Setelah mendengarkan penjelasan Dokter yang mengatakan bahwa pria asing itu mengalami trauma otak yang membuatnya hilang ingatan sementara, Keyna masuk ke dalam kamar dan melihat sosok itu sedang duduk dengan tatapan kosong. Setelah berhasil membawa tubuhnya ke rumah Nic dan membersihkannya, penampilan pria itu kini terlihat lebih baik. Meski tetap saja, dia terlihat masih pucat.
“Calvert.”
Keyna memanggil sebuah nama yang sudah dia sepakati bersama dengan Nic dan Diane. Nama yang mulai sekarang akan dia gunakan untuk memanggil pria itu. Jahat. Keyna akui dia jahat karena memanfaatkan lelaki itu. Namun dia tidak memiliki pilihan lain.
Lelaki itu perlahan menoleh. Raut wajah bingungnya langsung terbaca oleh Keyna. “Kau sudah siuman?” Keyna ragu-ragu duduk di dekatnya.
“Siapa Calvert?” lelaki itu bertanya dengan lugu.
Keyna menelan saliva. Lidahnya terasa begitu kelu untuk mengatakan kebohongan. Bagaimana pun, dia merasa tidak enak harus membodohi pria tersebut. “Kau,” kata Keyna. Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Berakting senatural mungkin. Untuk keberhasilan rencananya, dia harus mengenyahkan keragu-raguan yang dia rasa. “Kau adalah Calvert Ethelwyn, dan aku Keyna. Kita sudah bertunangan.”
Lelaki yang mulai kini akan dipanggil Calvert itu mengerutkan kening. “Bertunangan? Benarkah?”
Keyna mengangguk. Pelan-pelan menyentuh tangan Calvert dan meremasnya lembut. Dalam hati berkata maaf ribuan kali. “Ya. Kau benar-benar tidak ingat apa pun, Cal?” Keyna memasang tatapan sendu. Meyakinkan Calvert bahwa dirinya berduka atas apa yang menimpa lelaki itu.
Calvert menggeleng, tampak frustrasi tidak mengingat apa pun. “Kenapa aku tidak bisa ingat apa pun? Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Kau tidak ingat bahwa kita akan menikah hari ini?” Keyna bertanya serius. Tatapannya intens, berusaha meyakinkan lelaki di depannya. Oh, dia tidak tahu bisa berbohong semulus ini. Padahal sebelumnya, Keyna tidak bisa berdusta. Dan berpura-pura menjadi pasangan? Keyna bahkan lupa kapan terakhir kali dirinya berkencan!
“Kita berencana kawin lari,” pungkas Keyna lagi. “Kau anak sebatang kara dengan ekonomi yang pas-pasan. Orang tuaku menentang hubungan kita. Bahkan setelah ayahku meninggal pun, ibu tiriku masih berusaha menghalangi hubungan kita. Kau tahu, saat kau terburu-buru datang untuk menjemputku, kau mengalami kecelakaan.”
Calvert memusatkan atensi pada Keyna. Tampaknya, cerita yang dia sampaikan berhasil membuat Calvert terinterupsi.
“Saat ini, kita sedang berada di rumah sepupuku. Aku pernah mengenalkannya padamu, tetapi belum sempat membawamu bertemu dengannya langsung.” Keyna menggenggam tangan Calvert agak erat. “Kita akan tetap melangsungkan pernikahan setelah kau mulai membaik. Tapi untuk sementara, kita akan bersembunyi di sini.”
Alih-alih merespons positif, Calvert tiba-tiba melepaskan tangannya dari genggaman Keyna. Tentu, Keyna seketika cemas. Takut jika ternyata lelaki itu tidak mempercayainya, atau justru, ingatannya kembali secepat itu?
“Tidak, Key …,” ragu-ragu lelaki itu memanggil nama Keyna. Membuat Keyna takut jika dia menyadari bahwa dia tidak terbiasa menyebut namanya. Bukankah orang pernah bilang, saat seseorang kehilangan ingatan, hanya ingatannya yang lupa, tetapi tubuhnya tidak. Mereka akan tetap melakukan apa yang biasa mereka lakukan.
“Calvert.”
“Apa aku memang sepengecut itu sampai ingin membawamu kawin lari?” pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan Calvert seketika membuat Keyna tertegun. Melirik sejenak pada Nic dan Diane yang masuk beberapa saat lalu. “Seharusnya, aku menikahimu dengan cara baik-baik, bukan? Seharusnya, sekuat tenaga aku mendapatkan restu mereka.”
Keyna menarik napas panjang. Berusaha menjawab dengan rasional setelah berpikir beberapa saat. “Kau hanya lupa bagaimana ibu tiriku, Cal. Dia bukan seseorang yang bisa kau ajak diskusi baik-baik. Dia hanya wanita licik yang terus-terusan berusaha menjatuhkan aku. Bahkan sekarang, setelah ayahku meninggal, dia semakin terang-terangan ingin merebut semuanya. Dia hanya wanita penggila harta, yang culas, dan tidak berperasaan.”
Keyna tidak berbohong atas apa yang dia sampaikan mengenai Joyce. Dulu, dia berusaha berpikir positif, bahwa tidak semua ibu tiri sejahat ibu tiri Cinderella. Namun begitu mengalami sendiri bagaimana menyakitkannya menyaksikan rumah tangga orang tua yang hancur karena seorang wanita seperti Joyce, lalu merasakan sendiri bagaimana rasanya memiliki ibu tiri, Keyna tidak bisa lagi berusaha memikirkan hal-hal baik mengenainya. Bukan sekali dua kali dia diperlakukan buruk.
Ibu tiri dalam dongeng Cinderella nyata adanya. Bukan hanya terang-terangan membeda-bedakannya dengan Florencia dan Kenneth, wanita itu sering kali mengadukan keburukan Keyna pada ayahnya. Melebih-lebihkan sesuatu yang buruk pada Federic, sampai lelaki itu habis-habisan memarahi Keyna. Namun Keyna tidak seperti Cinderella yang selalu menerima diperlakukan demikian. Keyna adalah orang yang tidak segan menegakkan keadilan. Meski pada akhirnya dia semakin terluka, karena Sang Ayah benci dibantah. Dan semakin waktu berlalu, bahkan hingga kematiannya, rasa sakit dan kecewa atas ayahnya terus bertumbuh liar. Semua itu terjadi karena Joyce.
“Apa … seburuk itu?”
Calvert bertanya pelan. Keyna menatapnya. Terlihat kilat prihatin terpancar dari sepasang mata birunya. Seketika Keyna terpaku. Jantungnya berdenyut menyaksikan tatapan itu. Tatapan yang dipenuhi oleh rasa khawatir.
Saat Keyna mengangguk menjawab pertanyaan Calvert, lelaki itu menarik tubuhnya dan melingkarkan tangan di punggung Keyna. Memberikan usapan lembut yang semakin membuat Keyna bergeming. Dadanya semakin bergemuruh, sampai tak terasa, air matanya jatuh begitu saja, entah karena apa.
Mungkin, karena pertama kalinya seseorang memeluknya lagi. Mungkin, pertama kalinya seseorang mengkhawatirkannya sebesar ini. Atau mungkin, sudah sejak lama Keyna membutuhkan seseorang tempatnya bisa meletakkan beban yang selama ini dia tanggung sendiri.
“Aku akan menikahimu. Aku tidak akan membiarkanmu menderita lagi,” gumam Calvert. Meski terasa ragu, tetapi kecupan lelaki itu di puncak rambutnya begitu tulus. Keyna bahkan bisa merasakannya dengan pasti. “Maaf, seharusnya aku tidak membiarkanmu menderita begitu lama.”
Keyna tergugu. Entah kenapa, dadanya terasa sangat sakit dan lega di saat yang sama. Ucapan pria itu berhasil membuat Keyna merasa bahwa dia sangat dicintai, merasa begitu berharga, merasa begitu dilindungi. Bukankah selama ini Keyna membutuhkan semua hal itu? Hanya saja, dia tidak pernah menyadarinya.
Bahkan Nic dan Diane terpana menyaksikan pemandangan tersebut. Keyna tidak pernah menangis. Gadis itu selalu bersikap tangguh dan bersikap seolah bisa melakukan semuanya sendirian. Keyna selalu mengatakan dia baik-baik saja, dia melalui semuanya dengan baik, dia bisa melawan semuanya sendirian. Gadis itu tidak pernah mengulurkan tangan untuk meminta bantuan siapa pun. Alih-alih meminta bantuan, Keyna justru selalu berlagak bisa membantu orang lain. Namun sekarang, gadis itu menangis di pelukan pria asing yang baru dia temui. Gadis itu … menunjukkan dirinya yang sebenarnya.
[]