Bab 25: Isyarat Jefri

2047 Kata
Terbangun dengan keadaan basah tentu membuat Adi mengernyit heran, kenapa ia bisa basah sebasah-basahnya? Perasaanya kamar miliknya di mansion ini tidak dalam keadaan bocor ataupun rusak . Di tengah kebingungan Adi, kevin muncul dengan suara tawa yang membuat siapa saja merasa geram. Yang benar saja, kemungkinan besar jika Kevin yang melakukan itu. "Anjir, lu ngapain nyiram gue?" Tanya Adi sembari melihat keadaan tubuhnya lagi, bahkan ranjang nya kini sudah dalam keadaan basah. "Lagian dibangunin kagak bangun-bangun, ya udah gue siram eh si kambing malah gak bangun juga." Adi melongo, demi apa pun, kenapa ia harus memiliki sepupu yang absurd semua. Satu pun tidak ada yang beres. Dengan penuh kekesalan, Adi menarik semua bad cover nya dan benar saja, kasur miliknya sudah seperti kasur yang terkena banjir bandang. "Anjir emang, pagi-pagi udah buat kesel aja ini bocah." Dumel Adi yang masih bisa di dengar oleh Kevin. Bukannya membantu Kevin malah duduk di sofa kamar menatap sepupunya dengan senang. Terlebih raut wajah yang terlihat kesal itu, sangat jarang kan Adi bertingkah seperti ini. Adi berlalu dari hadapan Kevin menuju kamar mandi. Tanpa memperdulikan sepupunya itu, ia akan memberikan sedikit pelajaran kepada Kevin sebagai balas dendam. Lagian ini tidak siang-siang banget, ia malah bangun tidak pernah di atas jam tujuh, dan kapan pula Kevin menyiramnya? Tidak mungkin ia tidak terbangun kan? Mengusap pelan rambutnya, Adi menatap kaca yang berada di kamar mandi wajahnya bersih karena beberapa hari ini tidak ada kekerasan dalam mimpinya. Semoga saja selalu begini, meskipun luka itu tidak menimbulkan rasa sakit tetap saja dirinya risih karena akan menjadi pusat perhatian banyak orang. Dengan cepat Adi menyelesaikan acara bersih-bersih nya, ia harus menuju makam sang bunda, seperti yang ada di mimpi tadi, hari ini bundanya berulang tahun tepat sehari sebelum kejadian nahas itu terjadi, empat belas tahun yang lewat ia masih bisa meniup lilin bersama dengan Bundanya, bahkan foto terakhir ada di ponsel milik Rendy. Begitu keluar dari dalam kamar mandi ia dikejutkan dengan keadaan kamarnya yang ramai, sebab ada kakek, Tante dan juga sepupu nya Jefri. "Loh, kok ramai?" Tanya Adi dengan mata menyesar pada Kevin memberi kode. Kevin sendiri menggeleng pelan dan juga mengangkat bahu pelan tanda tidak tahu apa maksud kedatangan keluarga nya ini. " Kakek mau ajak kamu ke makam bunda. Mau ikut?" Tawar pamungkas kepada cucunya. Adi melirik ke arah Kevin, dan dibalas dengan gelengan oleh Kevin pertanda dirinya harus menolak ajakan itu. "Akh, bukan gak mau, Kek. Tapi Adi lebih senang sendiri ke sana." "Loh, kenapa?" Tanya pamungkas kaget. Ia bahkan sudah rela menunda rapat di perusahaan hanya untuk datang ke makam menantunya bersama dengan sang cucu, eh malah cucu nya memilih pergi sendiri. "Adi lebih suka aja." Jawab Adi seadanya. Kevin sendiri yang sudah mengetahui ini hanya tersenyum geli, baru kali ini ada yang menolak pamungkas. Akh! Ia dengan Adi kan berbeda dengan para kerbau yang berada di samping kanan kiri pamungkas, hidungnya sudah dicolok sehingga nurut saja mau dibawa ke mana. "Ya sudah kalau gitu, kakek sama yang lain duluan." Pamungkas mengusap pelan kepala Adi, dan berlalu keluar meninggalkan kamar milik cucunya itu. Sedangkan paman, Tante yang kebetulan ikut masuk ke dalam kamar hanya tersenyum maklum. "Tante sama paman pergi dulu, kamu kalau berubah pikiran chat aja Tante atau paman biar dijemput," ujar Tante marla. Adi sendiri mengangguk pelan sebagai bentuk menghargai usaha keluarganya yang mau mengajak nya pergi bersama. Selepas kepergian paman dan tantenya, sekarang hanya ada Jefri yang tersisa. Pemuda itu menatap Adi dengan sorot berbeda dari biasanya. "Cari rumah yang benar-benar nyaman buat lu, di," lirihnya sebelum keluar meninggalkan beribu pertanyaan untuk Adi terlebih juga Kevin. Pemuda itu melirik sepupunya dengan heran lalu mendengus pelan lantaran kesal dibuat penasaran. "Kenapa dia?" Tanya Kevin pelan. Adi menggeleng tidak tahu, lagian kan emang Jefri orangnya random dan tidak bisa ditebak, jam ini ia baik, bahkan kelewat baik, tapi lewat setengah jam nanti akan berubah jadi Lucifer. Dan bukan hal yang mengherankan lagi jika Jefri membuat teka-teki yang tidak terpecahkan. Sifat remaja itu sangat labil dan tidak konsisten. "Biarin, nanti juga sadar sendiri." "Sepupu lu ada gila-gila nya." Adi terkekeh pelan. "Sepupu gue juga sepupu lu, kalau lu lupa, Kev. Lagian nih yah, Jefri beberapa kali juga kayak ngasih kode sama gue, tapi gue gak terlalu peduli, cuma semakin ke sini semakin sering. Gue harus selidiki ini sih." Lebih mengangguk setuju, ia juga sama seperti Adi yang curiga jika Jefri mengetahui sesuatu yang sangat penting, sebab sepupu tirinya itu selalu memberikan masukan kepada Adi atau bahkan kode secara tersirat kepada sepupunya itu, seperti barusan. "Mending lu langsung paket baju, pamer roti sobek Mulu, lu pikir gue ngiler?" Cibir Kevin pelan. Tentunya hal ini membuat Adi mendengus kesal, ia jadi teringat kembali dengan ulah pemuda itu padanya pagi ini, lihat saja nanti, ia akan memberikan perhitungan untuk keisengan Kevin. Menyadari jika sedang ditatap lekat oleh Adi, Kevin menaikkan alisnya bertanya kepada Adi lewat mata. Namun tanpa memperdulikan Kevin, Adi melengos memakai baju miliknya mengabaikan u*****n Kevin yang membuat pemuda itu mencak-mencak tidak karuan. Selesai mengenakan pakaiannya, Adi hendak berlalu dari ruang ganti sebelum matanya melirik ke arah bingkai foto. Di dalam sana terabadikan sebuah momen membahagiakan untuk yang terakhir kalinya, itu adalah ulang tahun Adi yang ke lima, moment terkahir sebelum kebahagiaan itu terenggut secara paksa. Mengusap pelan wajah bunda nya, Adi tersenyum miris begitu ingat jika dalam kecelakaan itu sang bunda berusaha melindungi dirinya sehingga sang bunda terpelanting jauh. Sedangkan ayahnya yang berada di depan bersama sang om terjepit hingga ketika evakuasi membutuhkan waktu yang cukup banyak. Dan ayahnya telat di tangani.. Rasanya jika mengingat semua itu, Adi ingin marah pada Tuhan, kenapa tidak dirinya saja yang diambil, paling tidak ia tidak akan merasakan apa yang namanya kesunyian seperti ini. "Adu tahu bunda lakuin itu biar Adi selamat, tapi bunda! Bukan karena Adi gak tahu terima kasih, tapi lebih baik saat itu Adi ikut pergi bersama kalian, dari pada hidup sendiri seperti ini." bisik nya pelan seraya menatap foto keluarga itu sekali lagi dengan sendu. Adi keluar dari dalam kamar nya dengan mimik wajah yang lebih tenang tanpa menunjukkan kesedihan sama sekali. baginya rasa sakit karena ditinggalkan cukup ia sendiri saja yang tahu dan ini menjadi tanggung jawabnya dalam membuat kebahagiaan untuk diri sendiri, bukan orang lain! Begitu keluar ia langsung disambut dengan kehadiran Kevin yang menatapnya dengan lekat seolah meneliti dirinya. Merasa sangat risih, Adi langsung meraup wajah sepupu nya itu yang dibalas dengan u*****n terkejut oleh Kevin. "Anjing, emang!" "Shut up you mouth! Pengen banget gue tabok!" Kevin langsung menutup mulutnya dengan rapat, menatap Adi dengan takut-takut, pemuda di depannya ini termasuk orang yang tidak main-main dengan ucapannya sendiri, pernah sekali Adi melemparkan pisau kepadanya, beruntung saat itu lemparan meleset sehingga ia tidak jadi mati saat itu juga. "Serem amat, Di. Jadi pergi gak?" Tanya Kevin berusaha memulihkan suasana. Adi hanya mengangguk, hari ini ia mulai irit bicara saja, dari pada buang tenaga. Sepertinya menyenangkan. Menyadari jika sepupunya tidak dalam mood yang baik, Kevin langsung mengambil langkah siaga. Ia tidak mau menerima resiko atas ke badmood an Adi yang nantinya akan berakibat sangat menjengkelkan hati dan otaknya. "Cepetan!" Nah kan, bener. Kalau sudah gak mood. Adi bisa berubah menjadi beruang kutub yang siap menerjang mangsa. Dengan terburu-buru Kevin menyusul Adi, tanpa sempat menyemprotkan parfume di tangannya. "Anjing bener punya sepupu sejenis manusia berbulu. Jadinya yah gini." Gerutunya sambil berjalan masuk ke dalam mobil. Belum sempat Kevin menekan botol parfume nya, lemparan benda padat yang membuat jidatnya berdenyut membuat ia menggeram menahan kekesalan. "Lu yang jadi supir, gua males." Sudah, hanya itu saja? Gak ada gitu kata-kata maaf, atau bahkan meminta tolong seperti orang pada umumnya saat membutuhkan sesuatu. Dengan malas kevin menerima titah sang Baginda raja itu, ia akan menjadi supir pribadi Adi selama seharian penuh. Ingin marah tapi yah tidak bisa, bukan tidak bisa, lebih tepatnya tidak berani karena Adi dalam mode senggol bacok. "Di, ke mana dulu? Makam, bunga, atau toko kue?" Adi tidak menjawab, sehingga Kevin memutuskan untuk ke toko kue terlebih dahulu. Sesampainya di sana, Kevin yang mengetahui Adi sedang melamun langsung menepuk pundak pemuda itu dan berhasil menyadarkan nya. "Kok toko kue? Lu gimana sih, Vin?" Sentak Adi tang tidak terima melihat mereka berhenti di toko kue terlebih dahulu. Kevin mendengus kesal. Astaga! Rasanya ia ingin meremas ginjal Adi lalu mencincang nya menjadi santapan harimau. "Terus mau ke mana? Lu dari tadi plonga-plongo kayak kambing kekenyangan." Kevin langsung menutup mulutnya rapat begitu Adi memberikan lirikan maut seolah tengah mengancam keselamatan jiwa dan raga nya. "Jadi mau ke mana dulu? Lagian itu ada toko roti di seberang." "Gue males nyebrang," sahut Adi tegas seolah tidak bisa dibantah lagi. Mendengar itu sontak niat ingin membunuh dalam diri Kevin semakin muncul sampai-sampai membuat pemuda malang itu seperti orang kesurupan kejang-kejang tidak karuan. Adi yang melihat respon Kevin segitunya hanya menatapnya dalam diam, tidak mengatakan apa pun itu. Biarkan saja sepupu gilanya itu bertingkah, balasan atas kejahilan nya tadi pagi dan memang mood nya sedang tidak baik sekarang. Kevin dengan terpaksa memutar balik guna menyebrang ke toko roti yang sial nya berada di seberang jalan sana. Kenapa lah tidak satu jalan saja dengan toko bunga, pastikan tidak akan begini. Sesampainya di seberang, Adi langsung turun dari mobil tanpa mengatakan apa pun lagi. "Ya Allah om, kenapa anaknya titisan setan banget sih." Geram Kevin frustasi, entah kenapa Adi berubah mendadak seperti ini, apa karena tadi ia siram sampai-sampai kebaikannya luntur seketika. Sedangkan Kevin sendiri memilih kue kesukaan ibunya, hingga matanya menatap jajaran kue yang tidak asing di matanya, ia seperti pernah melihat model serta desain kue itu, tapi ia tidak ingat di mana. Menggeleng pelan, Adi berusaha menepis ingatan itu, hingga ia melihat sebuah kue berhiaskan bunga sakura kecil-kecil tampak kue itu sangat elegant namun simple. "Ini pesannya, kue dengan hiasan simpel tapi elegan." Seketika ingatan Adi langsung merajuk pada mimpi yang sempat ia rasakan tadi malam. Ternyata mimpi itu masih mengikutinya sampai sekarang, terbukti dengan jejeran kue ini yang terlihat cantik di etalase toko. "Mba, kue yang sakura itu yah." Tunjuk Adi ke arah kue yang sama persis seperti di mimpinya. Mulai hari ini ia akan menerima dan menjalani setiap apa yang terjadi di mimpinya. Mungkin bisa saja ia menemukan titik terang yang benderang.. "Totalnya 185 ribu yah, Mas. Mau sekalian lilin dan tulisan nya?" Adi menggeleng. "Lilin saja yah, Mba. Angkanya 28. " "Kenapa 28? Tante kan umurnya 42?" Tanya Kevin secara tiba-tiba yang membuat Adi berjengit kaget. Bahkan sangking kagetnya ia sampai meloncat dari posisinya berdiri. "Anjing, anak setan memang." Kesal Adi terhadap kevin yang sedari pagi tadi memancing emosi nya. "Peace bro," ujar Kevin sembari nyengir dengan mengangkat dua jarinya peace. "Lagian aneh, umur Rante itu 42, kenapa 28? Emang lu punya anak berapa?" "Gue cuma mau ngerayain ulang tahun bunda sesuai umurnya selagi dia masih bisa ngerayain sama gue. Karena tahun-tahun setelahnya, bunda gak pernah ada di samping gue lagi," ujar Adi dengan wajah yang menerawang jauh. Ia memang tidak pernah membuat lilin seusia dengan usia bunda nya yang seharusnya. Ia selalu menancapkan lilin angka itu dengan angka yang sama sejak empat belas tahun yang lalu. Karena hanya di umur itulah bundanya bisa merayakan bersama ulang tahun nya bersama dengan keluarga. Kevin tidak banyak lagi berkomentar, itu adalah hak Adi, karena hanya Adi saja yang tahu bagaimana rasanya ditinggalkan orang tersayang di waktu yang bersamaan. Tugasnya hanya menemani Adi dan membantu sepupunya itu. "Ya udah, itu pesanan lu udah jadi. Mau beli bunga sekalian?" Adi mengangguk, lalu keduanya memutuskan untuk nyebrang lagi sebab jalan menuju area pemakaman searah dengan jalanan toko kue. Tadi sebenarnya Adi hanya mengerjai Kevin, lagian kapan lagi ia bisa melihat raut wajah Kevin yang semrawut tidak jelas seperti itu kalau tidak sekarang. Memilih bunga tulip kesukaan bundanya, Adi tertarik membeli mawar putih yang belum pernah sama sekali ia beli sebelumnya. "Mau buat siapa mawar putih nya?" Tanya Kevin heran. "Mau buat ayah, nanti ayah cemburu kalau gue beliin bunda doang. Gitu-gitu ayah gue pecinta mawar putih." Akh, Kevin jadi ingat, di sekeliling rumah itu ada banyak tanaman mawar putih yang menghiasi taman. Ternyata bunga itu kesukaan pamannya. "Ayah lebih telaten ngurus taman dibandingkan bunda. Makanya banyak mawar putih, lagian bunga tulip perawatannya susah bahkan banyak yang gagal tumbuh di lingkungan kita." Kevin kembali mengangguk, lagian ia hanya boleh mengangguk kan? Khusus hari ini ia akan menjadi babu nya Adi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN