Bab 26: Pertemuan keluarga

2051 Kata
Keduanya sampai di TPU tempat makam kedua orang tua Adi berada. Terlihat di sana beberapa sanak keluarga dari pihak bundanya datang. Akan tetapi tak terlihat sama sekali pamungkas dan keluarganya tadi. Hingga ketika Adi tiba di makam. Salah satu Tante nya yang merupakan adik sang bunda berteriak memanggil namanya. "Adi, ya Allah. Udah sebesar ini kamu?" Tanya sang Tante dengan wajah terkejut dan binar bahagia. Adi sendiri hanya mengangguk canggung, bulan tidak sopan atau bagaimana, selama ini ia tidak pernah bertemu lagi dengan para keluarganya dari pihak ibu, terakhir ketika hari di mana bundanya di makam kan, itu saja. Setelahnya kabar saja tidak lagi pernah ia dapat kan. Menyadari jika keponakannya tidak sendirian, Tante Adi beralih menatap Kevin yang tersenyum canggung di sebelah keponakan nya itu. "Kamu temen nya Adi? " "Akh, kenalin. Saya Kevin, sepupunya dari pihak ayah, Tante," sahut Kevin sopan. "Kamu anak siapa? Romi atau Rendy?" "Rendy, Tan." "Oh astaga! Apa kabar ayah kamu? Dia sudah membaik kan? Sudah belasan tahun tidak bertemu dengan beliau," ujar Tante Adi begitu senangnya, bahkan sampai membuat beberapa keluarga menatap ketiganya dengan heran. "Ngopo toh, Ti. Kok yah gak sadar tempat." Omel salah seorang dari rombongan itu seakan tidak sadar akan kehadiran satu anggota keluarga mereka yang sudah lama tidak muncul. "Ini loh, mba. Anaknya mba Ratih, udah besar loh yah. Ini juga ada anaknya mas Rendy. Gak nyangka udah sebesar ini semua. Ya Allah..." Mata Tante Adi berkaca-kaca menatap keduanya dengan penuh rasa haru. Sedangkan keluarga lainnya yang mendengar itu langsung berbondong-bondong mendekati keduanya. "Ya Allah, le... Udah sebesar ini ternyata. Kenapa gak pernah ke rumah bude?" Adi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tidak mungkin dirinya mengatakan secara gamblang jika ia memilih hidup sendiri di bandingkan hidup dengan keluarga munafik..yah, keluarga bundanya tak jauh beda dengan keluarga pamungkas. Sejak dulu ia bahkan Hanya sesekali bertemu dan berkumpul dengan keluarga bundanya. Bukan karena apa, akan tetapi karena bundanya sendiri merupakan anak yang dipilih kasihkan oleh kedua orang tuanya. Sebab itu sang bunda memilih hanya berkunjung sesekali saja. "Di, keluarga bunda Lo kok mirip semua?" Bisik Kevin yang berdiri tepat di sebelah kanan Adi. Adi mendekat ke arah Kevin. "Kembar." Jawabnya singkat. Kevin menatap takjub keluarga Adi yang memang terlihat sangat mirip-mirip ternyata banyak yang kembar. Pantas saja segini banyak keluarganya. "Adi ke makam bunda dulu, yah bude. " Setelahnya Adi bersama dengan Kevin berjalan mendekati makam bunda nya yang terlihat sangat cantik sekali. " Assalamualaikum, Bunda. Adi datang bawa kue kesukaan bunda." Tunjuk Adi ke arah box kue yang tadi mereka beli. Kevin dengan sigap mengeluarkan kue itu dari box nya dan menyalakan lilin yang angka nya tadi sudah dipilih Adi. "Di, ini kue nya," ujar Kevin sekaligus menyerahkan kue nya. Adi menerima itu dengan senang hati. Lalu menatap nisan bundanya dengan sendu. "Adi sengaja bunda pilih angka 28 tahun, karena saat bunda ninggalin Adi, umur bunda 28 tahun dan bagi Adi bunda akan tetap berumur dua puluh delapan tahun." "Udah 14 tahun Adi tanpa bunda, Adi hebat kan? Adi bisa hidup tanpa bunda dan ayah. Tapi