Bab 21. Malam Bersama Sam

1101 Kata
"Rose!" Panggilan keras Samantha itu membuat Rose terhenti. Sempat dia menoleh sesaat, lalu berlari sejauh mungkin. Dia tak ingin lagi berada di lingkungan Keluarga Atmadja yang membuatnya sesak. Semua seakan zona mimpi buruk untuknya. "Kamu mau apa? Mau pergi?! Malam-malam begini?!" pekik Samantha, meninggikan suaranya karena hujan semakin deras mengucur. Rose menghempaskan tangan Samantha, menatap dingin. "Jangan atur aku lagi, Sam! Aku nggak mau balik ke rumah itu. Aku capek, Sam!" Tak ada kata lagi yang terurai, Samantha membiarkan Rose menangis tersedu. Masih diingat Samantha bagaimana perlakuan kasar Alexander kemarin. Rose telah sampai pada batas kesabarannya. "Bahkan Ruby cuma jatuh doang, dia bisa sekasar itu sama aku. Gimana kalau terjadi sesuatu yang lebih besar dari ini?" Kecintaan Alexander pada Ruby memang sangat melampaui batas, bahkan lupa bahwa Rose adalah wanita yang harusnya mendapatkan cinta yang sama seperti Ruby. "Hidup Ruby masih panjang. Gimana mungkin aku bisa mantau dia tiap detik tanpa berkedip cuma agar dia baik-baik aja?!" Samantha menarik lengan Rose, menenggelamkan dalam pelukannya. Rose hanya ingin dilindungi dan dijaga saat ini. Alexander berubah hanya karena kehadiran seorang putra yang sangat dia harapkan. Rose merasa sesak karena itu. "Aku nggak mau pulang, Sam. Aku mau pergi. Please." Samantha tak ingin Rose lebih gegabah. Dia pun mengangguk, menuruti permintaan Rose untuk tidak membawanya kembali pulang. "Kalau nggak mau pulang, kamu mau ke mana? Ke rumah kamu di Bandung?" Rose mengangguk. Wanita ini sangat keras kepala. Dia pun tak tega membiarkan Rose pergi seorang diri di tengah malam begini. "Jangan ke Bandung, ya! Kita cari aja hotel di dekat sini. Besok pagi, aku antar kamu ke Bandung." Rose pun menuruti Samantha. Pria itu menghentikan taksi yang lewat, lalu membawa mereka pergi menembus jalan raya untuk mencari hotel. Samantha tak bisa mencari hotel berkelas karena takut ada yang mengenali mereka. Dialah si bungsu Atmadja, dan wanita ini adalah kakak iparnya. Akan timbul gosip jika ada yang memergoki mereka masuk ke hotel bersamaan. Alexander akan lebih berang dari ini. "Kita ke sana aja, ya." Samantha memutuskan untuk membawa Rose ke motel yang berada cukup jauh dari jalanan kota. Samantha memesan kamar pada pria itu. Dia yang tersenyum getir melihat keduanya basah kuyup. "Beneran ini double bed, Pak? Nggak mau single bed aja?" goda pria itu. Rose sedikit menjauh untuk menatap suasana yang cukup gelap. Samantha harus putar otak agar diloloskan untuk menginap. "Mikir apa, Pak? Dia ini adik saya," ujar Samantha, beralasan. "Adik ketemu gede, Pak? Okelah!" Petugas tersebut memeriksa lagi. "Maaf, Pak. Ternyata cuma ada sisa satu kamar single bed." Samantha menggerutu, tak punya pilihan. Lantas dia menuntun Rose setelah mendapatkan kunci kamar dari pria penjaga motel itu. Tak ada pilihan karena Rose sangat keras kepala dan enggan pulang. Pintu terbuka. Rose pun masuk dan duduk di tepi kasur. Samantha ragu melihat situasi motel ini. Apakah dia salah pilih? Pun dia juga takut meninggalkan Rose seorang diri. "Kamu berani aku tinggal sendirian?" tanya Samantha sambil mendekati Rose. Wanita itu mendongak, memegang jemari dingin Samantha karena takut ditinggal sendirian. "Apa nggak bisa nginap di sini juga?" pinta Rose. Samantha memipihkan pupil matanya, tersenyum menggoda. "Jangan! Nanti aku khilaf." Rose cemberut. Tak mungkin Samantha meninggalkannya. Pria itu menatap sofa di sudut, mungkin tempat itu menjadi pilihan untuk bermalamnya saat ini. "Ya udah, aku tidur di situ aja, ya. Kamu jangan godain aku, loh!" canda Samantha. Rose tersenyum tipis. Samantha pun pergi ke sofa sementara Rose menarik beberapa pakaian untuk menggantinya di dalam toilet. Selang beberapa menit, pria itu sudah tertidur di sofa. Rose hanya tersenyum sambil menatap bias wajah sang mantan. "Sam, kenapa kita nggak ditakdirkan bersama?" Teringat Rose akan rencana pernikahan Samantha dan Akira yang akan digelar dalam waktu dekat. Entah kenapa dia cemburu. "Kayaknya aku harus bicarain hal itu sama dia!" Rose pun mendekati sofa, memegang pundak Samantha untuk membangunkannya. Baru disadari Rose bahwa baju pria ini basah dan dia tak boleh tidur sebab akan sakit. "Sam!" panggil Rose sambil menggoncang badan Samantha. Samantha terbangun. Baru saja dia terlelap, wanita ini membangunkannya. "Sam. Baju kamu basah! Nanti kamu masuk angin, loh!" "Ngh?" Samantha terlihat sangat mengantuk. Rose berbalik saat Samantha cuek sekali ketika melepas kaosnya. Walau cahaya cukup redup, Rose meneguk ludah karena harus mendapati penampakan malam yang menggiurkan ini. Rose mengetuk kepalanya, sedikit bergumam kecil. 'Otak dijaga, Rose. Itu adik ipar kamu. Jangan genit!' Rose pun menjauh, mengambil selimut tebal untuk dia berikan pada Samantha. Ditutupinya tubuh pria itu, membuatnya hangat untuk malam ini. "Malam, Sam!" Rose naik ke kasur, mulai larut di alam mimpinya. Walau kamar itu sempit, tapi sanggup membuat Samantha kedinginan. Tengah malam dia terbangun, merasa tak nyaman tidur di sofa yang tak cukup empuk. Pegasnya terasa menusuk punggung Samantha. "Adow, nggak enak banget ini." Samantha putus asa. Bukan hanya karena tak nyaman, tapi suasana terlalu dingin. Pria ini sangat tak tahan dengan suhu rendah itu. Nekat, dia pun membawa selimutnya naik ke kasur untuk tidur tepat di sebelah Rose. Satu jam berlalu, Rose terbangun karena merasa ada yang mengganjal di atas badannya. Terasa berat. Tangan Samantha berada di atas perutnya. Saat membuka mata, dia terkejut mendapati Samantha berbaring di sampingnya. Hampir saja dia meloncat, shock. Tapi melihat wajah pucat Samantha, dia menjadi tak tega. 'Kasian, sih. Dia pasti kedinginan.' Menit berlalu. Rose menikmati wajah tampan itu sangat dekat dengannya. Hingga akhirnya hela napas berat Rose yang menyapu permukaan wajah Samantha, membuat pria itu terbangun dan mendapati wajah Rose begitu dekat dengannya. Bukan mau Rose sedekat itu, itu karena Samantha yang menjadikan tubuh mungil Rose sebagai guling. "Rose." Detak jantung dan derai gugup mengisi detik waktu yang bergulir. Berulang kali kelopak mata Samantha berkedip ragu, seakan tenggelam dalam hasrat. Wanita ini tetap terlihat cantik meskipun sudah menjadi istri orang lain. "Rose." Bukan Samantha, Rose-lah yang terjebak. Saat pikirannya dihantui rasa takut bahwa pria ini akan dimiliki wanita lain, Rose merasa kesal. Kelopak mata Samantha berubah sendu saat Rose memancing sentuhan nakal darinya. Rose-lah yang memulai. Samantha menunduk, merasakan tiap jemari halus itu meraba dadanya, bermain dengan sentuhan nakal untuk menarik gairah Samantha. "Kamu beneran mau nikah, Sam?" Samantha tak bisa bersuara, hanya bisa mengangguk berulang karena menikmati sentuhan Rose. Tangan wanita itu turun dari sekitar dadanya, lalu membelai lembut sisi pinggang Samantha yang terasa dingin. Samantha lebih sensitif karena dia tak pernah disentuh wanita mana pun selama ini. Hanya menghamba cinta pada Rose. "Rose, tunggu!" Rose hanya menikmati bagaimana pelan-pelan Samantha jatuh karena sentuhannya. Menanti akankah pria itu berani untuk jatuh dan meladeni rayuannya. Tak peduli status yang mengikat keduanya yang hanya sebatas ipar, Rose hanya ingin Samantha menyentuhnya. "Rose." Wanita ini yang semakin b*******h saat mendengar hela napas berat dan suara desah lembut Samantha. Pria itu terseret akan hasratnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN