8. Kenny Omes!

2697 Kata
"Ayo, Nona Cala. Susul aku ke sini!" Aluna melambaikan tangannya pada Calandra, mereka sedang berenang di bawah langit sore yang begitu cerah. "Wah, ternyata Nona Cala juga pintar berenang. Aku suka!" Bertepuk tangan ceria. Ada banyak sekali kesenangan mereka yang sama. Aluna makin menyayangi Calandra. Calandra tersenyum, menyuruh Aluna menaiki tangga untuk bermain perosotan. "Turun lagi, aku jagain dari bawah sini." "Tangkap ya, nanti aku kelelep." "Iya. Lagian kamu kan jago berenang dan menyelam, masa kelelep juga?" Aluna terkikik geli, dia bersiap meluncur dari atas. Dalam hitungan beberapa detik, Calandra menangkap anak itu dan menyelam bersama ke dalam air. "Hebatnyaaa!" Calandra memberi tepuk tangan, beberapa kali memuji kemampuan berenang Aluna agar anak itu senang. "Siapa yang ajarin berenang?" "Papa dong. Dulu aku sering berenang sama Papa, cuman sekarang udah enggak. Papa kan sibuk sama Tante Fara!" katanya sambil menaikkan bahu. "Kalau Nona Cala, belajar renang sama siapa?" "Belajar sendiri waktu sekolah. Soalny dulu ada penilaian renang, jadi aku sama temen-temen sering latihan." "Hebat banget dong ya, Nona Cala. Aku senang kalau main sama Nona Cala. Tinggal di sini aja bareng aku yuk?" "Nggak bisa. Aku juga punya kehidupan lain, banyak mimpi yang harus dikejar. Masa depan Cilla tanggung jawab aku, dia harus jadi dokter." "Kalau Nona Cala pengin jadi apa?" Calandra berpikir sebentar, kemudian menaikkan bahu. "Aku cuman pengin Cilla bahagia." "Nona Cala nggak pengin bahagia juga?" "Kebahagiaan aku itu Cilla. Jadi kalau Cilla bahagia, aku juga ikut bahagia." Aluna mengusap pipi Calandra. "Nona Cala baik, aku sayang sama Nona Cala." "Kalau cita-cita kamu, mau jadi apa?" "Aku mau jadi pemain piano. Aku suka melukis juga." Calandra senang dengan Aluna. Dia anak yang pintar. "Belajar dan latihan yang benar, nanti kalau udah gedhe kamu jadi pianis dan pelukis yang hebat. Aku dukung semua yang kamu suka. Capai cita-cita kamu setinggi langit ya?" Aluna mengangguk paham, memeluk Calandra saking senangnya. Aluna merasa jika dia bersama Calandra, dia begitu disayangi. Mendapat perhatian secara penuh. Aluna tidak kesepian lagi. "Papa belum pulang, aku nggak mau sendirian. Nona Cala menginap ya?" Calandra mendudukkan Aluna di ujung perosotan, menyuapi anak itu kentang goreng saos keju. Aluna sangat mirip dengan Kenny, Calandra sendiri sangat mengagumi wajah anak itu sejak pertama kali mereka berjumpa. "Aku sayang Nona Cala. Ternyata Nona Cala cantik banget. Hidungnya mancung." Menoel hidung Calandra secara tiba-tiba, dia tersenyum tulus. Calandra menghela napas. Sebenarnya sangat kasihan pada Aluna. Tidak memiliki orang tua itu menyedihkan, tapi diabaikan jauh lebih menyakitkan. Kadang dia ingin marah pada Kenny, tapi kembali lagi pada dirinya. Calandra bukan siapa-siapa Aluna, dia tidak berhak membela apa pun tentang anak itu. "Nggak bisa, Sayang. Susah kalau aku nginep terus, nggak baik di liat orang. Apalagi Papa kamu sudah punya Tante Fara, nanti dia cemburu kalau aku di sini setiap hari." "Yah, katanya Nona Cala sayang aku. Kok nggak mau terus? Aku aja deh yang ikut tinggal di rumah Nona Cala. Nggak pa-pa banyak tikus dan rumahnya kecil, aku seneng kok. Apalagi ada Cilla juga. Kita bertiga kan temenan." Mengangguk polos, menggenggam tangan Calandra sambil mengerjap tidak berdosa. "Papa nggak pulang, dia lebih suka Tante Fara. Cuman Nona Cala yang sayang aku." "Papa kamu pulang, dia kan sudah janji." Belum selesai mereka mengobrol, ternyata hujan turun secara tiba-tiba. Calandra menggendong Aluna, menyuruh anak itu naik dan berteduh. "Kita udahan berenangnya. Nanti sakit. Ini hujan panas, kata orang dulu bikin demam. Aku nggak mau kamu sakit, nanti nggak ada lagi yang ceriwis." "Ceriwis itu apa?" Aluna mendongak, menggenggam tangan Calandra senang. "Baju Nona Cala basah. Aku nggak punya baju besar. Minta belikan Pak Didi aja ya?" "Aluna ... Papa datang. Kamu di mana, Sayang?" Itu suara Kenny. Terdengar jelas sampai ke teras kolam renang. "Papa, aku di sini. Baru selesai berenang sama Nona Cala." Melompat-lompat sambil melambai pada Kenny, senang melihat Papanya datang lebih awal. "Papa, ambilkan handuk itu dong. Tadi lupa bawa ke sini. Sekalian sama handuk buat Nona Cala juga." Menunjuk handuk yang ada di atas sofa ruang bersantai. Aluna tidak berani jalan ke sana kalau habis berenang, soalnya pernah jatuh karena lantainya jadi licin. Kenny berniat memberikan handuk pada Calandra, tapi tiba-tiba terpaku saat melihat kaos putih wanita itu menjadi transparan ketika basah. Bra hitam terlihat sangat kontras. "Kamu liat apaa--" Mata Calandra melotot, segera menutup dadanyaa dengan tangan menyilang. "Dasar otak mesumm!" geramnya ingin langsung menghajar pria itu. "Siapa suruh berenang pakai kaos putih. Mumpung ada pemandangan gratis, mubazir kalau nggak diliat." "Mau kuhajar, huh?!" Calandra selalu naik darah kalau berjumpa Kenny. Tidak pernah akur. Kenny tidak peduli dengan omelan Calandra, malah menaikkan bahu cuek, lalu berjongkok menghadap Aluna. Kenny mengeringkan rambut anak itu, bantu melepaskan bajunya dan menyelimuti dengan handuk. "Ayo, anak Papa. Kita bilas dulu di kamar mandi, sekalian ganti baju yang rapi. Papa mau ajak kamu jalan-jalan." Mata Aluna langsung berbinar, bertepuk tangan ceria. "Ayo, Nona Cala. Kita mandi berdua. Habis ini kita jalan-jalan bareng Papa." Menggenggam tangan Calandra, menyuruh wanita itu mengikutinya ke kamar. "Aluna, aku pulang aja setelah ini. Kesian Cilla nggak ada yang siapin makan." "Yah, Nona Cala kok tega sama aku. Aku nggak mau jalan-jalan kalau Nona Cala nggak ikut!" Bibirnya cemberut masam, air mata seketika mengambang di pelupuk. "Papa, bujuk Nona Cala dong. Aku mau sama dia." "Sayang, biarin Nona Cala pulang. Kita jalan-jalan berdua." "Aku ikut Nona Cala pulang aja!" Ingin turun dari gendongan Kenny, meminta digendong Calandra. "Aluna, jangan buat Papa marah. Papa rela ninggalin Tante Fara sendirian di apartemen biar bisa ajak kamu jalan-jalan. Kenapa selalu Nona Cala? Kita bisa ajak Tante Fara saja. Dia calon Mama kamu, Aluna nggak boleh benci Tante Fara." "Enggak, aku nggak suka Tante Fara!" Berdecak sebal, memukul bahu Kenny. "Nona Cala, gendong aku!" Mengulurkan kedua tangannya pada Calandra, sebentar lagi anak itu akan menangis. Calandra menghela napas. "Biar aku yang gendong." Mengambil alih Aluna, menenangkan anak itu. "Aluna nggak boleh berani sama Papa. Jangan benci sama Tante Fara juga, nggak boleh. Nanti Tuhan marah sama kamu, dicubit Malaikat tangannya." Aluna memeluk leher Calandra. "Tante Fara ambil Papa, aku nggak suka. Aku sama Nona Cala aja, bawa aku jauh-jauh dari Papa. Papa nakal." Kenny mengusap wajah, terlihat murka pada Aluna setelah mendengar kalimat barusan. Kenny paling tidak suka jika Aluna keras kepala. Selalu perihal Calandra mereka bertengkar. "Papa nggak pernah ngajarin kamu berani kayak gitu, Aluna. Jangan kebiasaan banget bilang Tante Fara mau ambil Papa dari kamu. Papa tahu yang terbaik buat kita. Tante Fara pilihan Papa, dia baik dan penyayang. Coba kamu terima Tante Fara, dia bakal menyayangi kamu." Berkali-kali Kenny jauhkan Aluna dari Calandra, tapi tidak pernah bisa. Aluna selalu merengek dan mengamuk sampai kamarnya berantakan. Mau tidak mau, akhirnya Kenny terpaksa menuruti kemauannya lagi. Aluna menangis, dia menyuruh Kenny menjauh darinya. "Papa jahat!" "Turunkan dia, Cala!" tegas Kenny dengan mata memicing. "Kebiasaan dimanja, makanya ngelunjak gini. Biarin dia menangis, biar tahu kesalahannya sendiri. Dia selalu nggak suka sama orang, pilih-pilih sesuka hati. Fara itu kurang apa lagi sama dia, selalu sabar meski sikap Aluna sering nggak sopan dan nakal kalau diajak jalan bersama. Berkali-kali bilang nggak suka Fara. Itu melukai hatinya, Fara jadi ragu mau menikah dengan saya!" Calandra menggeram dalam hati, lalu membawa Aluna ke kamarnya tanpa izin Kenny. Sangat tidak pantas memarahi anak itu seenak mulutnya saja! "Sayang, kamu berendam dulu pakai air hangat ya. Aku mau pinjam baju Mbok Neni. Nggak usah dengerin Papa, dia nggak marah kok. Tadi cuman nasehatin Aluna." Aluna masih menahan tangis, tapi tetap mengangguk mengiyakan ucapan Calandra. Kenny berusaha menyusul Aluna, hanya saja Calandra segera menariknya keluar dan bicara berdua. "Cukup, Kenny!" bentaknya tersulut emosi. "Kamu yang harusnya berkaca diri. Apa kamu pikir cara tadi sudah benar menasehati anak kecil? Kamu yang nggak pantas bersikap kayak gitu ke Aluna. Dia anak kamu, darah daging kamu yang harusnya kamu kasih perhatian dan kasih sayang. Anak kecil itu punya perasaan yang sensitif, dia ngerti sikap orang yang benar-benar menyayanginya atau enggak. Jadi jangan terlalu menyalahkan Aluna. Coba kamu bicarain sama Faradilla, kenapa bisa Aluna nggak suka dia. Bisa aja ada sikap Faradilla yang membuat Aluna nggak senang." "Satu lagi, Aluna itu anak yang cerdas banget. Jangan sekali-sekali kamu mengatai dia nakal. Ucapan kamu itu doa. Aluna anak kamu, gunain kalimat yang baik buat menasehatinya. Jangan kamu rusak mental Aluna dengan ucapan kasar. Jangan sampai kamu gagal jadi Papa kalau terus-terusan bersikap egois!" Sudah berkali-kali Calandra menasehati Kenny saat dia kelepasan mengomeli Aluna. Calandra jadi geram, ingin memukul mulut pria itu. "Oh, jadi kamu menjelekkan kekasihku? Jangan-jangan kamu yang ngajarin---" "Apa? Mau kuhajar kamu berani ngefitnah aku?!" "Faradilla bahkan jauh lebih sopan daripada kamu!" Calandra memukul dadaa Kenny, membuat pria itu mengaduh kesakitan. "Mau marah atau bahkan balas memukul aku? Harusnya kamu lebih mentingin perasaan anak kamu daripada wanita lain. Aluna itu masih kecil, tapi udah sering kamu tinggal sendirian. Aluna juga tau kalau kamu lebih memilih Faradilla, daripada menghabiskan waktu sama dia. Di mana hati nurani kamu, huh? Gara-gara cinta akal sehat kamu nyaris hilang!" "Dia yang selalu nggak mau diajak jalan-jalan bareng Fara. Aluna itu banyak maunya---" "Alasan nggak masuk akal! Salahin aja terus anak kamu. Aku sampai kasihan sama nasib Aluna. Bisa-bisanya dia punya Papa nggak bertanggung jawab kayak kamu!" Calandra menatap murka, kali ini beneran meledak amarahnya. "Kalau kamu merasa nggak sanggup lagi ngejagain Aluna, kasih ke aku aja. Aku siap beri dia perhatian dan kasih sayang. Kamu emang nggak becus jadi Papa!" Sebelum Calandra berlalu, Kenny duluan mencegah dan menahannya. "Harusnya kamu bantu nasehatin Aluna. Gimana pun nggak sukanya dia sama Fara, aku tetap menikahi dia. Fara akan menjadi Mama sambung untuk Aluna. Aku mencintainya." "Aku nggak peduli, sungguh! Kasih aja Alunanya sama aku!" "Dia anakku!" Calandra tersenyum miring. "Tapi kamu lebih milih Faradilla daripada Aluna! Anak itu perlu sosok orangtuanya di sampingnya. Apalagi Aluna lagi masa pertumbuhan. Dia lagi aktif mencoba banyak hal yang disukainya, tapi kamu nggak pernah mau peduli." "Sok tahu!" "Jangan marahi Aluna kayak tadi lagi. Dia bisa aja membenci kamu juga." "Dia terlalu keras kepal--" "Siapa lagi yang dia turuti kalau bukan sikap Papanya? Berkacalah, Ken, kamu juga kayak gitu. Jangan nyalahin anak terus kalau terjadi sesuatu, tapi sadar diri gimana kamu mengajari dia. Aluna sama aku baik-baik aja, nggak pernah ngelawan apalagi membentak orangtua. Aluna anak yang pintar dan ceria banget. Karena apa? Aku bisa menemani dia dan memberikan pengertian yang dia nggak dapat dari kamu. Jangan selalu menyalahkan, kamu bahkan nggak sadar kesalahan kamu di mana." "Kalau memang benar Faradilla itu mencintai kamu, dia akan mengambil hati Aluna duluan. Setelah kalian menikah, dia nggak cuman hidup sama kamu, tapi menjadi Mama yang baik untuk Aluna juga. Apa kamu nggak mikir sampai sana, Ken? Sebuta itu kamu ternyata ya." "Fara wanitaku, aku yang lebih tahu bagaimana dia." "Aku tahu bagaimana kebahagiaan Aluna, apa dia juga boleh menjadi anakku?" Kenny menganga. "Jangan macam-macam!" Calandra tersenyum singkat. "Aluna itu masih kecil, jangan kamu tanam memori nggak baik di kepalanya. Bukan orang lain, tapi kamulah yang akan menyesal. Terus aja membentak Aluna kayak tadi, dia bakal takut dan menjauh dari kamu. Pegang ucapan aku kalau kamu nggak percaya." "Sial!" umpat Kenny saat Calandra sudah beranjak dari hadapannya. Kalimat wanita itu berhasil membungkam Kenny. "Siapa wanita itu, beraninya!" *** Usai mandi dan berpakaian rapi, mereka berada di ruang makan. Aluna disuapi oleh Calandra, rautnya masih terlihat sedih dan banyak diam sejak tadi. "Baju Nona Cala bagus. Cantik, aku suka." Kenny mempunyai dress yang pernah dia belikan untuk Faradilla. Namun wanita itu malah tidak suka modelnya, jadi tidak sempat dipakai sama sekali. Ternyata setelah dikenakan oleh Calandra, dress itu terlihat sangat cantik. "Terima kasih ya. Kamu makan yang banyak, biar kenyang dan cepat gedhe." "Aku menginap di rumah Nona Cala aja. Aku nggak suka Papa marah-marah." "Papa nggak marah sama Aluna, tadi cuman berusaha nasehatin kamu. Lain kali jangan bilang nggak suka Tante Fara ya, nggak baik bersikap kayak gitu. Aluna masih kecil, harus saling menyayangi sama siapa pun." Aluna menatap Calandra dalam diam beberapa saat, lalu memalingkan wajahnya. "Aku beneran nggak suka Tante Fara kok!" "Berusaha menyukai. Kamu suka aku kan?" "Aku sayang sama Nona Cala." Mengangguk cepat, tersenyum menandakan jika ucapannya tulus. "Berarti Aluna juga harus menyayangi Tante Fara." Aluna menunduk sedih. "Keli aja nggak suka Tante Fara. Dia pernah gigit Tante Fara. Nakal sih!" Calandra menghela napas. "Kenapa sih kamu nggak suka Tante Fara? Emangnya dia jahat sama kamu? Enggak kan?" "Jahat kok!" Aluna menaikkan bahu. "Tante Fara nggak suka aku." "Tahu dari mana?" Aluna terdiam lama, menggeleng kecil. "Aku kenyang. Ayo pergi ke rumah Nona Cala. Kesian Cilla sendirian." Calandra paham jika ada yang Aluna sembunyikan tentang Faradilla. Sangat tidak mungkin anak sekecil Aluna tiba-tiba membenci Faradilla tanpa alasan apa pun. "Nggak boleh. Nanti Papa nangis kalau Aluna tinggal sendirian di sini." "Kan ada Tante Fara. Papa nggak ingat aku kok. Tante Fara selalu ajak Papa keluar berdua. Aku sering tidur sama Mbok Neni. Aku nggak suka, Mbok Neni tidurnya berisik!" Memang betul, Mbok Neni selalu ngorok kalau tidur. Seperti pesawat mau terbang. Calandra terkekeh. "Bisa-bisanya kamu ngelawak. Padahal aku lagi serius." "Aku suka Nona Cala. Jangan tinggalin aku ya? Kita kan temenan." Mengeluarkan jari kelingkingnya, mengajak Calandra berjanji. "Nggak mau janji-janjian, nanti aku nggak bisa nepatin kamu marah. Ayo cuci tangan dulu, setelah itu aku temani kamu belajar di kamar. Aku bakal pulang jam tujuh." "Ikut, Nona Cala!" Kenny datang menggunakan pakaian lebih santai. Kaos hitam polos, celana selutut senada. "Yakin kamu nggak mau jalan-jalan sama Papa?" tanyanya pada Aluna. Kenny mengambil air, duduk santai sambil menatap anaknya yang sedang cemberut dan membuang muka. Emosi Kenny sudah lebih stabil, tadi dia bawa keramas biar lebih tenang. "Aku mau ikut Nona Cala." "Papa nggak izinin." Aluna berdecak, berniat memukul Kenny. "Berani sama Papa?" "Papa nakal!" "Nanti Oma datang, kamu diomelin kalau ke rumah Nona Cala terus. Kamu masih kecil, suka banget kabur-kaburan dari rumah." "Siapa Oma?" Aluna mengernyit bingung. Kenny menghela napas, memijat pelipisnya. "Mamanya Papa." "Aku nggak mau Oma. Maunya Nona Cala aja." Calandra agak sedikit bingung saat mendengar Aluna tidak mengenali Omanya. Ada apa dengan hubungan mereka? "Kamu tidur di sini aja. Aku besok sibuk, nggak bakal bisa ngurusin kamu." "Nanti Pak Didi jemput pagi-pagi, antar sekolah. Aku nggak ngerepotin Nona Cala." Kenny menggendong Aluna, mendudukkan anak itu ke pangkuannya. "Nona Cala sayang Papa, jadi boleh 'kan dia menginap di sini?" Tanpa aba-aba, kalimat itu meluncur begitu saya dari mulut Aluna, membuat jantung Calandra berhenti berfungsi. Rasanya seakan jatuh ke perut. Hei, siapa yang mengajari Aluna mengatakan itu? Calandra bahkan begitu jengkel dengan Kenny. Habis sudah riwayat Calandra, ke mana dia menaruh wajahnya kalau sudah terlanjur begini? *** Aluna sudah tidur, Calandra segera ditarik oleh Kenny. Menyudutkan gadis itu ke ujung ruangan di kamar Aluna. "Apa sih?" Calandra berusaha menepis tangan Kenny, kadang pria bertubuh besar dengan rahang kokoh ini begitu menakutkan. Calandra was-was Kenny akan bersikap cabull padanya. "Kamu mau menghasut Aluna?" "Maksud kamu?" "Kamu beneran menyukaiku, huh?" Kenny tertawa meremehkan. "Kamu bercanda? Aku tahu ... kamu memanfaatkan Aluna biar bisa dapat uang terus dariku kan? Dalam kepala kamu, selalu uang dan uang isinya." Calandra mengepalkan kedua tangannya, lalu menaikkan dagu. "Aku memang suka uang. Kenapa? Apa itu membuat kamu rugi? Terserah aku dong!" "Wanita prikkk!" Mendorong kening Calandra saat gadis itu mencoba menekan keberaniannya. "Santai aja ngomongnya, air liur kamu terbang ke muka saya. Nggak sopan banget!" Mengusap wajahnya yang benaran terkena cipratan hujan liur dari Calandra. "Menjauh, aku mau pulang!" "Ngomong-ngomong, aku sudah menaikkan gaji karyawan pabrik mulai dari bulan ini. Apa kamu nggak berniat mengatakan terima kasih?" Seketika topik mereka berubah, Kenny menaikkan alisnya menatap Calandra. Dia masih memenjarakan wanita itu, sekarang wajah mereka hanya berjarak beberapa senti saja. "Oh aja. Aku nggak peduli!" Calandra berusaha keluar dari kunkungan Kenny, tapi selalu tidak berhasil. "Minggir nggak, kamu ini mesumm banget. Jangan-jangan ... kamu yang suka aku!" Persetann dengan harga dirinya, Calandra hanya berusaha mencari cara untuk lepas dari Kenny. Jujur saja, keadaan seperti ini membuat dadanyaa berdebar tidak normal. Hanya Kenny yang berani memperlakukan Calandra seperti ini. Kenny tersenyum bak seorang devil. "Kalau iya, kenapa? Mau bercintaa sekarang?" Calandra menganga, langsung menginjak kaki Kenny sampai pria itu mengaduh dan lompat-lompat di tempatnya karena kesakitan. "Pria nggak jelas. Idiottttttttt, mati aja sana!" Mengacungkan jari tengahnya, lalu berlari cepat meninggalkan kediaman Ryder sebelum terjadi aksi kejar-kejaran seperti malam itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN