Wanita versi Ayyana

1280 Kata
Jarak yang membentang dan kesibukan yang kian bertambah membuat Ayyana tak ingin mengganggu suaminya yang sedang fokus bekerja di suatu tempat. Sesekali ia berkirim pesan yang menanyakan keadaan suaminya tapi dibalas dengan kalimat singkat dari suami. Ayyana tak banyak protes, ia ingin menjadi wanita yang pengertian dan orang terdekat yang paling memahami suaminya. Meski terkadang di hati kecilnya, ia ingin sekali mengikuti kemana suaminya melangkah, tapi ia sadar ... itu tak mungkin. Putranya masih terlalu kecil, ia takut merepotkan dan takut kalau tiba-tiba sakit. Pada akhirnya, ia hanya di rumah bersama putranya. Akhirnya, ia memutuskan melakukan video call. Namun, video call tak kunjung menunjukan tanda 'dering', hanya bertuliskan 'memanggil' pada layar yang kemungkinan tak ada sinyal atau ponsel suaminya dalam keadaan mati. Desah kecewa lolos dari wanita pemilik bibir berwarna merah muda alami ini. Sudah 20 kali ia hubungi namun tak ada tanda-tanda dering dan sudah 2 hari tak ada kabar apapun yang diberi. Benar-benar sibuk, pikir Ayyana. Ayyana begitu merindukan suaminya terlebih dengan kecupan dan belaian hangat di tubuhnya. Tapi dia senang, kurang 4 hari lagi suaminya pulang setelah kunjungan terpanjang yang kesekian kali pernah dilakukan. "Beyum diangkat?" Tanya Kiano dengan tatapan polos sehabis bangun tidur. Namun di sebelahnya sudah disiapkan apel kupas yang diminta Kiano barusan. "Mungkin Daddy HPnya lagi mati. Nanti kita coba lagi ya?" Bujuk Ayyana halus. Putranya menggelengkan kepala, "Agi," pintanya manja yang bermaksud meminta menelepon lagi. "Mommy coba sekali lagi ya? Kalau gak diangkat Daddy, berarti Daddy masih istirahat. Ini juga masih jam 6 pagi," bujuknya lagi. Padahal ia tahu, suaminya termasuk pria yang disiplin dalam hal bangun pagi meski terkadang meminta dimanjakan terlebih dahulu. Mengangguk patuh. Hanya itu yang dilakukan Kiano. Sekali lagi ... tak berdering. Akhirnya, Ayyana mendesah pasrah dan mengalihkan putranya untuk naik ke lantai 4 setelah ia mandikan, tempat dimana ia biasa menikmati keheninga ketika suaminya tak kunjung pulang dan Kiano sedang tertidur pulas. Di roof top, Ayyana dibantu Nanny Kiano menyiapkan teh hangat, camilan, dan membuat perkemahan mini dari tenda anak yang mudah untuk dibongkar pasang. Meski masih merasakan sedikit dinginnya pagi, tapi ini lebih nyaman dari pada terik di siang yang membakar kulit. Kiano mulai melupakan rajuk manja yang ia lakukan tadi pagi karena merindukan Daddynya. Kini ia sarapan dan bermain bersama Nanny dan Mommynya di dalam tenda biru, sebiru langit pagi di Jakarta yang sebentar lagi panas membara. Ketika tengah asyik bermain, dering ponsel mengagetkan Ayyana. Seketika Ayyana tersenyum senang, pasti suaminya, batin Ayyana. Namun, senyum lima jarinya berubah menjadi senyum tiga jari manakala yang menghubungi adalah saudara lelakinya, kakak Ayyana. Aksara Yudhistira. "Assalamualaikum," sapa Ayyana dengan suara lembut. "Wa'alaikumsalam. Gimana kabarnya, Dek?" Tanya Aksa dengan suara lembut penuh kerinduan. "Alhamdulillah, baik Mas. Mas Aksa gimana kabarnya? Maaf Ayyana jarang ngasi kabar." Ayyana menjawab lirih. Kiano yang sibuk dengan mainannya, tidak memperhatikan Mommynya. "Gak apa-apa. Mas juga minta maaf jarang-jarang tanya kabar." Menjeda sejenak, Aksara melanjutkan, "Kita sama-sama sibuk kayaknya, Dek. Oh iya, keponakan Mas apa kabar?" Melirik sekilas ke arah Kiano yang sibuk bermain lego, Ayyana berucap, "Keponakan Mas baik, Alhamdulillah sehat." "Suami kamu apa kabar, Dek?" Tanya Aksa meski terkadang bertemu Liam ketika di kantor. "Oo ... ohh, Mas Liam ada kunjungan ke Surabaya 2 minggu, Mas," ucap Ayyana dengan desah kerinduan yang membumbung tinggi. Aksa yang berada di rumahnya, terkekeh geli, "Kangen nih ceritanya?" Namun seolah seperti mood yang berubah secepat kilat, Aksa tiba-tiba mengerutkan kening,"2 minggu?" "Iya, Mas. Lama kan ya?" "Iya, padahal cuman ke Surabaya aja kan, Dek?" "Iya, Mas. Mas gak berangkat ke kantor nih, kok bisa ngobrol lama?" "Ini mau berangkat. Mas matikan dulu ya? Nanti Mas hubungi lagi." "Iya, hati-hati ya Mas Aksanya Ayyana. Assalamualaikum." "Wa'alaikumsalam." Aksa yang menjadi bawahan iparnya mencoba mengingat jadwal Liam ke Surabaya, sepertinya tidak sampai 2 minggu. Tapi kenapa sampai pamit ke adiknya hingga 2 minggu, batinnya. Mungkin ada hal mendesak yang harus diselesaikan, batin Aksa dengan pikiran terbuka. *** Memencet bel dua kali, Bi Lastri langsung membukakan pintu gerbang dengan sigap karena ia melihat Keyra yang wajahnya terpampang dari layar monitor CCTV yang berada di ruang tengah. "Wah, Non Keyra. Lama gak ketemu Non," sapa Bi Lastri ramah. "Iya Bi, lagi kebanjiran job. Bella ada?" "Ada, Non. Main sama Kiano di roof top." Sesaat Bi Lastri melihat tas bermotif batik yang dibawa Keyra. "Non mau nitip sesuatu?" Tanya Bik Lastri untuk memastikan. "Enggak, Bi. Aku boleh masuk gak?" "Boleh, Non. Mari," ajak Bi Lastri ke roof top. Mereka menggunakan lift yang berada di sudut ruangan. Dalam sekian menit, Keyra dan Bi Lastri sudah sampai di atap rumah yang menampakan penghijauan yang sedap dipandang mata. Keyra menatap Ayyana dan Kiano aneh karena melihatnya sedang mengabadikan Kiano dengan berbagai ekspresi menggunakan iphonenya. Padahal seharusnya wanita berambut coklat itu memaklumi karena dirinya juga sering berselfi ria dengan teman seprofesi atau orang terdekatnya. Dasar memang Keyra yang selalu iri dengan apa yang dimiliki Ayyana. Bi Lastri yang lebih dulu berjalan, segera memberitahu Ayyana kalau ada Keyra yang mencarinya. Ayyana langsung mencari keberadaan Keyra, dan benar saja, Keyra masih ada di depan pintu lift. "Hai, Mbak. Lama gak jumpa," sapa Ayyana dengan senyuman hingga ke mata. "Iya, Bel. Apa kabar?" Sapanya balik sambil memeluk dan mencium pipi kanan kiri Bella. "Baik, Mbak. Mbak sendiri?" "Aku juga baik. Ini aku bawain oleh-oleh dari Surabaya." Keyra mengulurkan tas yang berisi 3 kotak 'Spikoe Resep Kuno' yang hits di Surabaya. "Makasih, Mbak," ucap Ayyana dengan senyum penuh ketulusan. "Eh ... Ngomong-omong Mas Liam juga di Surabaya loh." "Iya, kemarin aku ketemu." "Oh? Beneran, Mbak? Dimana ketemunya?" Ayyana antusias bertanya tanpa rasa curiga. "Di deket kantornya," ucap Keyra bohong. Padahal di hatinya menjawab, "Di ranjang sambil mendesah keenakan." Seringai jahat terbit di rautnya. "Oh ... iya. Uda 10 hari Mas Liam disana," ucap Ayyana terlihat begitu merindukan Liam. "Sabar, Bel. Kan suami kamu kerja." Padahal dalam hati Keyra menyahuti, "Kerja apaan? Kelonan iya." "Iya, Mbak." Percakapan hanya sampai disitu saja, setelah itu Keyra pamit pergi karena ada pekerjaan yang menantinya. *** Di tempat lain, yang jaraknya terbentang berkilo-kilo meter dari tempat Ayyana, seorang pria bertubuh polos dengan mata coklatnya sedang menatap birunya Samudra Hindia dan langit cerah penuh warna dari balik kamar berdindingkan kaca transparan yang tembus pandang. Siapa lagi kalau bukan Liam. Liam tersenyum memandang wanita dengan tubuh telanjang yang tergolek lemah di sebelahnya. Tubuh wanita itu dipenuhi bercak kemerahan yang belum berubah warna. Percintaannya semalam sangat panas hingga membakar seluruh sendi-sendi yang ada pada tulangnya. Otaknya pun ikut memanas hanya mengingat apa yang terjadi beberapa jam lalu. Peluh membanjiri tubuhnya hingga sprei putih yang bagian tengahnya terdapat motif kain tenun khas Sumba, tergeletak tak berdaya di ujung kamar. Mengecup kening sangat lama dan rasa yang mendalam, lagi-lagi Liam tersenyum. Tak pernah ia merasa sebahagia ini meskipun ia bersama Ayyana ataupun dengan Keyra yang beberapa hari lalu menemani malamnya hanya untuk having s*x. Atau para jalang yang dahulu sekali pernah meramaikan malamnya yang kelam dan sepi disertai sunyi yang menghampiri. Liam pria normal dengan libido tinggi. Sangat wajar jika ia membutuhkan pelepasan. Tapi ... tidak wajar jika melakukannya bersama wanita lain. Itu hal yang salah. Sangat salah. Tapi ia tak peduli dengan hal itu. Semua telah menjadi kebiasaan ketika belum bertemu Ayyana. Dia butuh pelampiasan karena beban pekerjaan yang menggunung. Menjadi seorang Direktur Utama tak mudah. Jika ada yang bilang mudah, maka itu hanya ada dalam cerita n****+ atau karangan fiksi. Wanita molek disampingnya melenguh karena bibir Liam yang bersarang di tengkuk berlanjut menyesapnya. Sepertinya dia belum puas. Karena wanita ini ... bukan wanita biasa yang dia sentuh. "Kenapa baru sekarang, hmm?" Liam bertanya dengan suara serak mirip gumaman. "Kenapa gak dari dulu-dulu aja kamu yang mencicipi keperkasaanku?" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN