Anna terbangun dari tidurnya karena haus. Dengan rasa kantuk yang masih menggelayut di kedua matanya, Anna berjalan sempoyongan ke dapur dan membuka kulkas lalu mengeluarkan botol minuman dan menuangkannya ke dalam gelas. Anna meminumnya dan merasa lebih segar dari sebelumnya. Usai minum, Anna hendak kembali ke kamarnya, tapi ia singgah dulu ke kamar Laura untuk mengecek anak asuhnya tersebut. Anna bersyukur karena Laura terlihat lelap dalam tidurnya. Melihat Laura yang nyaman dalam tidurnya, Anna kembali keluar kamar dan berniat tidur kembali. Tetapi, bunyi air yang mati terus nyala, lalu mati lagi dan nyala lagi membuatnya mendongak ke atas dan melihat kamar majikannya terbuka dengan lampu kamar yang menyala.
Suara air yang cukup berisik itu membuat Anna yakin berasal dari kamar majikannya. Rasa penasaran membuat Anna menapaki tangga ke atas. Ia ingin tahu apa yang dilakukan oleh majikannya tengah malam begini.
Anna hampir sampai di depan pintu kamar majikannya kala ia melihat sang majikan keluar kamar dan menatapnya terkejut.
“Anna? Kamu ngapain di sini?” tanya Willy kaget.
“Saya ….” Belum sempat Anna menjawab pertanyaan Willy, suara perut Willy yang seperti orang kelaparan itu berbunyi, rasa sakit kembali melilit perut Willy dan ia kembali masuk ke dalam kamarnya menuju kamar mandinya. Anna mengernyitkan dahi, lalu karena cemas setelah melihat ekpresi majikannya tadi, Anna memutuskan masuk ke kamar majikannya.
“Pak, anda tidak apa-apa?” teriak Anna pelan sembari mengetuk pintu kamar mandi dimana Willy berada. Perasaaanya mengatakan kalau Willy sedang tak baik-baik saja. Anna sudah tak lagi memanggil Willy tuan karena merasa aneh, ia lebih nyaman kalau memanggil Willy dengan sebutan Bapak.
“Ambilkan kotak P3K di bawah Anna, dan carikan aku obat pereda sakit perut,” pinta Willy pada Anna.
“Baik, pak,” jawab Anna yang gegas keluar dari kamar Willy dan mengambil kotak P3K yang ada di tempat penyimpanan rak televise. Anna membawa kotak P3K itu ke kamar Willy dan ia lega karena Willy sudah keluar dari kamar mandi.
“Carikan obatnya,” pinta Willy lemas sembari membaringkan badannya ke atas kasur. Sudah sejak dari tadi Willy mau turun dan mencari sendiri obat sakit perut di bawah, tapi perutnya tak bisa dikompromi, setiap kali ia mau keluar kamar, perutnya kembali mulas dan membuatnya kembali lagi ke kamar mandi.
Anna mencari obat pereda sakit perut, tapi saking banyaknya macam obat-obatan di dalam kotak P3K itu, Anna jadi bingung sendiri mana yang obat untuk sakit perut.
“Yang mana ya, pak?” tanya Anna bingung.
“Sini, berikan! Ambilkan aku air putih saja,” kata Willy meminta Anna dan Anna mengangguk lalu keluar kembali untuk menuju dapur dan mengambil air putih dalam gelas lalu membawanya ke atas ke kamar Jacob. Saat sampai di kamar Willy, Anna terkejut saat melihat Willy sudah bertelanjang d**a dan mengoleskan minyak kayu putih di perutnya. Wajah Anna memerah tapi ia ingat kalau Willy memang sakit perut dan butuh sesuatu yang membuat perutnya nyaman. Anna menepis rasa malunya dan merasa Willy juga tak telanjang.
Anna melihat Willy kesusahan mengoleskan minyak ke punggungnya.
“Pak,” panggil Anna yang sudah masuk ke kamar dan membuat Willy kaget melihat kehadiran Anna, dimana ia kini sedang bertelanjang d**a. d**a Willy berdesir-desir karena rasa malu yang luar biasa, ia pikir Anna akan lama di dapur, ternyata Anna cepat kembali. Anna meletakkan gelas berisi air di tangannya ke atas nakas dan memandang Willy yang terdiam menatapnya.
“Saya bantu oleskan minyak ke punggung bapak,” kata Anna seraya menengadahkan tangan kanannya untuk menerima botol minyak itu dari tangan Willy. Sebenarnya, Willy ingin Anna segera pergi dari kamarnya karena kini ia merasa tak bisa menahan diri lagi karena berdekatan dengan Anna di kamarnya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Willy memberikan minyak yang ia pegang pada Anna yang menerimanya dan langsung menuangkan minyak itu pada telapak tangannya dan mengoleskannya pada punggung Willy.
Tangan Anna yang halus saat mengoleskan minyak tersebut di punggung Willy, membuat Willy langsung bergerak menjauh dari Anna. Saat tangan Anna menyentuh punggungnya dan bergerak di sana, Willy merasa tersengat listrik. Perasaan Willy makin tak karuan saat ini, ia tahu bahwa Anna hanya ingin menolongnya saja, ekspresi Anna juga bukan ekspresi wanita yang sedang menggodanya, tapi murni ekspresi dari seorang pelayan yang membantu majikannya agar baikan dari rasa sakit yang dideritanya, apalagi rasa sakit yang Willy rasakan itu akibat sambal buatannya.
“Lebih baik kamu kembali ke kamarmu dan tidur, Anna. Jangan sampai besok saat mengasuh Laura, kamu telat bangun atau mengantuk,” kata Willy pada Anna yang mengangguk ke arahnya. Anna tak mengerti kenapa Willy mendadak berubah menjadi dingin lagi, padahal tadi ia terlihat hangat.
Anna meletakkan botol minyak kayu putih itu di atas nakas dan mengangguk sopan ke arah Willy sebelum ia akhirnya melangkah keluar dari kamar Willy dan menutup pintu kamarnya. Willy menghela napas saat melihat Anna sudah tak ada di kamarnya.
Ingat, Will, dia baru lulus SMA dan kamu tidak mungkin menikahinya yang masih bocah!
Willy menggelengkan kepalanya dan melanjutkan aksi mengoleskan minyak ke punggung dan perutnya lalu menelan pil obat yang tadi sudah ia siapkan dan menenggak minuman yang baru dibawa Anna dari dapur. Setelah itu, Willy kembali tertidur, ia menepis bayangan wajah Anna yang sekarang benar-benar enggan pergi dari pikirannya.
***
Anna yang gelisah karena Willy bersikap kembali dingin itu menerka-nerka apa yang telah ia perbuat sampai Willy bersikap seperti tadi. Ia takut berbuat salah di hadapan Willy yang membuat pria itu membencinya dan memecatnya kemudian. Anna tak bisa membayangkan dirinya dipecat saat ini, karena keluarganya butuh biaya besar untuk pengobatan adiknya yang sakit ginjal. Karena hanya lulusan SMA dan dari kampung halaman juga, Anna tidak bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak. Beruntung pak Toni menawarinya menjadi pengasuh anak dan tanpa pikir panjang Anna menerima tawaran itu. Anna pikir gaji yang diterimanya akan lebih kecil dari gaji toko baju yang ada di pasar. Siapa yang sangka gaji Anna sangat besar melebihi UMK wilayahnya tiga kali lipat dan tentu saja Anna betah bekerja di rumah Willy. Anna bahkan berencana untuk melanjutkan kuliah agar bisa bekerja di tempat lain yang lebih bagus dengan ijazah yang dipegangnya kelak karena ia sadar diri bahwa mengasuh Laura paling lama mungkin hanya saat Laura masuk sekolah saja.
Karena kelelahan, akhirnya Anna juga tertidur dan suara adzan subuh di ponselnya berbunyi. Matanya masih mengantuk tapi Anna memaksakan diri bangun untuk mengambil wudlu dan salat subuh. Usai salat subuh, Anna membantu asisten rumah tangganya di dapur sembari menunggu Laura bangun. Biasanya Laura akan bangun jam enam pagi dan Anna akan membantunya untuk sarapan sebelum mandi.
Suara tangisan Laura terdengar dan Anna yang sedang memotong sayur itu kaget hingga tak sadar kalau tangannya teriris.
“Bodoh!” seru Willy pada Anna yang melihat telunjuk tangan Anna mengeluarkan darah. Anna menghisap telunjuknya tapi Willy menariknya menuju wastafel, mencuci telunjuknya dan mengobatinya kemudian. d**a Anna berdesir-desir saat Willy melakukan itu padanya, begitupun dengan Willy yang entah mengapa saat melihat Anna terluka sedikit saja tadi, dirinya juga ikut terluka, bahkan saat memplester telunjuk tangan Anna, tangannya ikut bergetar.
Tangan Willy yang bergetar itu membuat Anna menjadi canggung, setelah selesai diplester, Anna menarik tangannya, “Laura menangis, saya permisi, pak,” kata Anna salah tingkah seraya berjalan meninggalkan Willy yang menatapnya dengan tatapan aneh. Anna gegas menuju kamar Laura untuk menetralisir perasaannya. Setelah Anna pergi, Willy pun bangkit.
“Aku sarapan diluar,” kata Willy pada asisten rumah tangganya sebelum ia pergi dari sana. Willy merasa lebih baik ia mulai menghindari Anna saja, karena dekat dengan Anna membuat jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya dan ia takut terkena serangan jantung jika terus-terusan seperti itu.