Kesadaran Vanesha perlahan kembali. Kepalanya berdentam oleh rasa sakit akibat pengaruh alkohol. Pendar cahaya lampu kamar yang terpasang di langit-langit kamar, menyilaukan pandangannya.
Menyadari ia tidak sendiri di ruangan itu, perhatiannya segera tertuju pada sosok yang terlelap di sebelahnya.
“Kurasa kau sudah sadar.” Tiba-tiba saja pria itu membuka matanya kemudian menatapnya dengan intens. Vanesha mengerjapkan kedua matanya, merasa bingung.
“Kau...” ia berusaha mengingat wajah asing pria itu.
Sudut mulut pria itu bergerak perlahan, menyimpan isyarat tersembunyi dari balik senyumnya.
“Sepertinya alkohol telah membuatmu lupa apa yang terjadi.” ujar Leon sambil tertawa miring.
Setelah apa yang terjadi padanya, Leon tidak akan membiarkan gadis itu melupakan peristiwa yang terjadi padanya.
Sayangnya Vanesha benar-benar tidak ingat bagaimana ia bisa berada di kamar hotel bersama pria ini. “Sepertinya aku salah kamar.”
“Bagus, kau sadar juga akhirnya. Tapi kurasa kau harus membayar apa yang telah kau lakukan padaku!”
“Apa?”
Vanesha tak mampu melawan ketika pria itu berada tepat di atas tubuhnya, menyerangnya dengan ciuman hangat bertubi-tubi. Perlahan sensasi lembut dan basah itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia merasa limbung. Otaknya nyaris tidak bisa berpikir apa yang terjadi dengan respon tubuhnya yang begitu alami. Ia menginginkan pria itu untuk melakukannya lagi dan lagi. Menempatkan bibirnya pada titik-titik sensitif di setiap bagian tubuhnya, membuat kehangatan menyelubungi setiap senti kulitnya.
Apakah ini pengaruh alkohol? ia bertanya-tanya. Namun entah kenapa, sensasi ini sulit dihentikan. Ia menginginkan lebih dari ini.
Tanpa ia sadari, ia pun terjebak oleh pesona Leon yang memabukkan. Terlena oleh sentuhan lembut lelaki itu membuka kedua kakinya dan menyentuh lembut area intimnya.
Hingga, ia pun akhirnya menyerah pada gairah yang panas membara itu. Keduanya bersatu, tanpa ada yang bisa menghentikan mereka. Baik Vanesha maupun Leon, keduanya menyerah pada gairah panas tersebut.
***
Mereka saling berpandangan. Napas mereka bersatu dengan d**a yang naik turun tak beraturan. Rasa puas menjalar di sekujur tubuh mereka.
Baik Vanesha maupun Leon, keduanya tidak menampik ada keterikatan di antara keduanya. Membuat mereka tak ingin berhenti sampai di situ.
Kemudian mereka pun melanjutkannya lagi. Memainkan peran mereka masing-masing, hingga mereka berada di puncak yang tak terbendung lagi.
Mereka jatuh bersamaan. Di atas ranjang dengan keringat di sekujur tubuh mereka. Hawa panas menjalar, meski ruangan cukup dingin di sekitar, namun tidak dengan mereka yang bermandikan peluh.
Keduanya pun jatuh dalam tidur yang damai.
***
Ketika mereka kembali tersadar, Leon menatap gadis itu dengan penuh rasa puas. Gadis yang pertama kali membuatnya ingin memiliki dirinya seutuhnya.
Gadis yang membuatnya yakin, bahwa ia harus menjadi pendamping dirinya. Ia merasa gadis ini adalah sisi lain dirinya yang akan menggenapinya. Tapi, ia sendiri tak yakin apakah ini hanya perasaan sesaat yang muncul karena hasrat? atau ada ikatan lain? Leon tak juga menemukan jawabannya.
“Boleh kutahu namamu?”
Vanesha hanya mengerjap bingung.
Untuk apa dia bertanya namaku? toh, ini hanyalah cinta sesaat. Anggap saja semua ini hanyalah mimpi. Karena Vanesha tidak ingin ada ikatan. Ia belum siap mengikat hatinya lagi, setelah apa yang terjadi pada dirinya. Ia tak lagi mempercayai laki-laki.
“Untuk apa...?”
Leon terdiam sesaat. Ia sendiri tak yakin untuk menjawab. Untuk apa dia mencari tahu?, batinnya bertanya-tanya tanpa tahu jawabannya.
“Sudahlah, tidak perlu dijawab.” Sergah Leon sambil memejamkan mata lalu mulai tertidur.
Sayangnya Vanesha yang saat itu mulai tersadar dari mabuknya, mulai panik. Ia baru menyadari kondisinya yang tak berbusana di bawah selimut bersama laki-laki asing yang bahkan tidak ia kenal namanya.
Dengan hati-hati, gadis itu beranjak bangun dari ranjang. Melepaskan diri dari pelukan pria itu yang melingkari tubuhnya. Untungnya Leon tertidur sangat lelap hingga tak menyadari kepergian gadis itu secara diam-diam.
Ya Tuhan, apa yang baru saja ia lakukan? rutuknya dalam hati. Ia tidak menyesal atas apa yang terjadi, namun sayangnya ia masih belum bisa mempercayai laki-laki manapun saat ini.
Vanesha pun menyelinap pergi diam-diam seperti pencuri. Ia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. Memakainya dengan cepat lalu melarikan diri sebelumnya semuanya menjadi tak terkendali.
***