekarang kamu bilang kalau kamu mau dinikahi. Saya bakalan nikahi kamu Kinar! Kamu pikir saya bercanda dengan ucapan saya yang waktu itu ingin menikahi kamu karena saya memang serius mau nikahi kamu dan jadikan kamu sebagai ibu dari anak saya. Apa saya salah bicara seperti itu sama kamu? Masalah kamu perawan atau nggaknya, saya nggak lakukan itu atas dasar nafsu semata, Kinar. Karena kamu sudah terlanjur kena obat perangsang. Tapi saya nggak berniat bermain dengan perasaan orang lain. Karena saya punya Elena. Saya bakalan nikahi kamu, ketika kamu sanggup untuk menjawab pertanyaan saya. Apakah kamu mau atau tidak," kata Argi yang kemudian melepaskan tangan Kinar dan menarik tangan perempuan itu agar Kinar menjauh dari pintu dan hendak membuka kunci pintu. Tapi tangannya ditarik oleh Kinar. "Kalau aku jawab iya?" Langkah Argi terhenti begitu dia mendegar jawaban itu keluar dari mulut Kinar langsung tanpa dia paksa untuk mengatakannya. "Ulangi, Kinar!" "Ya, saya mau menikah dengan Bapak. Asal orang tua Bapak setuju juga," "Setuju atau nggaknya mereka. Maka saya akan tetap nikahi kamu, Ki. Saya nggak mau buang kamu gitu aja," Argi tahu bahwa Kinar tidak punya orang tua dan tinggal bersama dengan sang nenek. Sedangkan neneknya di kampung tinggal dengan paman Kinar. Tapi bukan paman kandung. Argi tetap memberikan uang kepada mereka agar kebutuhan mereka semua terpenuhi. "Ki, kamu serius dengan apa yang kamu katakan barusan itu kepada saya?" Perempuan itu mengangguk dengan sangat cepat dan menyeka air matanya. Argi melangkah menyambar Kinar dan mencium bibir tipis yang seksi dengan lipstik warna oranye yang membuat Kinar terlihat jauh lebih cantik dibandingkan dengan biasanya. Ya, perempuan ini memang pandai berdandan. Tapi tidak menor seperti Alisya. Dia tahu kapan harus berdandan berlebihan dan untuk berdandan seperti biasa. Ciuman Argi semakin dalam dan hingga akhirnya dia turun untuk mencium leher Kinar memberikan tanda merah di sana agar rambut Kinar jangan diikat satu. Agar Kinar membiarkan rambutnya terurai karena terlihat lebih cantik. "Argi, kamu b******k," "Ulangi sekali lagi sayang! Kamu bilang apa?" "Kamu ninggalin bekas kan di leher aku?" Arti tersenyum karena Kinar tidak memakai embel-embel bapak lagi dan justru pakai aku kamu ketika bicara. "Kinar, tapi satu hal. Kamu tahu kan kalau saya itu orang yang punya nafsu gede. Dalam artian, setiap kali saya lihat kamu. Junior saya bisa bangun. Karena kamu waktu itu yang udah bangunin," Kinar terdiam sejenak. Kemudian dia menggeleng pelan. "Nggak mau lagi," "Kenapa?" "Sakit, nggak bisa jalan. Capek, belum lagi perih waktu gituan," "Tapi kamu nggak kasihan lihat saya harus keluarinnya di kamar mandi. Kayak waktu itu. beberapa hari juga saya selalu nyiksa diri di kamar mandi karena kamu sengaja banget nongol di depan saya," Kinar memutar bole matanya. "Kita tinggal dengan kamar yang terpisah beberapa meter lho ya, jadi nggak mungkin aku tuh tinggal di bawah," "Kalau kita sekamar?" "Ogah," "Kenapa? Kan kita udah pacaran," "Nggak mau digituin lagi," "Kinar. Karena kamu udah terlanjur jadi milik saya," "Takut hamil," Kinar menundukkan kepalanya. "Pakai pengaman ya!" Argi menyeringai ketika Kinar sendiri yang mengatakan hal seperti itu. "Kita nikah dulu. Saling menikmati, bulan madu. Terus nunda anak, nggak mungkin dong kalau kamu begitu nikah. Malah hamil, nggak lucu tahu nggak. Aku belum puas siksa kamu," ia menyeringai dengan mengelus pipi Kinar. "Aku serius Kinar. Kita bakalan nikah dengan segera," "Jangan begitun lagi ya?" "Kinar, mungkin saya sadar kalau saya sayang sama kamu sejak Elena usia satu tahun. Dan itu terjadi tiga tahun yang lalu. Tapi kamu nggak pernah lihat saya sebagai pria lawan jenis kamu," "Kok pakai saya lagi? Tadi kan pakai aku?" "Kasih saya jawaban yang pasti. Kalau kamu jawab ya. Maka saya akan berjuang untuk nikahin kamu," "bukan karena kita pernah begituan?" "Karena saya sudah sayang sama kamu sejak lama. Tapi Mama selalu memaksa saya untuk nyari perempuan lain. Di saat saya yakin. Tapi kamu abaikan saya, kamu pikir ini cuman sekali apa saya berakhir di kamar mandi? Udah sering, Ki. Bahkan saya selalu bayangin kamu," "Karena kamu itu m***m, Gi," "Ki, karena saya ini duda. Apa kamu nggak kasihan kalau saya selalu berakhir di kamar mandi?" "Pakai pengaman!" "Sama kamu? Emang boleh?" Kinar menggeleng cepat. "Nggak," "Saya kan bilang kalau saya pakai pengaman," "Nggak, Gi. Nggak mau." Jelas Kinar yang kemudian membuat Argi mencium Kinar dan memperdalam ciumannya hingga terus semakin dalam dan terdengar suara erangan dari Kinar saat Argi mengelus punggung Kinar dan membuka kaitan bra Kinar. "Ki, boleh? Aku janji ngak bakalan lebih lagi dari ini," Kinar kemudian menganggukkan kepalanya saat Argi dengan cepat mengangkat kaus yang digunakan Kinar dan juga mengangkat Bra yang digunakan oleh Kinar dan memainkan milik Kinar dengan lidahnya. Argi meninggalkan beberapa tanda ketika dia menghisapnya yang kemudian meninggalkan tanda merah dengan cepat di sana. Saat itu juga Kinar langsung melihat Argi seperti bayi yang kehausan saat menikmati dadanya. "Ki, boleh kan?" Kinar menggeleng ketika dia merasakan sudah sangat basah di bawah sana. "Papa, ayo cepetan!" Kinar dan Argi tersadar jika mereka harus mengantarkan Elena ke tempat les. "Kalau begitu, aku ke kamar dulu buat ganti." Kata Argi berpamitan. Kinar juga dipastikan akan mengganti celana dalamnya yang sudah sangat basah itu karena perbuatan Argi barusan. "Papa sama Kak Kinar ngapain?" "Nggak ada sayang. Bentar ya, Papa mau ganti baju dulu. Tadi lagi ngobrol sama kak Kinar," Anak kecil itu kemudian memeluk Kinar yang berdiri di ambang pintu sedangkan Argi menuju ke kamarnya mengganti pakaian. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN