Mata Surti merem melek menerima layanan premium di salon mewah dan mahal yang menjadi pilihan Haifa saat ini. Bukan hanya tempatnya bagus dan nyaman tapi juga pelayanannya yang sangat memuaskan.
Cukup lama Haifa dan Surti menikmati paket lengkap perawatan di salon itu, mulai dari ujung kuku sampai ujung rambut.
Surti perlahan bangkit, wajahnya terlihat cerah dengan mata berbinar. Rangkaian perawatan lengkap yang dipilih Haifa telah selesai. Terlihat Surti menghela nafas dengan lega saat gadis tomboy itu merasakan seluruh tubuhnya ringan dan kulit menjadi kinclong.
Diliriknya Haifa yang juga terlihat pangling. Bukan hanya rambutnya yang tampak indah , tapi juga wajah dan tubuh terlihat bersih dan lembut.
Untuk pertama kalinya Surti memperhatikan wajah Haifa, selama ini mereka jarang bertemu, Surti sibuk kuliah dan membantu mencari nafkah dengan menjaga toko sembako Pamannya paruh waktu, Haifa pun jarang keluar dari rumah besarnya.
Haifa cantik sekali, dengan mata yang terlihat indah dan wajah manisnya, sulit bagi pria waras manapun untuk jatuh cinta.
"Mbak, kamu cantik sekali." Dengan polosnya Surti berdecak kagum. Dengan kulit Langsat dan tubuh semampai Haifa memang menawan.
Haifa tertawa, melirik ke arah cermin di depannya.
"Kita berubah,Sur. Kamu juga kinclong dan Glowing."
"Asyeeeek." Surti tertawa girang.
"Doain aku,Mbak. Biar segera menemukan jodoh. Kalau bisa, yang kaya Mas Yudha, ganteng, kaya dan juga sayang sama Mbak."
"Uhuk...uhuk." Haifa mendadak batuk.
"Gak usah lihat jodoh orang, Sur. Terpenting yang baik dan sayang sama kamu."
Surti manggut.
"Doain. Aku dapat yang baik dan bertanggung jawab. Kalau ganteng dan kaya mah, tergantung rezeki aja. Hihiw."
"Aamiin." Haifa terlihat mengaminkan dengan serius.
"Ayo kita, mencari kebutuhan kita, Surti." Setelah membayar dan membeli beberapa paket perawatan tubuh dan muka, Haifa menarik tangan Surti untuk keluar dari salon muslimah paling terkenal di kotanya.
****
"Aku rasanya mimpi, Mbak. Bisa perawatan di salon mahal juga bisa shopping, baju dan tas branded juga pernak - pernik wanita lainnya." Surti terlihat ceria, mengaduk minuman bersoda di depannya.
" Aku juga,Sur. Puas rasanya bisa berburu barang yang aku suka," jawab Haifa, memasukan potongan kentang dan steak sapi ke dalam mulutnya dengan lahap.
Setelah bertarung sengit dengan trio kuntilanak dan berbelanja ria, perut Haifa rasanya lapar sekali.
"Lho, Mbak kan orang kaya. Mestinya sudah biasa belanja dan perawatan mahal kayak sekarang." Surti terlihat tidak percaya.
"Mas Yudha juga keren, kerja di tempat enak dengan gaji besar." Entah dari mana Surti tahu pekerjaan Yudha dan jumlah gajinya, membuat Haifa hanya menghela napas berat.
Surti kamu masih begitu lugu. Tak selamanya yang terlihat berkilau itu emas dan tak selalu yang rasanya manis itu madu.
Yudha memang tidak pelit memberi uang belanja, tapi untuk menjadi suami idaman? Haifa tersenyum kecut.
Jangan kan mau nganter shopping dan perawatan kek suami orang-orang, sekedar mengajaknya ngobrol dan memberinya senyuman pun jarang banget. Kembali hati Haifa berbisik sendu.
Selama ini Haifa merasa sangat iklas dan ridho dengan segala sikap Yudha, tapi semenjak dia mengetahui segalanya dari grup WA rahasia suaminya, perlahan ada rasa nyeri dan sakit hati yang menusuk kalbunya.
Bayangkan, jika kepada dirinya nyaris gak pernah mengajaknya makan dan rekreasi, maka lain halnya dengan Sekar.
Yudha rutin belanja dan keluar untuk bersenang-senang dan juga ...entah. Haifa tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan dua manusia berlawanan jenis jika pergi berlibur ke tempat romantis berduaan, apalagi Sekar perempuan yang sangat cantik dan seksi.
"Mbak, kok jadi melamun."
"Tidak, Surti. Ayo, habiskan makanannya, hari sudah mau senja."
Haifa sedikit salah tingkah.
"Kapan-kapan temani Mbak, menemui pengacara atau orang pintar buat konsultasi masalah duit 2,5 milyar. Biar kita merasa lebih tenang."
Surti mengangguk membenarkan.
"Sepertinya juga kita harus menyimpan buat masa depan kita. Kita masih muda, masa depan kita masih panjang. Hidup kita harus lebih baik, Surti. Agar tak ada orang yang merendahkan dan menghina kita hanya karena miskin."
Surti manggut-manggut.
"Siap, Mbak."
Surti angkat jempol tanda setuju.
"Sur, minta juga Bapakmu ngejagain dan ngawasin rumahku. Dibantu atau gantian dengan satpam yang lain juga boleh. Nanti Mbak, gajih secara khusus."
Haifa kembali mengusulkan. Bukankah lebih baik dia berjaga-jaga, apalagi Haifa yakin ada yang tidak baik-baik saja antara dirinya dan para ipar suaminya.
"Ok. Siap,nanti aku bilang Bapak. Mbak, tenang saja, aku pun insyaa Allah sekali-kali main ke rumah Mbak,"jawab Surti bersungguh-sungguh.
Haifa tidak menduga, gadis tomboy yang sering lewat di depan rumahnya mengendarai motor matic jadul itu, ternyata gadis baik dan menyenangkan.
"Sip, Surti. Ayok kita pulang."
****
Hari sudah lewat senja, saat Haifa sampai ke rumah. Rumah masih lengang, seperti biasa Yudha belum pulang jam segini.
Meski sedikit lelah, Haifa bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih dan bersiap solat Maghrib.
Setelah beres sholat dan membaca beberapa lembar mushaf AlQuran seperti kebiasaannya, Haifa keluar untuk membereskan rumah yang sedikit berantakan gegara kedatangan tamu menyebalkan, trio Juliders yang pagi-pagi sudah mengacau gak pake otak, tapi sekaligus membuatnya mendadak jadi sulthonah.
Tak butuh lama, tangan cekatan Haifa berhasil membuat rumah rapi dan bersih. Kamar Yudha pun Haifa bereskan sampai rapih. Betapapun enggan dan berjanji dalam hati untuk tidak perduli, tapi tetap pemandangan kamar Yudha yang super berantakan bikin kepala Haifa nyut-nyutan dan pusing.
Terpenting dari semua itu, Haifa sudah merasa saatnya sedikit bermain-main dengan suami angkuh macam Yudha. Ahay.
Rumah sudah rapi dan okey, malam ini juga Haifa sengaja memasak menu kesukaan Yudha dengan bahan makanan yang sengaja dibeli Haifa menjelang pulang shoping bersama Surti.
Udang asam manis, cah kangkung muda, kerupuk emping dan perkedel jagung. Tak lupa juga Haifa membuat jus jeruk dingin kesukaan Yudha.
Haifa tersenyum,
membayangkan betapa rindunya Yudha pada masakannya.
Baiklah, Mas. Setelah sekian lama aku tidak memanjakan mu, kini aku akan membuatmu bukan hanya merasakan nikmatnya masakanku tapi juga terpesona dengan segala kecantikan yang kumiliki.
Setelah menata masakan spesial, Haifa bergegas ke kamarnya. Mengganti gamis dan hijab yang biasa dikenakannya dengan mini dress warna maroon yang terlihat sangat kontras dengan kulit mulusnya yang Langsat.
Selintas rona merah di wajah Haifa membayang nyata. Bagaimana tidak, selama ini Yudha selalu memintanya memakai baju panjang dan hijab walau di rumah, dengan alasan risi kalau melihat dirinya seksi.
Dasar suami bod*h, mana ada pria beristri risi melihat istrinya tampil cantik dan seksi di dalam rumah. Haifa mendengus pelan merasa Shila dan Merilah yang memberi ide konyol itu, agar Yudha tak kunjung tertarik kepadanya.
Bodohnya aku juga, menurut begitu saja dan membiarkan pesonanya sebagai wanita tenggelam sempurna dalam penampilan culun dan keluguannya.
Tapi hidup harus berubah. Haifa kini sangat mengerti kekuatan s*x appeal dirinya sebagai seorang wanita, dia tak hanya bisa membuat Yudha oleng tapi juga berlutut dan menyesali kebodohannya karena telah menyia-nyiakan wanita seperti dirinya.
Dengan rok 15 cm di atas lutut dan d**a sedikit terbuka dengan belahan leher rendah, rambut indah tergerai dan riasan segar yang sangat natural, membuat Haifa betul-betul tampil cantik dan memukau.
Oke, Suamiku sayang...mulai sekarang belajarlah untuk tak risi melihatku berpenampilan seperti ini. Atau, mulai saat ini belajarlah menyadari kalau istrimu ini cantik dan bahenol, lebih dari semua itu belajarlah untuk tidak jantungan kalau-kalau harus menahan hasrat sebagai pria.
Haifa tersenyum, pelan mengggoyangkan leher jenjangnya, menyadari permainan ini akan lumayan rumit tapi menyenangkan.
Jam sudah menunjukan pukul sembilan kurang. d**a Haifa makin deg-degan, apalagi samar dia mulai mendengar suara mobil Yudha yang memasuki halaman.
Mata Haifa panas, saat mengintip di balik jendela, ternyata Yudha pulang ke rumah tidak sendiri. Dia pulang diantar mobil Sekar. Sepertinya Yudha baru kembali dari suatu tempat dan sengaja meninggalkan mobilnya di kantor dan lebih memilih memakai mobil Sekar.
"Dah, Sayang. I love you." Suara Yudha manis, terdengar jelas.
"Pokoknya Mas janji, akan secepatnya memenuhi keinginanmu."
"Betulkah?"
"Tentu, kamu hanya harus mempersiapkan diri untuk menjadi istriku secepatnya."
"Makasih, Mas. Aku pasti melakukannya."
Tatapan Yudha terlihat mesra saat mengantar mobil Sekar yang perlahan menjauh.
Kressss.
kalimat Yuda dan Sekar, rasanya perih banget.
Haifa menggigit bibir, bukan hanya mengetahui Yudha akan menikahi Sekar secepatnya tapi rasanya belum pernah Yudha semanis itu pada dirinya. Sakit sekali.
Haifa mendesah, jujur ada nyeri yang sulit diungkapkan, mendapati pria yang masih menjadi imamnya mengucap cinta dan janji setia untuk perempuan selain dirinya.
Oke, Mas. Aku akan membayar lunas sakit hatiku dengan caraku sendiri.
Haifa gegas membuang rasa sakit yang nyelekit di hatinya, dengan sedikit gemetar merapikan penampilan. Sebentar lagi Yudha akan segera masuk ke dalam rumah.
Satu.
Dua.
Langkah Yudha makin mendekat.
Perlahan tangan Yudha membuka kunci dan mulai melangkah masuk ke dalam ruang tamu.
Deg. Hampir Yudha menabrak meja di depannya.
Berkali mengucek matanya, karena tak percaya dan terpana melihat sosok cantik Haifa yang memaksakan tersenyum mesra ke arahnya.
"Ha-haifa...?" Suara Yudha terdengar bergetar hebat. Tak menyangka mendapati Haifa secantik itu. Tubuhnya mendadak meriang dengan jantung yang mendadak menghentak-hentak dan tak berhenti kelojotan.
Oke, Mas...
Permainan kita dimulai. Senyum Haifa terlihat makin menggoda.