Bab 22. Cinta Gila

1027 Kata
Sentuhan Rose membuat Samantha menyerah. Dia pun menarik tangan Rose, membalikkan posisi tidur wanita itu agar berada tepat di bawahnya. Sebentar dia memberi ciuman manis di bibir Rose. Rose menyambutnya dengan penuh semangat. Samantha terhenti, menjauh sesaat sambil memegang ujung kancing teratas dari pijama Rose. "Katakan kalau kamu berubah pikiran, Rose. Karena kupastikan aku nggak akan berhenti di tengah jalan nanti," ujar Samantha, dengan napas yang tersengal. Rose tersenyum manis, mengalungkan tangannya di bahu Samantha. Dikecupnya pelan-pelan puncak hidung itu. Sentuhan Samantha membuatnya ingin lupa pada kebenciannya terhadap sang suami, Alexander. "Lakukan, Sam! Aku milikmu." Izin yang diberikan Rose membuat Samantha akhirnya terjebak dalam hubungan terlarang mereka. Satu per satu Samantha melepaskan pakaian Rose. Menikmati sentuhan di tubuh molek wanita itu, terkadang menciumnya hingga membuatnya berhasrat. Samantha menarik selimut untuk mengurung tubuh mereka. Semua telah terlepas, lalu Samantha mengisi detik rinai hujan yang turun dengan aktifitas senggama mereka yang membuat badan terasa hangat. Sesekali napas yang keluar dari rongga mulut itu menjadi sensasi bergelora. Samantha memberikan benihnya pada Rose untuk menyalurkan hasrat mereka. "Rose." "Sam." Keduanya bersahutan memanggil. Jemari yang mengerat di sisi sprei, lalu tangan Samantha memegang sisi pinggang Rose agar tepat menyalurkan senggamanya. Malam ini tercatat sejarah pengkhianatan antara Rose dan adiknya iparnya terhadap Alexander. * Rose membuka mata, menatap Samantha yang berada di sampingnya. Dia tidur beralaskan lengan pria itu. Bidang dadanya yang lebar dan terasa hangat. Rose lebih mendekat untuk mencium pipinya lagi. Diingatnya lagi kejadian kemarin, tak ada rasa penyesalan karena mengkhianati suaminya. Rose ingin berlari sejauh mungkin dari Alexander. "Sam." Samantha membuka mata, menyambut hari dengan ciuman manis Rose. Sempat dia tertegun, menyadari bahwa dia telah mengkhianati sang kakak. "Nggak boleh gini, Rose. Harusnya kamu pisah dulu sama Alex, baru kita-" "Nggak bisa, Sam. Aku tau kamu nggak akan seberani itu. Kamu sayang sama Alex dan nggak bisa ngeliat dia sedih. Karena itu, biarkan kita sedikit mencuri kebahagiaan dari dia, ya?" Keraguan Samantha pun hilang saat Rose terus meyakinkannya. Saat hati lebih tenang, wanita itu membatalkan kepergiannya ke Bandung dan kembali ke Keluarga Atmadja. Hidupnya sudah lebih berwarna karena kini, dia menjalin hubungan dengan Samantha di belakang Alexander. 'Aku nggak boleh ketauan sama Alex. Sampai saatnya nanti Alex semakin keterlaluan, aku bisa nuntut cerai karena kasus kekerasan. Aku nggak mau hidup dalam ketakutan begini,' putusnya. Rose pun berkamuflase. Saat Alexander kembali bersama Ruby, dia menutupi hubungan rahasia itu dengan senyum dan mencoba jadi istri dan ibu yang lebih baik lagi. "Kamu mau mandi, Mas? Biar aku siapin air hangat, ya!" "Oh, iya." Awalnya menaruh curiga, akhirnya Alexander menganggap Rose mulai berubah dan bisa menjaga Ruby dengan baik. Sebulan berlalu sudah dan hubungan keduanya semakin manis. Alexander jatuh cinta sekali lagi pada wanitanya. Hari itu, Samantha menatap ke lantai atas di mana Rose dan Alexander sedang berciuman di lantai balkon. Keduanya begitu mesra. Bukan bermaksud cemburu, Samantha hanya bingung akan jalan yang diambil Rose. ''Apa kemarin itu cuma karena kamu lagi marah sama Alex aja, Rose? Apa aku cuma untuk jadi pelarian kamu?'' Saat Samantha menengadahkan kepalanya, terus menatap Rose di bawah sinar mentari terik, darah segar kembali mengalir dari hidungnya. Tak ada rasa panik, hanya wajahnya yang berubah sendu sambil mengusap hidungnya yang memerah. "Lagi?" * "Nggak mau coba pagi ini?" Alexander tersenyum, memeluk badan mungil Rose ketika bangun di pagi itu. Ini sudah selang sebulan lebih lagi. Rose tersenyum sembari mencium puncak hidung Alexander. "Aku test dulu, ya!" Rose beranjak turun sambil membawa test pack ke dalam toilet. Begitu bersemangat pada awalnya. Sempat Rose terhenti sebentar. Dia mengingat pernah tidur dengan Samantha sehari setelah menstruasinya selesai. Pun juga pernah berhubungan dengan Alex selama sebulan ini. Jika dia hamil, janin siapa yang dikandungnya? Rose terkejut saat garis dua muncul pada test pack itu. Hamil. Setelah setahun ini mencoba dengan Alexander, akhirnya dia hamil juga. Benarkah itu benih Alexander? Atau justru Samantha? Rose keluar dari kamar dengan binar haru. Siapa pun ayah sang bayi, dia adalah seorang ibu yang sangat bahagia karena diberi kesempatan untuk mengandung lagi. "Mas!" Alexander mengambil test pack itu, menyiratkan wajah bahagia karena akan menjadi ayah lagi. Ruby akan mendapatkan seorang adik. "Selamat, Rose!" "Makasih, Mas." Ciuman manis menghantarkan kebahagiaan Alexander. Dia berlari keluar untuk mencari papanya. Narendra sangat bahagia saat akan mendapatkan cucu lagi. Rose pun masuk ke kamar Ruby, mengatakan bahwa di dalam perutnya akan hadir adik untuk Ruby. "Benelan, Lubi ada adek lagi?" Rose tersenyum untuk memeluk sang putra. "Iya, nanti dia juga akan bantuin mama buat jaga Ruby, ya!" "Nggak, dong! Lubi yang akan jagain adek." Samantha menatap keceriaan keluarga kecil itu. Hanya menatap nanar pada senyum Rose saat berada di pelukan Alexander. Dirinya merasa tersingkir, tak berarti apa pun. "Jadi, inilah akhirnya, Rose?" * Kandungan Rose sudah mulai membesar. Dia kesulitan berjalan hingga setiap langkahnya, Alexander selalu menemani. "Mas nggak ke kantor?" tanya Rose. "Iya, ini mau mandi. Kamu mau ke mana ini? Makan di bawah?" "Iya, sumpek banget aku di kamar, Mas." Alexander membantu Rose untuk duduk ruang tengah. Narendra menyambutnya. Samantha yang berada di sana pun, hanya tersenyum tipis saat mendapati reaksi dingin Rose. Seolah malam itu tak pernah ada di ingatannya. "Kamu di sini aja, ya. Kalau perlu apa-apa, bisa panggil si bibi. Aku mau siap-siap dulu ke kantor." Alexander meninggalkan ruang tengah dan naik ke lantai atas. Dia pun bersiap mandi karena harus berangkat ke kantor. Bahagia sekali hari-harinya menyambut calon buah hatinya. Keluar dari toilet, Alexander mendekati lemari dan ingin mengambil kaos dalam di tumpukan kain yang telah disetrika di lemari. Alexander mendapati sebuah amplop yang tersembunyi di bawah alas senta terbawah itu. Ada logo rumah sakit di sana. "Ini apa?" tanya Alexander ragu. Dibukanya amplop itu. Sepertinya sudah sangat lama terhimpit di sana. Dibaca lagi dengan seksama, tangan Alexander gemetar saat mendapati kondisi dari kesuburannya. Itu laporan medisnya sekitar delapan bulan yang lalu. "Ini apa, sih? Nggak mungkin, kan? Pasti aku sembuh. Alhamdulillah sekarang Rose udah hamil." Alexander mengabaikan laporan itu. Dia siap menyambut hari untuk menjadi seorang ayah dari calon bayi Rose. Terlepas siapa pun ayah dari bayi itu fakta yang tak bisa dihapus Rose adalah dia telah mengkhianati Alexander dan tidur dengan Samantha. Kelak jika Alexander mengetahui pengkhianatan itu, maka hati dinginnya akan sulit memaafkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN