Bab 27 : Keluarga?

1321 Kata
Mereka sampai di rumah tepat saat hujan turun begitu derasnya. Bahkan sinar matahari yang tadinya terang benderang dengan teriknya sampai membuat orang banjir keringat, kini berganti dengan hawa dingin dan gelap nya mendung. Tak ada satu pun orang dalam rumah ini begitu mereka tiba. Bahkan kendaraan yang biasanya berjejer rapi di garasi depan, satu pun tidak ada. Hanya mobil milik Adi lah yang berada di sana. Sedangkan motor milik Kevin sedang dipinjam oleh teman satu geng nya sehingga esok pagi Kevin akan berangkat sekolah bersama dengan Adi. "Ke mana semua orang?" Tanya Kevin sembari meletakkan kunci mobil di atas nakas, tempatnya menyimpan kunci jika sedang menginap di sini. Adi menggeleng pelan tidak tahu, lagian ia pergi dengan Kevin, bagaimana bisa ia tahu ke mana pergi keluarganya itu. "Bodoh jangan dipelihara, sedari tadi gue sama elu. Kalau lu gak tau, apalagi gue," sahut Adi pedas. Kevin mencibir pelan, ia pikir sepulang dari makam kedua orang tuanya paling tidak sifat tidak ada otak nya Adi tertinggal di sana, ternyata sama sekali tidak.. "Ya mana tau kalau Lo nya tadi disampaikan pesan mau ke mana mereka." "Lu kan denger tadi mau ke mana, mau ke makam," jawab Adi sembari membuka kemeja hitamnya menyisakan kaos hitam polos. "Lah malah gak nampak tadi, makam mana tuh yang di datangi? Emak lu ada berapa emang?" Plak! "Satu lah, dodol. Dah sana buatin minum, panas banget gue, itu kue masukkan aja ke kulkas, mana tau ada kucing yang mau nyolong nanti kasih aja." Perintah Adi yang membuat Kevin ingin menceburkan pemuda itu ke dalam kolam mansion ini yang dalam nya sama dengan dalamnya jerapah. Dengan rasa tidak rela pada akhirnya Kevin memutuskan untuk mengikuti perintah Adi. Dari pada kena semprot lagi, lebih baik menjadi babi seharian dari pada mendengarkan mulut pedas milik Adi. Sembari membuatkan minum, Kevin terus saja menggerutu dan mengumpati Adi. Dan dengan segala kekesalannya. Kevin sengaja mengambil toples bumbu yang berisi garam. Puas dengan hasilnya, Kevin membawa minuman dengan racikan khusus itu ke Adi. "Silahkan diminum minuman nya, tuan muda." Adi tampak tidak peduli dengan sindiran yang dilontarkan Kevin barusan. Ia dengan santai meletakkan ponsel milik nya di atas meja. Lalu mengambil gelas tersebut. "Satu, dua, tig....." BYUR! "ANJING! ASIN" Tepat dihitungan ketiga, suara teriakan Adi menggema mengisi keheningan mansion yang luas ini, bahkan teriakan Adi sampai terdengar sampai ke depan pintu mansion yang jaraknya cukup jauh. Kevin yang melihat nya tertawa ngakak sampai tiduran di lantai. "Adi kenapa?" Tanya Tante marla yang entah sejak kapan sudah berada di sana. Adi menggeleng pelan sembari menatap Kevin dengan tajam. Lidah nya terasa mati rasa sebab asin itu. Seperti meminum air laut. "Wuih... Ada teh ini, punya siapa? Punya lu kan? Buat gue ajalah, lu gak perlu minum kayak gini." Jefri secara tiba-tiba datang menyerobot gelas yang masih berada di tangan Adi. Sedangkan Adi sendiri berusaha menahan tawa nya dengan berpura-pura memasang wajah marah dan kesal. "Satu, dua, tig..." Hitungnya dalam hati, dan benar saja, pada saat hitungan ketiga selesai, Jefri sudah berteriak seperti orang kesurupan. "b*****t EMANG, LU SENGAJA KAN NGASIH GUE MINUMAN INI? NGAKU LO!" Kevin yang melihat kemarahan Jefri semakin ngakak dan merasa ini sangat menggelikan, seketika suasana mansion sangat ramai sampai membuat pamungkas menutup telinga nya rapat-rapat. Suara tawa Kevin yang kuat bersatu dengan suara makian Jefri yang tak kalah kuat. "Bacot bener emang anak tiri ini. Lama-lama gue sleding juga lu." Cibir Kevin yang langsung mendapatkan tatapan marah dari om dan tante nya. "Ngapa liat-liat? Lagian bener kan? Dah lah males gue, udah gak seru. Tuh habiskan teh asin, esktra air laut." Kevin berjalan meninggalkan ruang tengah, sedangkan Adi memilih duduk tenang dengan wajah tak kalah tenang. "Tadi kamu ke makam?" Tanya pamungkas kepada cucu nya yang sedari tadi diam. Adi mengangguk. "Iya, kenapa?" "Kamu bertemu sama mereka?" Mereka? Mereka siapa yang dimaksud kakek nya? Akh! Adi tahu siapa yang dimaksud. "Iya," ujar nya setelah mengangguk. Tidak hanya bertemu, ia bahkan terlibat adu suara dengan anggota keluarga dari pihak bundanya. Pamungkas hanya mengangguk dan tidak mengeluarkan suara apa pun. "Pantas saja tadi ngamuk kayak orang kesurupan." Celetuk Tante marla yang membuat Adi menatap Tante nya dengan penuh tanya. Menyadari jika keponakannya bingung atas apa yang ia sampaikan, marla mengulas senyum manis seraya mengusap lembut rambut Adi. "Tadi kami ketemu mereka ketika mau ke makam. Di sana bude kamu langsung ngamuk-ngamuk gak karuan ngatain keluarga kita tidak bisa mendidik anak. Sebenarnya ada apa? Maaf kalau Tante kepo." Adi menghela nafas nya pelan. Sepertinya ini akan menjadi masalah yang cukup rumit. Semoga saja tidak membuat rencana mereka terganggu. "Mereka mau nginap ke rumah Adi, tapi Adi bilang kalau rumah itu sudah Adi jual." "HAH?" Teriakan kaget itu tentunya memekakkan telinga siapa saja yang berada di sana, bahkan Jefri yang semula sudah sampai di tangga menuju kamar atas nya pun terkejut bukan main. Pamungkas mengusap d**a nya meredakan keterkejutan akibat teriakan marla dan anaknya yang lain. "Kenapa sekaget itu? Itu kan hak Adi," ujar pamungkas yang heran melihat respon anak nya. Sama hal nya dengan Adi yang juga ikut heran atas apa yang baru saja ia lihat. Respon ini sama persis seperti respon dari kubu sebelah. "Kenapa kamu bilang gitu? Rumah itu masih ada kan?" Tanya sang kakek. Adi mengangguk mengiyakan, lagian ngapain ia jual satu-satunya tempat yang memiliki kenangan bersama kedua orang tua nya. "Males aja rumah itu dimasukin orang lain. Dah lah, Adi mau istirahat." Pemuda itu berjalan menjauhi ruang tengah menuju kamar nya di lantai dua. Hari ini sangat melelahkan baginya, ingatan-ingatan tentang kedua orang tua nya silih berganti masuk ke dalam otaknya. Begitu membuka pintu kamar, Adi tanpa mengganti baju langsung merebahkan dirinya sendiri. Hari ini ia memang memutuskan untuk libur sekolah sehari, dan besok akan kembali masuk memulai aktivitas seperti biasa. Matanya menatap bingkai foto berukuran besar yang tertempel di sana. Foto pernikahan kedua orang tuanya. Kamar yang Adi tempati saat ini adalah kamar milik ayahnya sewaktu masih tinggal di mansion sebelum memutuskan untuk pindah ke rumah sendiri. "Di!" Tok! Tok! Tok! "Adi!' Adi dengan malas berjalan menuju pintu lalu membukanya dengan pelan. Di sana berdiri sepupunya, Kevin yang tengah tertawa cengengesan. "Hehehe... Gue ganggu yah?" Tanya Kevin yang menyadari raut wajah tak mengenakkan dari Adi. Adi hanya berdehem menjawab pertanyaan Kevin, pemuda itu menatap sepupunya dengan tajam seolah menanti alasan kevin mengganggunya barusan. "Emm... Mau ikut gue gak?" "Ke mana?" Kevin sedikit berdehem pelan. "Ke markas. Mau?" Adi menggeleng, markas yang dimaksud Kevin adalah perkumpulan geng motor yang memang Kevin masuk menjadi anggota inti di dalam nya. Tak jarang sepupunya itu akan terlibat war atau tawuran antar geng yang mengakibatkan Kevin pulang dengan penuh luka. Tinggal beberapa Minggu dengan Kevin, membuat Adi sudah hapal dengan aktivitas yang dilakukan Kevin. "No, kalau gak ada lagi, gue mau lanjut tidur." Adi hendak menutup pintu kamarnya sebelum tangan Adi menarik pintu itu dengan kuat. "Lo harus ikut, pokoknya harus ikut." Kevin menarik tangan Adi bahkan sangking tidak sabarnya sampai membuat pintu itu tidak dikunci. "Vin, gue gak mau ikut, Njir." Cegah Adi sembari berusaha menolak dan menarik tangannya dari cekalan Kevin. Seluruh atensi keluarganya yang kebetulan masih berada di tempat yang sama terarah kepada mereka berdua. Bahkan pamungkas sampai berdiri lantaran kaget melihat aksi kedua cucunya saling tarik menarik. "Itu mau ke mana? Vin, kenapa kok Adi ditarik?" Kevin hanya menyengir tanpa menjawab pertanyaan sang kakek keduanya menghilang di balik pintu. Sedangkan Adi sendiri sudah terdiam pasrah, dari pada buang tenaga menghentikan Kevin yang memiliki tingkah menyebalkan ini, lebih baik ia diam dan melihat apa sebenarnya tujuan dari pemuda itu menariknya seperti ini dan alasan apa sehingga ia harus ikut pergi. Sampai ketika mereka hendak keluar dari gerbang, mobil nya dicegat beberapa orang yang ternyata merupakan keluarga Adi dari pihak bundanya. Depan gerbang mansion tampak sangat ramai karena pasukan bala-bala datang tanpa diundang siapa pun. Adi yang berada di dalam mobil pun menatap mereka semua dengan datar dan tajam. Entah apa tujuanNya datang, yang jelas Adi sudah malas mengakui mereka sebagai keluarga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN