Shila memarkirkan mobilnya dengan hati berbunga-bunga, bagaimana tidak hari ini dia sudah berhasil menghajar Haifa dengan begitu jaharanya.
Shila tidak akan lupa Bagaimana wajah perempuan udik itu mengkerut dan hanya mampu menahan tangis tanpa bisa melawan. Amazing.
Dengan perasaan riang, Shila memandang sekeliling rumahnya yang lengang. Hanya ada dirinya dan beberapa pembantu yang sibuk di rumah belakang.Tak berbeda dengan rumah Meri yang berkelas, rumah Shila pun tak kalah nyaman dan mewah, dengan halaman luas dan gaya minimalis yang modern.
Beberapa mobil mewah terparkir di garasi rumah. Shila memang pantas bangga dengan pencapaiannya. Sebagai selebgram dan model banyak produk ternama di kotanya, dia memang dengan mudah mengumpulkan pundi rupiah, apalagi bersuamikan seorang profesional yang bekerja di perusahaan asing yang bermarkas di luar negeri dan bergaji besar ditambah belum memiliki tanggungan seorang anak pun, Jangan ditanya, betapa makmurnya Shila secara materi.
Satu hal yang tidak dia miliki, rasa syukur dan rendah hati. Bersama Meri, sebagai mantu tertua di keluarga Brahma, dia sangat membenci kehadiran Haifa yang dianggap tak selevel dengan mereka.
Gadis itu bukan hanya tak sederajat tapi juga telah membuat kasih sayang Bu Intan dan Pak Brahma semasa hidup, lebih banyak tercurah sosok kampungan Haifa yang bukan hanya culun tapi lugu dan ndeso. Memuakkan.
Shila melempar tas branded nya ke sudut sofa empuk di ruang tamu, saat pelayan di rumahnya menyodorkan segelas minuman bersoda dingin kesukaannya.
Segarnya air soda dingin dan perasan lemon, terasa endez di tenggorokan.
Nyesss.
Hidup jadi orang kaya memang menyenangkan, Shila kembali tersenyum saat membayangkan penampakan Haifa yang basah dan kotor. Perempuan itu makin jelek dan menyedihkan. Rasain. Shila terkekeh kembali.
"Kring."
"Kring."
Suara panggilan dari gawai yang ada dalam tas nya yang tak berhenti menjerit-jerit membuat lamunan Shila terjeda.
"Siapa, Sih? Gak boleh lihat aku bahagia." Sila menggerutu dan terpaksa mengambil ponselnya.
"Hallo, Mbak Mer. Kenapa panggilanmu menjerit-jerit terus, jujur aku masih trauma tahu. Takutnya, Kang Barna menelepon lagi." Shila mengernyit melihat nama pemanggil. Meri, ada apa? Shila tampak heran dan menebak -nebak saat menjawab telepon Meri sambil merebahkan tubuh rampingnya.
"Dengar Shila, mengapa aku memanggilmu tak mau berhenti. Karena ini lebih gawat dari Kang Barna, si preman keluarga besar Brahma. Si kampungan Haifa makin edan, Aku gak ngerti, sejak kapan cewek kamseupay itu mendadak gila dan bar-bar."
"Maksudmu, Mbak Mer?"
Shila memijit hidungnya yang mendadak mampet. Ada apa lagi dengan cewek kismin itu, hah?
"Shil, cek media sosial cewek kampungan itu. Gaswaattt."
Suara Meri yang terdengar Shock memaksa Shila langsung menutup panggilannya dan mengalihkan pada akun media sosial Haifa. Akun berlogo biru yang pertama dibuka, membuat Shila langsung engap, belum i********: juga Poto profil WA nya, semuanya membuat dadanya makin engap.
Postingan Haifa kini sudah tak hanya dibaca dan di komentari ratusan netizen melainkan sudah ribuan. Shila sampai ngap-ngapan membaca komen-komen galak dari para netizen yang ditujukan buat dirinya dan Meri.
"Wah...itu Miss @Shila duta wisata kota ini, kok bisa-bisanya kelakuannya sangat primitip dan gak ada otak." Tulus akun seorang perempuan yang memakai almamater sebuah perguruan tinggi di kotanya.
Deg.
"Memalukan. Gak ada otak."Jawab akun lain tak mau kalah
"Dasar selebgram tol*l. Otaknya kek nya ketinggalan waktu emaknya ngeden."
"Kelamaan ngeden, jadinya otak nya hanyut kali.wkwk."
"Huahaa ..kek nya butuh di rukyah masal tuh duo nenek lampir."
Komen netizen bersahutan saling berbalas. Posisi Shila dan Meri yang sebagai sosialita dan orang pemes di kota mereka membuat para netizen itu menganggap video penganiayaan Haifa betul-betul di luar perikemanusiaan.
"Dasar duo jelangkung, bisanya keroyokan."
Wajah Shila benar-benar panas
"@Pak Bupati, tolong pecat dia dari duta pariwisata kota ini. Bisa-bisa bangkrut sektor wisata kita," lagi-lagi akun embak-embak yang memakai almamater perguruan tinggi di kota men-tag Bupati.
Sialan.
Shila menatap geram dan gemetar ke kolom komentar yang terus bergerak dan dibanjiri kolom hujatan buat dirinya dan Meri.
Shila betul-betul gemetar, tidak menyangka Haifa akan seganas itu membalas perlakuan mereka.
Kring. Meri kembali menghubunginya.
"Shil, mikir dong kita harus gimana?" Suara panik Meri di seberang sana, membuat d**a Shila mendadak sesak.
***
Haifa mengibas rambutnya yang basah habis mandi dan keramas. Saat panggilan Video Call dari Meri tidak berhenti memanggilnya.
"Hallo, Mbak." Haifa menjawab dengan tenang. Tak sedikitpun riak takut melihat wajah Meri di seberang sana yang terlihat sangar dan penuh amarah.
"Haifa, hapus Vidio itu di media sosialmu," bentak Meri di seberang sana to the poin. Matanya melotot, dengan bulu mata palsu yang sedikit melorot karena emosi.
"Video yang mana?" Jawab Haifa pura-pura
"Heh, cewek kampungan, gak usah pura-pura, lo! Vidio yang tadi aku menjambak kamu dan menyirammu, secepatnya kamu hapus. Ngerti?"
Haifa tertawa pelan.
"Aku harus menghapus video itu?"
"Tentu saja. Dengar, hapus video itu sekarang juga." Meri menjawab makin galak.
"Tidak akan, Mbak. Biarkan video itu viral.Itu salah satu karya terbaikku dan paling banyak dapat like dan komentar."
"Kurang ajar." Meri membentak geram.
Huhu, Haifa tersenyum kecut. Benci sekali lihat gaya perempuan di depannya yang sok berkuasa.
"Dengar, Mbak. Sebelum kamu berlutut di kakiku, menangis dan mengakui semua kesalahanmu, aku tidak akan menghapus video mu."
"Apa?" Meri melotot.
"Aku tidak Sudi.Aku akan membungkam dengan caraku. Tunggu." Meri mengancam.
"Begitu?" Haifa tersenyum. Mengibaskan rambut indahnya yang tergerai menutupi punggung nya membuat Meri mendelik.
"Hei, sejak kapan bisa berdandan dan bergaya begitu hah?"
"Sejak aku sadar, kalian jahat dan aku tak kalah cantik dari kalian. " Haifa tersenyum manis, memamerkan sepasang lesung pipi yang terlihat mempesona dalam sapuan make up natural.
Selain sudah gila , perempuan jelek ini juga mulai ganjen. Meri makin emosi.
"Kamu cewek kampungan. Benar-benar ngelunjak, ya. "
"Mbak, apapun di dunia ini berubah termasuk aku. Ada yang berubah ke arah yang lebih baik contohnya akoh dan yang berubah menuju kehancuran, contohnya kalian."
"Haifaaaaa....gila, kamu." Meri menjerit kesal.
"Tunggu. Aku akan membuatmu menyesal telah menjadi bagian keluarga Brahma."
Tut.
Meri memutuskan panggilan video callnya.
***
Meri membuktikan ancamannya. Tak menunggu besok, hari itu dia kembali lagi mendatangi Haifa di rumahnya bersama Shila dan Erika juga seorang preman bayaran.
Tahu kalau di seputar rumah Haifa dipasang CCTV, Meri tidak bertindak gegabah di dalam rumah dengan galak memaksa dan menarik paksa Haifa ke luar menuju halaman yang luput dari kamera tersembunyi. Licik sekali.
"Lepaskan tanganku, Meri." Haifa berusaha mengibas tangan perempuan yang terlihat hilang akal mengingat videonya yang disebar Haifa bisa mengancam kehidupannya. Bukan hanya harga diri tapi juga karir. Jangan ditanya cemoohan keluarga besar Brahma, mumpung mereka belum sadar, Haifa harus di bungkam.
"Sebentar, sabar-sabar. Santuy..."
"Halah, santuy apanya. Pilihanmu cuma satu, hapus video itu atau ..."
Meri dan Shilla tertawa jahat melirik pria tegap berambut plontos yang menatap Haifa dengan pandangan dingin dan menakutkan.
Suasana di halaman rumah Haifa yang sepi membuat aksi mereka berjalan sangat lancar.
"Kamu mau minta tolong siapa?" Dibawah tekanan preman bayaran, yang mengeluarkan senjata tajam dan menodongkannya ke arah depan, membuat Haifa tampak sangat ketakutan dan membiarkan Meri merebut ponsel Haifa.
"Ba-baiklah, ambil ponselku."
"Haha." Shila dan Erika tertawa jahat.
"Akhirnya aku bisa menghapus postinganmu hari ini juga."
"Dasar tol*l."
Meri mentoyor jidat Haifa dengan kasar, dibantu Shila yang kembali tertawa terbahak-bahak sambil melempar tas tangan ke wajah Haifa
"Woy, di sini gak ada CCTV. Gue hafal.betul karena ini rumah kakak gue, setiap sudutnya aku tahu." Erika yang sengaja di jemput dari kampus tertawa jumawa, ikut-ikutan mentoyor kepala Haifa dengan ganas.
"Astaghfirullah, kalian jahat sekali. Kalian tidak malu dengan gelar sebagai manusia?"
"Kami lebih malu jadi manusia miskin macam elo. Dengar, kalau manusia miskin jangan belagu. Kami para orang kaya,punya cara buat membuatmu menangis darah dan merana tujuh turunan." Tawa Meri membahana, hatinya girang bukan main bisa merebut ponsel Haifa.
"Bang, kasih kenang-kenangan."
"Apa, Neng?"
"Tampar dia sekali saja."
Haifa terdiam, membiarkan preman bayaran Meri menampar wajahnya, menyisakan bukan hanya perih tapi juga sudut bibir yang berdarah.
"Haha."
Shila, Meri dan Erika tertawa puas.
"Rasakan cewek kampungan Bod*h."
"Puassss."
Ceracau trio kuntilanak penuh sukacita.
"Good, Bang. Ayok cabut ." Setelah puas, Meri langsung mengajak pergi.
"Astaghfirullah..." Haifa terlihat bergetar, menyaksikan manusia-manusia tidak berperasaan menghilang dengan mobil mewah mereka. Tiba-tiba ...
" Surti....keluar."
Tanpa di duga, dibalik rimbunnya pohon di sudut halaman rumah Haifa keluar perempuan berhijab dengan wajah cengengesan.
"Surti, youtuber kampung yang prestasinya gak kampungan. Came on, Unggah kelakuan para Kuntilanak itu ke you tube. Buat mereka lebih viral lagi."
"Asyiaaaap, Mbak. Kupastikan ketenaran mereka tak hanya di permukaan bumi, tapi bisa naik ke langit ke tujuh " Surti meyakinkan dengan mimik percaya diri tingkat tinggi.
"Atau..." Haifa tersenyum cerah.
"Atau apa, mbak?"
"Suruh mereka mentransfer uang dua ratus lima puluh juta jika Vidio kejahatan mereka tidak ingin sampai viral di jagat Maya."
"Dua ratus lima puluh juta?" Mata Surti hampir meloncat.
"Iya." Haifa tersenyum dingin. "Sebetulnya, Itu terlalu kecil dibanding harga diri dan pipiku yang panas kena tampar preman bayaran mereka." Haifa mengusap pipi nya yang masih terasa nyut-nyutan.
"Tapi..."
"Tapi apa mbak?" Surti gadis centil dan tomboy, anak satpam komplek tempat Haifa tinggal kembali tampak cengar-cengar.
"Dua ratus lima puluh juta, cukup buat bantu panti asuhan Engkong mu, buat bayar biaya kuliahmu yang sering nunggak, cukup juga buat make over penampilan kita agar lebih Glowing ...."
"Wow, cusss. Aku setuju."
Surti you tuber kambuhan, langsung salto tujuh langkah ke belakang.
***
Tawa membahana di mobil mewah yang dikemudikan Meri terdengar kencang mengalahkan suara musik cadas yang sengaja di putar kencang.
Drrrt.
Sebuah notifikasi pesan masuk, terdengar samar menyelinap diantara suara tawa dan musik.
"Angkat, Shil." Meri yang sibuk mengemudi memberi perintah.
"TRANSFER 250 JUTA, ATAU VIDEO KEKERASAN DI SERTAI ANCAMAN DENGAN SENJATA TAJAM KALIAN , KUBUAT KONTEN DAN KUVIRALKAN. JUGA... KU KIRIMKAN KEPADA YANG BERWAJIB."
Sebuah pesan dengan capslock jebol dan sebuah Vidio adegan mereka menganiaya Haifa barusan, terlihat masuk dengan memperlihatkan wajah mereka dengan terang dan jelas ditambah lagi durasi yang cukup lama. Mengerikan.
"AKU MEMBERIMU WAKTU SETENGAH JAM SAJA BUAT TRANSFER. TELAT SATU DETIK, KU VIRALKAN SEKARANG JUGA."
"Meri.., lihat ... "
Dengan shock, Shila melempar gawai, ke wajah Meri.
Meri yang sedang mengemudikan mobil, dibantu Erika, mengamati pesan masuk dari nomor misterius.
Seketika wajah Meri dan Erika memucat dengan jantung yang serasa berhenti berputar, wajah mereka langsung putih, persis seperti orang kehabisan darah, Tangan Meri terlihat gemetar dengan napas ngos-ngosan.
Meri juga terlihat engap dan seketika, mobil mereka terlihat oleng dan hampir saja menabrak pohon dan nyungsep ke dalam got di depan mereka.