Bab 34 : Kekuasaan yang sebenarnya

1334 Kata
Sepanjang perjalanan, Kevin terus nengumpati segala kesialan dia padahal baru menunjukkan pukul sembilan lewat lima.belas menit. Dan ia sudah sial sebanyak dua kali. Begitu sampai di sekolah, Kevin langsung melihat ke arah gerbang belakang yang tertutup. Sepertinya tadi ada pemeriksaan siswa bolos. Memutar otak bagaimana caranya agar bisa masuk ke dalam. Kevin menatap tembok yang menjulang tinggi dan menatap ngeri jika dirinya malah jatuh dari atas nya, bisa allhu a'lam dia. "Pstt... Vin. Dari sini." Kevin celingak-celinguk mencari asal suara itu. Hingga matanya menangkap beberapa temannya yang ada di gerbang belakang dan sepertinya emang sengaja menunggu ia datang. Dengan cepat Kevin langsung berjalan menuju gerbang dan memanjat gerbang belakang yang memiliki ketinggian hanya sekitar dagu nya saja. "Liatin sekitar, Cuk. Nanti ada OSIS si babu sekolah." "Udah buruan, biasanya ada guru piket kelililng." Kevin memanjat gerbang itu dengan tenaga dalam hingga ia bisa sampai di atas nya, begitu hendak turun tanpa melihat baju atau celananya yang nyantol di ujung gerbang yang kebetulan memiliki ujung runcing. Alhasil begitu ia lompat suara baju dan celana yang robek juga terdengar sebagai sound track ia turun. Keempat temannya dan ia saling lirik satu sama lain,lalu langsung tertawa begitu melihat celana Kevin koyak besar dan baju nya nyaris terbelah dua. "Jancok! b*****t lah akh." Teriak Kevin yang merasa sangat kesal. Tahu gini ia tidak usah berangkat sekolah tadi. "Hahahaha .... Anjir, kok bisa gini sih kev, malah besar juga." "Sakit perut gue Bangkek. Lagian ada-ada aja, ini gimana coba?" Arthur yang kebetulan ada di sana juga tidak dapat menahan rasa geli nya ketika melihat Kevin yang sudah compang camping seperti baru habis perang. Ia sedikit berpikir bagaimana caranya teman nya itu masuk ke kelas dan mendapatkan baju ganti dengan cepat. Hingga ia ingat jika di dalam loker miliknya ada jas OSIS miliknya. Yah Arthur adalah anggota OSIS yang bahkan bisa dibilang paling bengal dan tidak menunjukkan ia adalah OSIS. "Udah ayo, di loker gue ada celana sama baju." Ajaknya yang langsung dituruti temannya yang lain. Begitu sampai di loker, Adi melihat sekitar yang sangat sepi, kemungkinan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan khidmat. Sembari menunggu Arthur, ia memilih membuka ponsel miliknya dan mencari satu nama yang menjadi sumber kesialannya hari ini. To Adi. BANGSAT! Kevin mendengus kesal begitu bayangan kesialan yang tadi ia rasakan. Kenapa bisa gitu secara beruntun. Untung saja di jalan tadi sial nya tidak muncul, gak ke bayang bagaimana ia kalau sampai ban motor nya bocor atau lebih parah ia nyungsep ke got. "Nah, pake ini aja dulu sebelum anak-anak pulang beli seragam baru." "Hah?" Kevin melihat ke arah baju yang disodorkan kepadanya, di sana ada celana olah raga dan juga jas OSIS yang pastinya paling anti ia pakai. "Udah ini cepetan, dari pada lu gak masuk pelajaran Bu Rukmini. Bisa mampus lu banyak tugas entar." Mau tidak mau Kevin menerima seragam itu dengan terpaksa. Mungkin ia akan menjadi ejekan satu sekolahan ini, bagaimana tidak? Dengan seragam yang super super aneh ini Kevin akan mengikuti pelajaran Bu Rukmini. Kevin mendesah pelan begitu melihat kaca dan menyadari begitu anehnya sekarang, bagaimana nanti jika bertemu anggota OSIS? Dan melihat ia sedang mengenakan jas kebanggaan mereka. CK! Andai ini sekolah punya kakek gue, udah semena-mena gue gak perlu kayak gini. Seketika ia mengingat Adi yang selalu mendapatkan kemudahan bersekolah di sana lantaran itu adalah milik keluarganya. Bahkan Adi bisa menghindari hukuman tugas sekolah yang tidak selesai dengan mudah. Akh, ia jadi iri dengan cengunguk satu itu. Berbeda dengan Kevin, Adi sendiri malah terlihat santai setelah menerima pesan dari sepupunya itu. Ia yakin Kevin saat ini sudah sangat kesal sekali atau bahkan marah dan ingin menghajar nya. Dirinya juga telat tadi, hanya saja beruntung karena om nya membantu ia agar masuk ke kelas. Emang yang namanya kekuatan orang dalam tidak bisa diremehkan. "Di, kamu dengerin ibu gak?" Adi tersentak lalu menatap ke arah guru yang ternyata sedari tadi sudah menatap nya dengan ngeri. Seketika ia meringis pelan takut mata yang sedang melotot itu keluar dari tempat nya. "Maaf, Buk." "Gak papa, sekali lagi kamu ulangi lihat saja kamu." Adi mengangguk, see! Lihat bagaimana kekuasaan itu bekerja dengan baik, ia bahkan tanpa perlu repot memberikan alasan dirinya yang tidak fokus atau semacamnya. Guru tersebut langsung memaafkan tanpa ada nya hukuman seperti dengan siswa nya yang lain. Entah kenapa tapi jujur saja Adi menikmati ini semua, ia yang awalnya enggan kini malah bangga bisa seperti ini. "Enak banget lu nya, lolos gitu aja." Celetuk salah seorang teman sekelas nya begitu guru tersebut keluar dari dalam kelas karena sudah memasuki jam istirahat. Adi tak menjawab, baginya tidak perlu meladeni pada b*****h yang hobby mengganggu dan iri terhadap dirinya. Padahal kalau di logika kan, apa yang perlu mereka irikan? Ia bahkan ingin menjadi anak dari kalangan orang biasa tapi memiliki orang tua yang lengkap yang bisa menyayangi nya dan menyambut kepulangan nya dengan sebuah pelukan hangat. Keluar dari dalam kelas nya salah pilihan terbaik menurut Adi, sebab ia paling malas jika ditatap dengan penuh keirian dan mendengar suara-suara yang sengaja di keraskan agar ia mendengar semua obrolan tentang dirnya. Dengan membawa bukunya, Adi sampai di bawah pohon yang ada di taman belakang tempat favorit nya membaca dan bersantai, tidak hanya sepi tapi tempat ini memang nyaman lantaran sejuk dan menenangkan. "Di, tugas kelompok kemarin gimana? Kok gak ada kabar yah? Kan kata bapak itu di tunda satu Minggu dan ini udah lewat dua Minggu tapi gak ada tuh kabar nya." Adi melirik sejenak ke arah Alexa, akh! Gadis itu menyusul nya di sini, mengganggu konsentrasi saja. "Minggu depan!" Alexa tak serta Merta langsung pergi, gadis itu malah ikut duduk di sebelah Adi tanpa memperdulikan raut wajah tidak suka yang pemuda itu berikan. "Enak juga di sini, yah. Adem." Adi diam. Ia tidak ingin menghabiskan waktunya hanya untuk sebuah pernyataan retoris itu. "Lo emang suka di sini yah?" "Hm." "Sejak kapan lu tahu ada taman belakang?" "Lama." "Keren sih, sekolah punya taman kayak gini. Tapi sepi banget, jadi horor." Adi menghela nafas nya dengan kasar, kehadiran Alexa sangat sangat mengganggu sebenarnya. "Pergi!" Titah nya singkat. Alexa yang mendengar itu menggeleng pelan menolak apa yang disuruh oleh Adi. "Gue bilang pergi!" Tegas Adi dengan penekanan di setiap katanya. Tapi yang namanya Alexa akan bebal dan menganggap gertakan Adi hanya gertakan biasa saja. "LO BUDEG? GUE BILANG PERGI YAH PERGI!" Pecah sudah emosi Adi. Dan jangan menyalahkan dirinya karena ini semua Alexa yang buat. Ia paling tidak suka ada yang mengganggu nya seperti ini bahkan sangat susah dikasih tahu. Sudah berisik gak tau diri pula. Gadis itu tampak berdiri dari duduk nya dan menatap Adi dengan tajam. "Jangan mentang-mentang elu cucu pemilik sekolah bisa seenaknya! Ini punya seluruh siswa Pamungkas. Jangan seolah-olah lu yang punya!" "Kenyataan emang ini punya gue, lu mau apa?" Adi menatap Alexa remeh. "Bahkan buat elu out dari sekolah ini gue mudah, Xa. Jadi jangan pancing sisi kejam gue yang selama ini gak pernah muncul." Sinis nya pelan. Alexa tampak tersentak kaget. Ia mungkin tidak menyangka jika respon Adi akan seperti ini. Jika selama ini ada yang mengatakan ia semena-mena Adi akan diam dan tidak ambil pusing, maka kali ini tidak! Ia akan menunjukkan apa itu semena-mena yang sebenarnya. "Lu cuma tikus kecil di sini, Alexa. Jangan cari masalah dengan singa, paham?" Cuih! Alexa meludahi Adi dengan cepat, beruntung Adi berjarak sedikit jauh sehingga tidak terkena cairan menjijikkan itu. "Orang kaya gak tahu diri, kalian pikir bisa nindas orang miskin sesuka hati?" "Gue yang gak tahu diri atau elu? Akh! Gue tau, lu berharap bisa Deket gue kan? Jadi temen gue tau berharap jadi pacar gue?" Tanya Adi dengan senyuman sinis nya dan berhasil membuat Alexa membeku di tempat. "Akh, bener ternyata. Tapi gue gak mau sih sama cewek murahan kayak elu yang deketin cowok kaya buat dapetin uang nya." "... And, Alexa! Say good bye buat pamungkas. Karena ini adalah hari terkahir lo di sini." Adi pergi, ia meninggalkan Alexa yang terdiam dengan kedua tangan yang mengepal di sisi kanan dan kirinya. Ia pastikan Alexa tidak akaj berada di sekolah ini besok.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN