Bab 33 : Adi ku sayang, Kevin yang malang

1013 Kata
Adi terbangun dari tidur nya dan melihat sinar Surya perlahan menyinari bumi. Ia melirik jam weker yang ada di nakas dan tersentak kaget begitu melihat waktu sudah mepet. Ia melirik Kevin yang berada di sebelah nya dan masih asyik merangkai mimpi tanpa memperdulikan waktu yang sudah hampir terlambat. Tanpa membangunkan Kevin, Adi loncat dari atas tempat tidur dan berjalan dengan sempoyongan lantaran merasakan pusing sebab ia bangun secara tiba-tiba. Mungkin ini rekor mandi Adi tercepat, ia bahkan hanya menyikat gigi dan menyiram tubuhnya sekali lalu memakai sabun tanpa menyeluruh dan segera membilas tubuhnya. Tak sampai tiga menit ia sudah keluar dari kamar mandi dan langsung mengenakan seragam sekolah nya. "Vin, Kevin! Bangun woy!" Teriaknya di tengah-tengah ia memakai dasi dan gesper. "Vin, ya Allah ini anak." Kevin menggeliat pelan lalu kembali memejamkan matanya. Karena merasa akan percuma membangunkan Kevin, Adi keluar dari kamar tanpa mempedulikan sepupu nya itu mau telat atau tidak, yang penting selamat kan diri sendiri dulu. Adi berjalan tergopoh-gopoh sembari memeriksa isi tas nya takut jika ada yang tertinggal. Sesampainya di ruang tengah ia melihat sang kakek tengah asyik membaca koran dengan pisang goreng sebagai teman nya. "Loh, Di. Kakek pikir kamu sudah pergi." "Adi telat kek, Adi pergi dulu," Adi menyalim sang kakek lalu buru-buru keluar menuju garasi nya mengambil motor kesayangan miliknya. "KEK, KEVIN MASIH TIDUR." Pamungkas mengusap dadanya pelan lantaran terkejut mendengar suara teriakan Adi yang memekakkan telinga, setelah mereda ia membuka lembaran koran kembali. "Terus kenapa kalau Kevin masih tidur, yah biar-... ASTAGHFIRULLAH KEVIN! BANGUN KAMU!" Teriak pamungkas menggelegar memenuhi seisi mansion dan membuat beberapa pelayan terkejut bukan main. Terlebih ketika melihat pamungkas yang berjalan dengan cepat menapaki anak tangga menuju kamar sang cucu. Mereka meringis lelan begitu melihat Tuan besar nya berhenti berlari setelah sampai di anak tangga terakhir. Menarik nafas sejenak. Ia melihat ke bawah tepat di anak tangga pertama. Seketika dirinya menyesal telah membangun tangga tanpa ada nya lift di mansion sebesar ini. Dengan nafas yang masih ngos-ngosan, pamungkas berjalan secara perlahan menuju kamar Kevin yang pintu nya tertutup rapat. "Vin, Kevin! Kamu gak sekolah apa gimana? Udah pinter kamu mau bolos terus?" Pamungkas mengetuk pintu kamar cucunya itu dengan keras, harap-harap cucu nya lekas bangun. Tapi menunggu beberapa saat Kevin tetap tidak muncul dari balik pintu kamar itu. Dengan kekesalan yang memuncak pamungkas memukul-mukul pintu kamar dengan keras bahkan sampai membuat beberapa pelayan naik ke atas berjaga-jaga jika tuan besar nya itu pingsan karena kelelahan. "Kek, jangan rusak pintu Kevin." Pamungkas menatap pintu di depannya, ia yakin tadi mendengar suara Kevin tapi bukan berasal dari dalam kamar yang pintunya tadi ia gedor. lantas dari mana? "Bangun kamu! Tidur terus." Teriak pamungkas yang kembali memukul pintu itu lebih keras dari yang tadi. Para pelayan berusaha menghentikan aksi tetua pamungkas itu, tapi yang namanya sifat keras kepala sudah mendarah daging mana bisa dihilangkan. "KEVIN!" "Saya kek, jangan teriak gitu. Nanti tenggorokan kakek seret terus gigi palsu nya lepas." Celetuk Kevin yang membuat beberapa pelayan menatap keduanya dengan geli. Seolah tersadar, pamungkas langsung melihat ke samping nya dan kembali melihat ke pintu kamar milik Kevin, ia tidak salah kamar kan? Setahu nya ini kamar Kevin, dan yang sedang di masuki Kevin adalah kamar milik Adi. "Kok kamu bisa di situ?" Tanya pamungkas dengan penuh keheranan. "Bisa, Kevin pake jurus ilmu hitam." Pamungkas berdecak kesal. Cucu nya ini amat sangat pandai dalam membuat emosi orang lain meningkat drastis. "Gak sekalian aja kamu itu pakai ilmu pelangi?" "Astagfirullah, Kek. Kakek bersoda banget. Kevin masih normal kek, gak mau sesama." "Akh, udah lah! Ngomong sama kamu bikin darah kakek naik gak mau turun." Kevin mengusap jidat nya yang baru saja menerima lemparan sendal rumah milik pamungkas yang harganya tidak main-main. Bahkan sangking mahal nya dari menjual sendal rumah itu bisa membeli satu unit sepeda motor matic. "Tapi, kayak ada yang kakek lupakan," ujar pamungkas yang berhenti tepat sebelum menginjak anak tangga kembali. Ia menatap cucunya Kevin yang terlihat kembali mengantuk dengan wajah super duper jorok nya. "Vin, gak sekolah?" Tanya nya pelan seolah sengaja mengajak cucu berbincang agar terkecoh. "Sekolah, ini kan hari Rabu. Gak tanggal merah yah jadi sekolah." "Oh, biasanya sekolah masuk jam berapa, Vin?" "Jam 8 lah, kakek gitu aja gak tau padahal punya sekolah." "Oh jam 8." Pamungkas mengangguk mantap sembari menatap Kevin yang masih belum sadar juga. "Iya jam 8, kenap-... ANJIR, GUE TELAT BANGKEK!" Teriaknya histeris saya menyadari ia sudah telat bahkan tidak bisa dikatakan terlambat beberapa menit lagi. Bruk! "Hahahaha.... Rasain." Pamungkas tertawa ngakak melihat Kevin yang kejedut ujung tiang pintu, bahkan bunyinya terasa sangat nyaring di telinga. Kenapa cucunya ini sangat g****k sih? "s**t, benjol dah jidat seksi gue." Gumamnya dengan tangan yang sibuk mengusap jidat yang baru saja terkena azab karena mengumpat. "Puas kakek ketawa. Awas aja itu gigi ompong semua." Cibirnya dan langsung masuk ke dalam kamar dengan suara bantingan pintu yang cukup keras. Sedangkan pamungkas sendiri masih dengan tawa nya berusaha jalan turun melewati anak tangga yang entah mengapa terlihat sangat banyak kali ini. "Ais... Besok-besok saya gempur juga ini tangga, kenapa malah tambah banyak banget kayaknya." Pelayan yang berada di belakang pamungkas menahan tawa nya mendengar gerutuan tuan besar yang tidak jauh berbeda dengan mereka yang sering mengeluh tangga yang sangat panjang. Berbeda dengan pamungkas, kevin sendiri sudah kalang kabut dengan Seragam sekolah yang belum sepenuhnya terkancing rapi, bahkan saat ini ia tengah mencari tas sekolah nya yang entah ia letakkan di mana kemarin. Memang hari paling sial adalah hari ini! "Sial banget sih, lagian kenapa Adi gak bangunin gue? Malah jam pertama jam nya bu rukmini si killer number one lagi. Mati gue." Kevin tanpa memeriksa apa isi tas nya langsung berjalan keluar dari kamar dengan seragam yang acak-acakan, wajah panik dan bukit keringat yang muncul di dahi pemuda itu dikala ia sedang merasa sangat panik. Pamungkas masih menikmati pemandangan di depannya dengan senang hati. Ia akan menikmati siksaan Kevin kali ini. Lagian suruh siapa membuatnya kesal, harusnya bisa saja ia menolong Kevin dari hukuman tapi kali ini ia biarkan saja. "KEK KEVIN BERANGKAT!" "Astaghfirullah... Punya cucu dua kayak Kevin makin mempercepat saya mati kayaknya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN