Drrrt.
Drrtttt.
Kring ...
Baru saja mereka menepikan mobil dan hendak singgah ke sebuah kafe buat diskusi, ponsel Meri telah dibombardir dengan panggilan suara dan pesan masuk.
[ Aku berubah fikiran. Aku memilih mengunggahnya di kanal you tube. ] Belum sempat Meri dan Shila menjawab setuju atau tidak, nomor misterius yang tadi meminta uang 250 juta sudah main ralat. Kali ini tidak pakai capslock jebol, tapi malah lebih menjengkelkan.
[ Apa maumu, hah?] Balas Meri, mencoba menggertak.
[Aku akan tetap mengunggahnya.]
[Atau....]
Meri menepikan dan memarkirkan mobilnya. Diikuti Shila dan Erika yang buru-buru ke luar dari mobil dan masuk ke dalam kafe, memesan minuman dingin dan segera mengambil posisi duduk di pojok kafe agar leluasa.
[ Atau apa, hah. Awas kamu, aku akan laporkan kamu dengan pasal pemerasan.] Meri mencoba menggertak. Sebagai orang kaya dia tahu betul hal ini. Dia berharap, si pengirim pesan menjadi gentar dan takut.
[Mbak balik mengancam? Sayangnya aku tidak takut.]
[ Apa maksudnya? ] Meri kembali mengetik dengan gusar, saking gusarnya mendadak hidungnya terasa meler dan sangat gatal dengan pipi yang terbakar.
[ Aku tidak takut dengan ancamanmu, karena sebelum kamu melaporkanku, aku sudah duluan melaporkanmu dengan pasal penganiayaan dan ancaman pembunuhan dengan senjata tajam.] Menjawab santuy. Sialan.
Sebuah gambar halaman kantor polisi masuk ke ponsel Meri.
[ Jika macam-macam, kupastikan kalian membusuk di penjara. Bukti rekaman video dan luka di tubuh Mbak Haifa adalah bukti yang kuat untuk menyeret kalian ke dalam masalah hukum yang sangat berat. Faham.]
Wajah Meri langsung menegang. Ancaman si pengirim pesan, sangat masuk akal.
[ Pilihanmu cuma dua, mentransfer uang sejumlah yang kumau atau kuviralkan dan membusuk dipenjara.]
"Sialan."
Meri meninju meja di depannya.
[ Berapa yang kamu minta?] Meski geram Meri mengetik juga pesan balasan.
[2.5 Milyar.]
[Apa? Gila kamu ya. Gak waras.]
Meri terlihat kelojotan karena geram dan shock melihat jumlah yang diminta si pengirim pesan.
[Kalian memeras ku, awas. Kupastikan kalian menyesali perbuatanmu tujuh turunan.] Gemetar tangan Meri waktu mengetik balasannya.
Bagaimana bisa 250 juta juga dia sangat keberatan, ini malah berubah jadi 2.5 milyar.
Janc***"k.
[Mbak keberatan?]
[ Hanya orang gila yang gak keberatan, penipu. Hanya orang sinting yang mau mengikuti kemauanmu.]
Meri membalas
[Tidak masalah.] Terlihat balasan di layar Ponnsel.
[Berarti deal ya, kasus ini saya bawa ke ranah hukum dan bersiaplah juga untuk viral sebagai selebgram biadab.]
[ Ketahuilah, saat kasus ini kubawa ke ranah hukum dan dilempar ke media sosial, kalian bukan hanya akan mendekam dipenjara dan kehilangan pekerjaan. Hal yang lebih menyakitkan bagi kalian adalah, sangsi sosial yang akan kalian sandang-sandang seumur hidup. Dan...aku pastikan, kalian dicerai suami kalian dan ditendang dari daptar keluarga besar Brahma. Dan kau ganjen, Erika ! kupastikan kau akan menjomblo seumur hidup. Siapa laki-laki yang Sudi menikahi perawan biadab sepertimu. Faham?]
[Keparaaaaat.]
Meri dan Shila terlihat sangat histeris. Begitupun Erika mengkerut di atas kursi dengan wajah yang pucat pasi.
[Waktu berpikirmu tidak lama. Setuju atau tidak. Jawab!!!!]
"Shila, Erika, bagaimana ini?" Wajah Meri terlihat sangat pucat pasi.
[Kuberi waktu sampai hitungan sepuluh.]
[ Satu.]
[Dua]
.
.
.
[ Sembilan.]
[Sembilan setengah ....]
[Embak gak setuju? Ok, deal, aku unggah Vidio penganiayaanmu ke media sosial. Jangan salahkan aku, kalau kalian tak hanya dikenal oleh penduduk bumi tapi juga oleh penduduk alam ghaib. ]
[Tunggu.]
Dengan tangan gemetar dan setengah menangis. Meri, atas persetujuan Shila dan Erika menulis pesan balasan.
[ Aku setuju.]
What?
Surti dan Haifa yang duduk dipojokan halaman kantor polisi terlonjak antara kaget dan girang.
Trio betina beracun yang tengah mereka hadapi, ternyata cukup gentar dengan gebrakan hukum dan sangsi sosial yang akan mereka terima.
Salah sendiri, wajah kalian poles habis-habisan, tapi otak dan hati dibiarkan kosong melompong. Haifa tersenyum dalam hati.
"Embak aku noles apa lagi, membayangkan duit 2.5 milyar aku kok jadi pingin pipis." Surti megap-megap seperti kena asma, memegang perutnya yang mendadak susah di ajak kompromi.
"Bilang kirim secepatnya ke nompr rekening aku dan buat surat pernyataan ijab kabul di atas materai kalau mereka memberikannya untuk membangun Panti asuhan dengan suka rela .]
"Begitu, Embak."
Haifa mengangguk.
Dengan cekatan, meski dengan wajah yang terlihat ngos-ngosan, Surti melaksanakan perintahnya.
[Kirim secepatnya bukti transferan dan surat pernyataan bermaterai kalian. Cepaaaat. ] Tulis Surti galak bukan main.
[ Baiklah. Tunggu.]
Wow, wajah Surti dan Haifa tampak tegang. Apalagi satu jam setengah jam kemudian terlihat beberapa buah foto bukti pengiriman dari rekening Shila dan Meri di gawai Haifa. Menyatakan sejumlah dana akan masuk ke rekeningnya, tak tanggung 2.5 milyar. Di susul tak lama foto surat pernyataan diatas materai trio julider bahwa pemberian mereka sifatnya suka rela.
Haifa yang melihat gawainya mendadak gemetar.
"Surti.....aku mo pingsan. Perutku mulas." Haifa memegangi perutnya yang mendadak keram.
"Aku malah gak nahan pingin pipis. Dah, Mbak aku ke toilet dulu. Bye."
"Aku ikooot." Tak kuasa menahan lonjakan di perut, meski malu mereka akhirnya masuk ke kantor polisi untuk numpang pipis ke toilet.
***
Haifa dan Surti ke luar dari kantor polisi dengan wajah lega, tapi terlihat masih mengurut kening.
"Surti Kita apain duit sebanyak ini, aku takut gak bisa bobok."
"Kok, nanya aku. Mana ada pengalaman aku pegang duit segitu. Pegang duit paling banter seratus ribu itu pun buat ongkos kuliah selama dua Minggu." Surti menggaruk ujung jidatnya yang mendadak gatal.
"Gimana, kalau sebagian besar kita sumbangan buat panti asuhan, masjid , kasih sumbangan fakir miskin, orang jompo, pengangguran karena pandemi , bayar uang kuliah kamu dan... banyak lagi. Terpenting kita gunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan. Nanti aku minta dibimbing orang pintar biar lebih afdol." Haifa menjelaskan panjang lebar. Matanya bercahaya saat menyebut orang -orang yang akan menjadi ringan hidupnya, saat ada orang iklas mengulurkan tangan dan perduli. Begitupun Surti, dia terlihat sangat setuju dengan rencana Haifa.
"Surti, buat kita, ambil seratus juta saja buat pergi ke salon dan memperbaiki penampilan. Cuss? Kamu setuju Sur?"
"Oke, setuju Mbak." Surti cengengesan bahagia.
"Aku tidak menduga, kalau kamu bar-bar juga, Mbak.Tapi meski bar-bar hatimu seperti malaikat," ucap Surti serius.
Haifa tersenyum.
"Kewajiban kita berbagi, Surti."
"Dan kalau aku bar-bar, karena mereka juga jahat selama ini padaku. Biarkan sekali-kali mereka merasakan bagaimana menjadi orang yang teraniaya dan biarkan pula mereka untuk pertama kalinya mengenal rasa sakit dan air mata."
"Setujuuu, Mbak."
Surti kembali tertawa sambil mengibas hijabnya yang lecek karena tadi kelamaan bersembunyi di balik pohon.
***
Tangisan Meri dan Shila terdengar berjamaah di rumah besar milik Meri. Erika tampak terisak tak jauh dari mereka
Entah mimpi apa semalam, mereka kehilangan harga diri dan uang dalam jumlah besar dalam waktu sehari oleh perempuan yang mereka anggap bodoh dan lemah selama ini.
Bukan hanya tabungan mereka yang ludes, tapi juga sport jantung yang bikin mereka hampir kelenger. Untung tabungan mereka jumlahnya cukup, kalau tidak, mereka terpaksa menggadaikan rumah dan mobil mewah mereka .
Habis sudah tabungan yang mereka kumpulkan susah payah bertahun-tahun. Tangisan Meri dan Shila yang patungan kembali terdengar meraung-raung.
"Shil, tolong mana Ponsel perempuan gila itu. Aku ingin menghapus video kita." Meski masih sesenggukan Meri teringat ponsel rampasannya .
"Ini, Mbak." Meri mengeluarkan ponsel Haifa dari tas nya.
Geram Meri memeriksanya, ponsel jadul dengan merek Huah Wey.
"Sialan."
Terlihat Meri membanting ponsel ditangannya.
Ponsel yang di rebut bukan hanya ponsel butut dan murah, melainkan isinya cuma t****k dan buat game doang. Mulai dari game cacing, ular, mobil legend dan banyak lagi game lainnya, sampai permainan salon dan masak-masakan untuk usia TK pun ada. Dasar Haifa gak ada otak. b*****h.
Meri tampak makin kalap, dia sama sekali tak menemukan aplikasi dan video yang diinginkannya. Rupanya Haifa telah menipunya dengan memberikan ponsel abal-abal. membuatnya dia gerung-gerung menahan sakit hati dan geram.
"Haifa, Edaaaaaaan..." Jeritnya kelenger dan mendadak pingsan, membuat Shila dan Erika makin panik dan blingsatan.