Terkadang ... kita harus memahami apa arti sebuah kepercayaan.
Bukan saja percaya tentang cinta ... namun juga tentang karma.
Mungkin bukan sekarang.
Namun yang akan datang.
***
Seorang pria dan wanita terlihat menuruni sebuah Rolls Royce dan menaiki lift dalam diam.
Bukan. Bukan menggenggam tangan.
Melainkan saling memandang dengan mata berkilat gairah.
Siapa?
Entahlah...
Yang jelas seorang pria yang telah berkeluarga ... dan wanita yang membutuhkan segalanya.
Keduanya melewati lorong apartemen yang sepi dengan langkah tergesa karena suatu hal yang ingin segera mereka tuntaskan.
Apa itu?
Yang jelas semua orang pun tahu.
Tiba di depan pintu kamar yang dituju, cepat-cepat si pria mengambil access card di saku celananya dan menempelkan pada mesin access control yang berada di atas handel pintu.
Pintu terbuka. Pria dan wanita yang terlihat seperti sepasang kekasih atau apalah namanya itu, terlihat seperti orang rakus atau lebih tepatnya orang yang tak merasakan kepuasan hingga berbulan-bulan lamanya.
Keduanya saling menyerang seolah ini pertandingan terakhir dan saling merapatkan diri satu sama lain seolah ada sebuah perekat yang ditempelkan pada tubuh mereka. Mereka saling melumat, mencecap, dan bertukar saliva hingga desahan kecil lolos dari bibir si wanita. Bukan hanya itu saja ... tangan keduanya juga tak tinggal diam, mereka saling membelai, menarik, dan meremas satu sama lain hingga berakhir dengan saling melepaskan apa yang mereka kenakan.
Ya ... tubuh mereka polos, tanpa kain penutup apapun. Terlihat kulit mulus si wanita, dan d**a liat si pria.
Tanpa bertanya ataupun banyak berkata, mereka sudah paham bagaimana mengatur alur sebuah cerita. Cerita dengan adegan panas yang akan membuatnya terbakar pada api neraka.
Wanita bersoftlens dengan rambut sedikit kecoklatan itu melepaskan diri sejenak, memandang sayu ke arah pria kekar yang telah diliputi gelombang gairah. Wanita itu mengecup singkat bibir pria di depannya dengan sensual dan memainkan d**a liat si pria dengan sentuhan menggoda. Tungkainya ia lingkarkan di pinggang si pria, dan tanpa banyak berkata ... pria gagah nan kekar itu membawa wanita bermata softlens itu menuju peraduan yang sebelumnya telah ia persiapkan.
Ya ... sudah disiapkan.
Disiapkan ketika ia butuh pelepasan.
Namun ... bukan sembarang wanita yang menjadi teman tidurnya.
Melainkan wanita yang telah ia pastikan kebersihannya.
Selanjutnya ... hanya terdengar suara erangan, rintihan, dan yang terakhir ... jeritan panjang yang menandai kepuasan hasrat terpendam hingga pagi menjelang.
***
Mentari pagi hampir meninggi. Cahaya surya yang terpancar mampu menembus partikel terkecil korden tipis berwarna putih yang tergerai pada jendela kaca pada kamar mewah di pentahouse itu.
Suara gemericik air yang terdengar gaduh membuat salah satu penghuni lain membuka netranya yang entah sejak kapan tidak mengenakan softlensnya.
Tak lama, pintu kamar mandi terkuak. Menampilkan sosok Arjuna pada masa kini. "Sudah mandi?" Tanya wanita dengan suara serak yang masih menampilkan tubuh setengah telanjang yang hanya tertutupi selimut tebal.
Tak ada sahutan.
Wanita itu hanya mengerutkan keningnya dan mencoba berbasa-basi. "Kok gak jawab sih?" Mengulum senyumnya sembari mendudukan diri, wanita itu menimpali,"Masih kurang, hmm?"
Pria itu tak menjawab dan hanya terfokus pada kemeja yang ia kancingkan dengan cepat. Setelah semuanya siap, dia berujar, "Sebaiknya kamu segera membersihkan diri. Ini uda siang. Pekerjaanku terbengkalai karena ini."
Dengan senyum getir dan sorot mata setengah kecewa, wanita itu membalas,"Bukannya kamu yang menginginkan ini? Kamu yang memintaku datang dan memerlukan kepuasan segera," jawabnya angkuh, dan sayangnya itu benar.
"Aku tak ingin dibantah," putus Liam.
Ya ... pria itu adalah Liam.
Liam Alhanan.
Calon penerus Golden Enterprise Group.
Ingin sekali wanita berambut kecoklatan itu mengumpat saat ini juga. Namun segera ia urungkan. Wajah yang memerah karena perkataan pria b******k di depannya langsung berubah manis seolah dia adalah seekor bunglon yang akan merubah warna apa saja ketika dia menginginkan sesuatu. Entah sebagai adaptasi atau mengekspresikan diri.
"Iya, sayang. Ini aku bangun. Kamu gak sarapan disini aja? Aku pesankan." Wanita itu mencoba meredakan keadaan yang sudah memanas sembari bangkit dengan menyambar handuk kimono yang ada di lemari gantung.
Tak menjawab, itulah Liam. Akan dingin disaat dia terganggu urusan pekerjaan dan bisnis. Tanpa berpamitan, dia menyambar kunci mobil dan tas kerja. Berbeda ketika bersama Ayyana. Atau ... satunya.
Namun, dia menghentikan langkah ketika akan mencapai pintu seolah Liam bisa menebak pikiran wanita yang dibawanya semalam. Dan tanpa menoleh, dia berkata,"Hampir lupa." Sejenak menjeda, selanjutnya, "Apa yang kamu butuhkan, kirim pesan ke asistenku segera. Aku tak suka basa-basi."
Bagai mendapat santapan besar, wanita bermata indah itu bersorak kegirangan. Namun, ia tahan agar pria yang mengujinya lewat kepuasan dan kemewahan tidak memandangnya rendah. Padahal tanpa dia tahu, Liam sudah menganggapnya tak lebih dari seorang jalang yang mampu ia beli dengan uang, kemewahan, dan popularitas.
***
Suasana di Surabaya hampir sama dengan Jakarta. Panas, ramai, dan macet menjadi ciri khasnya. Liam baru saja menghadiri rapat yang diadakan di kantor cabang wilayah Surabaya ketika dia menerima pesan dari istri satu-satunya.
Mami Kiano
[Jangan lupa makan siang dan jaga kesehatan ya, Mas.]
Me
[Iya, Sayang.]
Mami Kiano
[]
Balasan singkat yang hanya diberikan Liam pada Ayyana dan kemudian tak membalas lagi setelah emoticon yang diberikan istrinya.
Liam akan memfokuskan dirinya, maka dari itu, ia tak begitu menggubris pesan-pesan yang dikirimkan istrinya ataupun orang lain. Pekerjaannya akan sangat padat hingga beberapa hari kedepan karena waktu yang seharusnya 12 hari, ia persingkat selama 8 hari.
"Pak, baru saja saya menerima pesan dari Miss Key kalau beliau menginginkan kontrak iklan di beberapa produk kita di perpanjang dan menginginkan jadi bintang iklan untuk produk lainnya," ucap Reynan ketika mereka sudah di dalam mobil menuju pabrik makanan kaleng yang berada di daerah Rungkut.
Liam sibuk dengan Ipadnya memeriksa grafik penjualan. Tanpa memandang asistennya, dia menjawab,"Berikan yang dia minta."
"Baik, Pak."
Satu jam kemudian mereka tiba di tempat yang dituju. Mengecek, mengevaluasi, dan memberi solusi ketika ada masalah, serta memberi bonus bagi mereka yang kompeten di bidangnya adalah kelebihan Liam. Dia bukan tipe bos pelit yang akan meraup keuntungan sebesar-besarnya tapi melupakan kerja keras karyawannya. Baginya, kesejahteraan karyawan juga salah satu prioritas.
Seminggu telah berlalu dari terakhir dia bertemu Ayyana. Komunikasi diantaranya tetap berjalan, namun hanya Ayyana yang lebih memberikan perhatian karena Ayyana mengetahui sesibuk apa pekerjaan suaminya.
Tapi ... tanpa dia tahu, suaminya memiliki kesibukan yang lain yang jauh dari perkiraannya.
***
Angin berembus pelan, membelai wajah ayu Ayyana meskipun mendung telah menyapa. Ayyana masih betah menunggu putranya di arena bermain yang berada di komplek perumahan bersama Nanny nya yang hari ini sudah masuk bekerja karena sebelumnya ada anggota keluarga yang sakit.
Kiano masih sibuk dengan perosotan bersama teman-teman seusianya. Berpindah dari satu permainan ke permainan yang lain. Anaknya begitu aktif dan lincah seperti anak laki-laki pada umumnya yang tak bisa diam saja.
"Eh ... ada Jeng Bella," sapa Mami Ghea atau lebih dikenal dengan Jeng Jelly salah satu tetangganya yang berada beberapa blok dari rumahnya. "Tumben main di taman ini, Jeng?"
Mengulas senyum ramah, Ayyana menjawab,"Iya, Mami Ghea. Kiano sedang bosan di rumah, makanya dia minta kesini biar bisa main dengan teman-temannya."
Sebenarnya Ayyana sedikit tak nyaman dengan sapaan dengan kata 'Jeng' yang disematkan tetangganya padanya tetapi apa mau dikata, meskipun dia sudah memperkenalkan diri dengan embe-embel 'Mbak' atau 'Mommy Kiano' tetap saja tetangganya kembali menyapa dengan embel-embek 'Jeng'. Khususnya Jeng Jelly yang memprovokasi para tetangga sekitarnya untuk memanggilnya dengan sapaan 'Jeng'.
"Gimana kabarnya, Jeng Bella?"
"Alhamdulillah, baik. Mami Ghea dengan keluarga gimana?" Tanya balik Ayyana.
"Baik juga, Jeng," jawabnya seraya mengipas-ngipaskan benda berbulu merah yang selalu dibawanya kemana-mana. "Bisnis Daddy Kiano saya dengar dari Papi Ghea tambah lancar ya, Jeng?"
Ayyana lagi-lagi tersenyum, namun dia hanya menjawab secukupnya. Enggan menyombongkan apa yang menjadi kekayaan keluarga suaminya, "Disyukuri saja, Mami Ghea. Kadang karena kesibukannya, suami saya lembur dan sering keluar kota."
Tiba-tiba saja Jeng Jelly menutup kipasnya dengan kasar dan menepukkan ke tangannya dengan keras sehingga Ayyana berjengit kaget. "Hati-hati loh, Jeng. Jaman sekarang bilangnya lembur dan sibuk keluar kota, eh ... eh nyatanya lemburin wanita simpanan dan nyenengin gundik kesayangan, Jeng Bella. Jeng Bella kudu solutip jadi orang. Kudu sering-sering cek ponsel suami," ucap Jeng Jelly panjang lebar yang membuat Nanny Kiano menahan tawa hingga terbatuk.
Apa hubungannya solutif dengan dia, batin Ayyana. Ayyana berpikir keras padahal tidak ada masalah dengannya dan Mas Liam. Yang benar adalah protektif pikirnya. Ada-ada saja, batin Ayyana.
"Terima kasih sarannya. InshaAllah saya percaya dengan suami saya, Mami Ghea. Semoga suami saya tidak merusak kepercayaan saya," ucap Ayyana terdengar lembut namun tegas dan terdengar seperti sebuah harapan.
"Yaudah Mami Ghea, saya mau pamit dulu. Ini mau hujan," ucap Ayyana untuk menutup gosip Jeng Jelly yang makin digosok makin sip.
"Hati-hati Jeng Bella," ucap Jeng Jelly. "Kalau butuh tanya mengenai tips menaklukan suami di kasur, di dapur, atau di sumur tanya saya gak apa-apa, saya pakarnya," tawarnya sambil berapi-api hingga membuat Ayyana malu karena beberapa tetangga beralih menatapnya.
"Iya," jawab Ayyana seraya menganggukan kepalanya. Ayyana melambaikan tangan pada putranya dan cepat-cepat pulang karena rintik hujan yang mulai menetes bersiap mengeluarkan tangisan disertai rintihan.
Ayyana selalu berharap yang terbaik untuk suaminya, namun akhir-akhir ini ia mengalami mimpi buruk. Salah satunya, ada wanita yang tak dia ingat wajahnya meminjam pakaian Ayyana, tapi syukurnya masih dikembalikan.
Dalam hati dan pikirannya, Ayyana selalu mensugesti dirinya bahwa mimpi adalah bunga tidur. Tak akan ada apapun yang terjadi dalam rumah tangganya karena selama ini rumah tangganya baik-baik saja.
Namun, apakah benar begitu adanya?
***