Gaun putih dengan potongan sederhana membungkus tubuh Keyna. Rambut sepunggungnya disanggul tinggi dengan mahkota kecil dan kain transparan yang memiliki warna senada dengan gaunnya. Senyum semringah berusaha gadis itu hadirkan. Tidak ingin Calvert mencurigai apa pun mengenai tujuan di balik penyatuan mereka saat ini.
Sementara, di samping Keyna, Calvert berdiri dengan gagah. Tubuh kekarnya terbungkus oleh tuxedo putih yang menawan. Meski tampak masih pucat, tetapi ketampanan dan pesona lelaki tersebut tetap terpancar. Kata Diane, dia yakin bahwa di kehidupan sebelumnya, Calvert bukan orang biasa. Dia memiliki aura yang kuat dan memikat. Dapat dipastikan dia adalah rebutan para wanita cantik berkat parasnya itu.
Di dalam gereja tersebut, keduanya mengikrarkan janji suci. Hanya ada mereka berdua, Diane, Nic, dan pengacara keluarga. Tanpa pesta. Tanpa undangan.
Pengucapan janji suci terjadi begitu saja. Bagai mimpi di kala tidur lelap. Bahkan, Keyna tidak menyadari saat Calvert mengikis jarak di antara mereka dan mendaratkan ciuman di bibirnya. Begitu hangat, begitu lembut, dan begitu manis, bagai ciuman pertama seorang Pangeran untuk Putri-nya.
"Selamat, ya. Akhirnya, sekarang kalian berdua sudah sah menjadi suami dan istri."
Penuh haru, Diane memeluk Keyna. Meski tahu bahwa pernikahan ini tersisipi kebohongan, tetapi bahagia yang Diane berikan adalah kejujuran. Dia ikut bahagia Keyna akhirnya bisa keluar dari masalah warisannya. Serta keluar dari ketakutannya dalam hal pernikahan. Kendati begitu, dia berharap bahwa Calvert adalah pria baik yang akan menerima sepupunya tersebut sesuai dengan janji pernikahan mereka barusan.
"Terima kasih, Diane. Kau banyak membantuku dalam banyak hal," gumam Keyna. Melerai pelukan dan menatap wajah Diane dengan mata berkaca-kaca. Rasanya, keintiman pernikahan ini membawa suasana haru bagi semua orang.
Nic menjabat tangan Calvert. "Jaga sepupuku dengan baik. Jangan biarkan dia terluka."
Dengan seulas senyum tipis, Calvert mengangguk. "Tentu. Meski aku tidak tahu bisa membahagiakannya setiap waktu atau tidak, tetapi aku berjanji tidak akan dengan sengaja melukainya. Selain itu, aku hanya memiliki dia di dunia ini. Bagaimana bisa aku melakukan hal yang berpotensi membuatku kehilangannya?"
Ucapan tersebut membuat Keyna tertegun seraya meliriknya. Lagi dan lagi, rasa bersalah membayangi Keyna. Dia benar-benar sudah menjebak lelaki itu ke dalam rencananya. Tidak tahu apa reaksinya suatu saat nanti jika mengetahui semua kebohongan yang telah dia ciptakan.
Begitu upacara pernikahan selesai, Calvert dan Keyna meninggalkan gereja. Saling bergandeng tangan layaknya penganti baru pada umumnya.
"Apa yang ingin kau lakukan sekarang?" tanya Calvert. Melirik pada pengantin wanitanya yang amat cantik dengan gaun putih yang masih membungkus tubuhnya.
"Mungkin, istirahat?" usul Keyna. Melirik Calvert dengan riang. "Aku lupa. Kau belum tahu bahwa kita sebelumnya sudah menyewa sebuah apartemen, bukan?"
"Benarkah?"
Keyna mengangguk. "Ya. Tempatnya tak jauh dari sini."
Keyna memberitahukan alamat apartemennya segera kepada sopir yang membawa mereka berdua. Membiarkan mobil membelah jalanan kota Manhattan yang selalu padat setiap harinya. Apalagi ini adalah akhir pekan.
***
Apartemen tersebut terletak di pinggiran kota. Sehingga suasana tidak seramai di lingkungan rumah Nic dan Diane, atau pun rumah Keyna terdahulu.
"Ini apartemen kita?" Calvert menatap bangunan apartemen yang terdiri dari lima lantai tersebut.
"Ya. Kita menabung selama beberapa waktu untuk bisa menyewa apartemen ini," pungkas Keyna. Lebih tepatnya, dia sendiri yang menabung sampai bisa membeli satu unit apartemen di sana. "Aku menginginkan suasana yang lebih tenang, agak jauh dari hiruk pikuk kota, tetapi juga tidak begitu jauh untuk pergi ke kantor. Jadi aku memilih area ini."
"Aku tidak mengira bahwa kita sudah sejauh itu," Calvert menggumam pelan. Menatap Keyna dengan tatapan sesal karena tidak bisa mengingat apa pun. Dia yakin, ada banyak hal yang dia lewatkan karena ingatannya yang hilang.
Tersenyum kecil, Keyna meraih tangan Calvert. Menggenggamnya dengan lembut. Waw! Keyna tidak menyangka bahwa aktingnya bisa sangat setotalitas ini.
"Ini semua bukan salahmu, Cal. Jadi berhentilah meminta maaf," gumam Keyna. Ucapannya berhasil membuat Calvert merasa lebih baik, tapi tidak dengan dirinya sendiri. Ketika Calvert menggenggam dan mengecup tangannya dengan tulus, hati Keyna menjadi tak karuan lagi.
Keyna membawa masuk Calvert semakin dalam. Melihat-lihat ruangan demi ruangan di apartemen tersebut. Sementara tangan Calvert tak sedetik pun lepas memeluk bahu Keyna, seolah takut jika melepaskannya sekejap saja, wanita itu akan hilang.
Sedangkan itu, tidak terpikirkan sebelumnya oleh Keyna, bahwa tempat beristirahat paling tenangnya kini harus dihuni oleh orang lain. Dan itu adalah Calvert, orang yang mendadak jadi suaminya. Bukankah ini amat di luar prediksinya?
"Uhm, Key. Kenapa tidak ada foto kita berdua?"
Keyna terkejut saat Calvert tiba-tiba saja bertanya demikian. Lebih terkejut sebab dia melupakan detail sepenting itu. Seharusnya, demi peran yang sempurna, dia sudah menyiapkan hal itu. Namun waktunya begitu cepat, sehingga Keyna menjadi ceroboh dan melupakan mengenai kedekatan mereka berdua dulu.
"Ah! Aku hanya belum memasangnya, Cal," dusta Keyna. "Foto-foto kita beserta albumnya masih berada di rumah lamaku. Kau lihat, di sini masih sangat kosong. Aku hanya baru mengisi beberapa barang yang memang diperlukan."
Syukurlah, Keyna memang tidak begitu suka memasang poster, lukisan, atau pun foto di dinding. Sehingga memang benar, di sana amat kosong, seolah memang apartemen tersebut baru ditempati. Selain itu, Keyna tidak menyukai ruangannya dihuni oleh banyak barang sehingga apartemennya terasa amat luas dan kosong.
Calvert mengangguk pelan, seolah tidak mencurigai apa pun. Buru-buru Keyna menggiring pria itu menuju ruang makan dan mempersilakannya duduk di sana. “Aku akan membuatkanmu makan siang. Duduklah!”
Keyna hendak berlalu dari hadapan pria itu, untuk berjalan menuju dapur yang sebenarnya masih satu ruangan dengan ruang makan dan hanya disekat oleh kitchen set berbentuk L. Namun gerakannya terhenti saat Calvert tiba-tiba saja menarik tangannya. Membuat Keyna refleks membalikkan tubuh sehingga menabrak kekarnya tubuh Calvert.
“C-Cal—” cicit Keyna. Sial, tiba-tiba saja dia merasa gugup tanpa alasan.
“Kau pasti lelah. Bisakah kita memesan makanan secara online saja?” Calvert tanya. Sementara jarak di antara mereka masih setipis itu, sampai Keyna bisa merasakan hangat tubuh lelaki tersebut dengan jelas. Tentu saja hal itu membuat Keyna semakin tak karuan.
Buru-buru wanita itu mundur beberapa langkah seraya menetralkan detak jantungnya yang tiba-tiba saja berdegup abnormal. “Ya, tentu saja,” pungkasnya setelah beberapa saat. Kemudian mengambil tasnya dan membuat pesanan online seperti yang Calvert katakan.
Lama, Keyna sengaja mengulur waktu. Perempuan itu benar-benar merasa tidak nyaman sekarang. Setelah kejadian beberapa waktu lalu, kini dia menyadari beberapa hal; dirinya dan Calvert hanya berdua di ruangan itu, dan mereka … sudah menikah. Lantas, apa yang akan terjadi selanjutnya? Memikirkannya saja membuat Keyna gila.
[]