jujur, Bund. Ini berat banget... Adi sendiri di sini gak ada temen." Plak! Adi mengaduh kesakitan setelah menerima pukulan di kepalanya . "Gue elu anggap apa? Hah? Gak ada akhlak bener elu jadi kawan." Omel Kevin yang menatap Adi dengan tajam. Sedangkan Adi sendiri sudah meringis karena menyadari jika ia salah ucap, kenapa ia sampai melupakan Kevin sih? Kan malu merengek seperti itu di depan sepupu laknatnya. "Mending lu tunggu di mobil deh Vin, gue butuh quality time bareng emak bapak gue." Usir Adi tanpa berperasaan. Kevin yang mengerti pun tidak banyak protes, ia memilih berjalan menuju mobil nya yang terparkir di parkiran khusus peziarah. Menepuk pelan pundak Adi, Kevin mencoba memberikan kekuatan serta keyakinan kepada sepupunya itu bahwa ia tidak sendiri, masih ada dirinya dan juga ayah ibu nya yang menyayangi Adi seperti anak sendiri. Sesampainya di parkiran, Kevin melihat keluarga besar Adi tadi berkumpul seolah menunggu kedatangan sepupunya itu. Begitu sampai di dekat mobil yang sialnya bersebalahan dengan mobil milik keluarga Adi, semua mata menatap dirinya dengan menelisik. "Adi mana?" Tanya salah seorang di antara mereka menatap Kevin dengan remeh. Dalam hati Kevin mengumpat pelan melihat tingkah keluarga Adi yang ia anggap malah terlihat sangat sombong dan slengean. Tanpa menjawab pertanyaan itu, lebih memutuskan masuk ke dalam mobil, ia akan memejamkan matanya sejenak saat merasa sangat mengantuk lantaran ia bangun sangat pagi sekali tadi karena memiliki niat untuk menjahili sepupunya itu. Sedangkan Adi sendiri masih berada di area pemakaman sendirian. Ia menatap kedua makam itu dengan sendu sembari membawa kue dengan hiasan bunga sakura itu. "Happy birthday bunda... Happy birthday bunda... Happy birthday happy birthday happy birthday bunda." Suara Adi semakin lama semakin purau, ia berusaha tidak menunjukkan kesedihannya di hari bahagia ini, namun tetap saja tidak bisa. "Bunda... Adi kangen." Pecah sudah tangis Adi, ia dengan lirih terus mengucapkan kalimat yang sama seolah menunjukkan batapa rindu nya ia terhadap kehadiran kedua orang tua nya. "Hari ini bunda harusnya berusia 42 tahun, pasti bunda bakal ngeluh ke Adi sama ayah kalau bunda udah ada keriput-keriput nya, atau gak bunda udah marahin Adi karena Adi ejek bunda banyak ubannya. Atau bunda masih keliatan cantik? Kayaknya bunda tetap cantik sih mau umur berapa pun." Kekeh Adi di akhir kalimat nya. Ia meletakkan bunga tulip di botol yang memang tersedia di depan nisan bunda nya. "Adi beliin bunda bunga tulip cantik. Buat ayah bunga mawar putih, kan ayah suka bunga mawar putih. Yah, Bun. Beberapa waktu belakangan Adi ngalamin sesuatu yang aneh, semua ada sangkut paut nya sama kecelakaan itu. Dulu kata bunda Adi gak boleh luka, tapi sekarang Adi sering banget luka sampe dijahit, Bund. Rasanya gak sakit, tapi tetep aja ini aneh. Setiap Adi tidur Adi akan berada di dunia lain dan itu mengerikan." Adi terdiam sejenak. " Yah, bund. Bantu Adi buat mecahin permasalahan ini, Adi gak peduli siapa pun yang udah buat kecelakaan itu terjadi, yang Adi mau hanya alasan mereka melakukan itu, ayah dan bunda adalah orang baik, tapi kenapa ada orang yang buat kalian seperti ini?" Adi menghela nafas sejenak, lalu menghembus nafas nya secara perlahan guna mengurangi rasa sesak. "Sekali lagi selamat ulang tahun, Bund. Terima kasih untuk cintanya selama ini. Love you, Adi pergi dulu yah, nanti Adi main lagi di sini." Adi berbalik menatap makam sang ayah, mengusap pelan makam itu. "Ayah, terima kasih untuk semuanya. Adi pasti bisa lewati ini semua kan, Yah?... Adi pulang dulu," ujar nya berdiri sembari melangkah pergi meninggalkan area pemakaman itu. Sampai ketika ia tiba di parkiran, di sana tampak sangat sesak karena keluarga dari pihak bundanya masih berkumpul. Ia pikir mereka sudah pulang, padahal dirinya sudah cukup lama berada di pemakaman itu. Dengan menenteng kotak kue yang ia bawa pulang lagi untuk dibagi kan nantinya. Adi menghela nafas pelan menghampiri keluarga yang sepertinya hanya ada dalam silsilah saja, bukan keluarga yang sebenar - benar nya keluarga. "Bude, pakde. Belum pulang?" Tanya Adi menatap semuanya dengan penuh tanya. Ia tidak menunjukkan raut kekesalan sama sekali. "Belum, kami mau berkunjung ke rumah kamu. Sekalian nginap beberapa hari. Boleh kan?" Seketika Adi melotot kaget, apa katanya? Menginap? Seumur-umur tidak ada keluarga yang mau menginap di rumah nya itu, lantas kenapa sekarang malah pada mau nginap? Seperti ada yang tidak beres. "Maaf, de. Tapi Adi sudah tidak tinggal di sana, Adi tinggal di mansion kakek pamungkas." "Oh, kalau gitu kami aja yang nempati rumah itu, sayang toh kalau gak ada yang ngisi." Adi menggeleng pelan. "Rumah itu sudah Adi jual." Dustanya. Well, ia sudah cukup tahu taktik kampungan yang memiliki niat jahat, lagian buat apa mereka nginap kalau tuan rumah saja tidak ada di dalam nya. Belum lagi kenyataannya jika rumah mereka tidak terlalu jauh jika ditempuh perjalanan menggunakan mobil. Kenapa harus menginap? Adi dapat melihat raut wajah terkejut dari pakde dan bude nya. Terlebih adik perempuan sang bunda yang melotot seperti orang marah. "Apa-apaan kamu, jual rumah tanpa persetujuan kami? Itukan rumah punya adik kami. Harusnya kamu meminta persetujuan bude, gak ada sopan-sopannya." "Pardon? Apa tadi? Adik? Terus kenapa kalau adik, masa Adi harus lapor Adi mau jual harta yang jelas-jelas punya Adi. Dan itu rumah memang atas nama bunda, tapi hak kalian gak ada sama sekali di dalamnya," ujar Adi dengan berani menegaskan bagaimana posisi mereka sebenarnya. Dari mana asalnya ia harus meminta ijin, sedangkan keluarga pamungkas yang jelas-jelas memberikan rumah itu saja malah meminta dirinya untuk menjualnya agar Adi bisa tinggal bersama di mansion besar mereka. Lah ini keluarga bundanya? Boro-boro mengajaknya untuk ikut tinggal bersama mereka, yang ada malah mau menyusahkan. "Heh Adi, sopan kamu bicara sama bude mu. Begini didikan pamungkas ternyata? Lantam dan tidak terdidik." "Jangan bawa-bawa keluarga saya dong, Tante. Yang ada Tante tuh gak terdidik, masa baru ketemu setelah belasan tahun malah begini jadinya. Gak malu?" Jawab Kevin yang terbangun lantaran jendela kacanya diketuk dari luar oleh sepupu dari pihak ibu nya Adi. Melihat kehadiran Kevin, Adi memilih diam. Karena sebenarnya ia malas sekali banyak bicara dengan orang-orang toxic yang merusak mood nya. "Lagian Tante, apa sih yang diributin. Baru aja loh ke makam Tante saya dan adik Tante sendiri. Masa udah cari gara-gara sama anak yang jelas-jelas keponakan Tante sendiri?" "Heh bocah! Jangan ikut campur. Ini bukan urusan kamu atau pun pamungkas lagi, tapi ini udah jadi urusan kami sama Adi." "Eh, permisi Tante. Kalau Tante lupa saya kenalkan siapa saya. Kevin Putra Rendy Pamungkas. Dan yang sedang Tante marah-marah tadi adalah Adi Widyo Pamungkas. See! Marga kami sama. Jelas urusan dia menjadi urusan saya," ujar Kevin dengan lantang. Walaupun keluarganya keluarga b*****t semua, akan tetapi Ia tidak terima jika keluarganya di rendahkan seperti ini. "Halah, kalian berdua sama aja sama-sama gak ada otak, sialan memang!" Pekik salah seorang pria paruh baya yang Kevin duga itu adalah paklek atau bisa jadi hanya orang lain yang ikut campur dalam urusan keluarga mereka. "Kalau gak ada otak, yah gak idul lah, Pak. Besok-besok jangan nampak kan kali yang g****k itu." Celetuk Kevin yang memang kurang sopan. Adi saja yang mendengarnya meringis pelan. Sangat tidak ada akhlak sekali anak bapak Rendy ini. "Adi! Seperti ini lah teman kamu itu? Pantas saja kamu jadi anak yang tidak tahu aturan, gak beradab. Wajar sih, anak tanpa didikan dua orang tua yang seperti itu jadinya. Semoga saja tidak jadi bajingan." Kevin yang mendengar itu melangkah hendak mendekati bude Adi, akan tetapi langsung dicegah dan dihalangi oleh Adi sendiri. Menyadari jika sepupunya sudah sangat marah. Kevin memilih diam dan membiarkan Adi yang bertindak. Adi melihat ke arah bude nya dengan raut wajah yang Sangat datar, raut wajah yang sangat jarang sekali ia perlihatkan kepada siapa pun, dan pada saat ini, ucapan bude nya berhasil memancing amarah itu, tanpa tandang buluh siapa yang ada di hadapannya. Adi dengan keras memberikan sebuah tamparan keras yang bahkan belum pernah terpikirkan ia akan melakukan hal seperti ini. Plak! "Tutup mulut busuk bude. Kalau tidak memandang bude adalah saudara bunda. Udah habis bude di tangan Adi. Ini pertemuan pertama kita setelah belasan tahun, tidak ada bertanya kabar, bagaimana kehidupan Adi. Kalian dengan tidak tahu diri nya malah mempertanyakan rumah Yang jelas-jelas kalian tidak memiliki hak sama sekali," ujar Adi dengan tajam. Bahkan Kevin yang melihat pun merinding sendiri. "Sebenarnya Adi males banget ngomong panjang lebar. Tapi kalau di diemin malah ngelunjak nantinya. Perlu diingatkan, saat tujuan kalian datang itu untuk apa? Untuk melihat bunda atau hanya untuk mempertanyakan harta? Lagian, rumah itu mau Adi jual itu bukan hak kalian tau atau enggak nya." Adi berbalik menuju ke arah mobil miliknya. Begitu melihat Kevin sepupu nya itu memberikan dua jempol pertanda setuju dengan tindakannya tadi. Dan Adi tidak merasa bersalah sama sekali akan hal itu. Malah ia merasa bangga dengan diri sendiri yang bisa tegas dengan orang lain. "Vin, pulang!" Panggil Adi yang melihat Kevin malah terdiam menatap keluarganya yang juga tengah menatap Kevin, alhasil terjadi aksi saling tatap menatap. Kevin mengangguk lalu mengacungkan jari tengahnya ke arah keluarga Adi. Lalu berjalan masuk ke dalam mobil. Tapi, sebelum sampai di mobil, Kevin sempat-sempatnya menggoyangkan b****g seksi nya menghadap keluarga Adi , dengan tawa yang membahana kevin masuk ke dalam mobil. Begitu juga dengan Adi yang tertawa ngakak melihat tingkah konyol sepupu gilanya itu. "Kevin Gila." Cibir nya yang langsung membuat Kevin menghentikan tawa nya seketika. "Kalau gue gila lu apa nya? Nenek moyangnya gila?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN