Setelah membaca pesan tersebut, Ando tampak bimbang. Dia terdiam selama beberapa saat, tidak tahu harus bagaimana menanggapinya. Namun setelahnya pria itu hanya memastikan layar ponselnya dan memasukkan ke dalam saku celana alih-alih menanggapinya.
Ada banyak hal yang terjadi di luar kendalinya, dia untuk saat ini ingin egois dengan hanya memikirkan keluarganya. Meski urusan di luar sana juga mendesak, tapi dia tidak akan bisa tenang sebelum menyelesaikan masalah kesalahpahaman di rumah. Ando juga tidak ingin masalah ini akan menjadi berlarut-larut, namun dia untuk saat ini masih belum bisa menjelaskannya pada Meisya sebelum mengumpulkan semua buktinya dengan jelas. Karena masalah yang tengah menyandung dirinya kali ini bukan sekedar hal yang bisa dia remehkan, bahkan bisa menjadi hal yang sulit jika dia sampai salah langkah sedikit saja.
Meisya yang sedari tadi hanya diam tentu saja tidak melewatkan tatapan mata Ando yang tampak rumit setelah membaca pesan dari ponselnya. Entah apa isi pesan tersebut, namun ia berpikir bahwa itu pasti berhubungan dengan pekerjaannya, atau mungkin seseorang yang disebut 'klien' oleh suaminya.
Meski Meisya tidak ingin menaruh rasa curiga, tapi instingnya sebagai wanita membuatnya merasa bahwa memang ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh Ando darinya. Terlepas dari apapun itu, namun hal itu membuat Meisya sendiri merasa tidak puas dan bertanya-tanya. Jika boleh memilih ia lebih ingin bersikap tidak peduli dengan apapun urusan pria itu, karena lebih baik tidak menaruh curiga apapun yang akan membuat perasaannya menjadi lebih tenang tanpa harus memikirkan segala kemungkinan buruk yang ada di benaknya.
"Kalau gitu biar aku nemenin anak-anak dulu."
Setelah mengatakan itu, Meisya langsung beranjak pergi ke ruang TV tempat anak-anak sedang asik menonton siaran kartun favorit mereka. Sementara Ando hanya bisa menghela napas panjang mengikuti Meisya dari arah belakang. Ingin rasanya dia menarik tubuh langsing istrinya dan membawanya ke dalam pelukan untuk mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Meski kenyataannya tidak begitu.
Ando telah bertekad bahwa dia ingin menyelesaikan masalah yang menjeratnya terlebih dahulu sebelum menjelaskannya pada Meisya tanpa ada yang perlu dia tutup-tutupi. Karena hal ingi menyangkut sesuatu hal yang sensitif. Bahkan karirnya bisa saja terancam jika masalah ini tidak bisa dia atasi dengan benar. Posisinya sebagai suami dengan istri dan dua anak membuat pria itu harus bekerja keras untuk bisa tetap mempertahankan kredibilitasnya dalam menangani masalah tanpa harus melibatkan keluarganya.
Semua terjadi karena kecerobohannya, tapi di sisi lain Ando juga tidak berdaya untuk saat ini. Tatapannya tampak rumit saat menatap punggung istrinya dari belakang. Rumah tangga yang telah dibinanya selama beberapa tahun terakhir ini bisa saja terancam karena skandal yang menimpanya, meski itu bukan murni karena perbuatannya, melainkan karena adanya sebuah trik kotor yang mau tidak mau menyeretnya untuk masuk dalam kekacauan ini.
Sangat sulit menjadi kepala rumah tangga.
"Mama, sini-sini duduk di tengah Mika sama Sakha!" Mika langsung menarik Meisya begitu melihat sosok mamanya keluar dari arah dapur dengan diikuti oleh ayahnya.
Gadis kecil itu tampak antusias menempatkan Meisya di antara keduanya. Sama sekali mengabaikan keberadaan Ando yang masih terdiam berdiri tak jauh dari ruang TV. Mika bahkan tidak repot-repot untuk menoleh dan melihat ayahnya yang tampak menyedihkan. Gadis kecil itu jelas masih marah atas apa yang terjadi sore tadi.
"Mama nanti temani Mika tidur ya." Dengan nada manja khasnya yang mengalun lembut, Mika menatap Meisya dengan kedua matanya yang penuh harap.
"Oke, Mama temani kamu tidur."
"Sakha juga mau tidur sama Mama!" Sakha yang ada di sebelah kiri Meisya tak mau kalah, dia memeluk lengan sebelah kiri Meisya dan ikut menatap mamanya dengan penuh harap.
Melihat sikap kedua anaknya, membuat Meisya tersenyum dan sejenak melupakan masalah yang masih menjadi simpul hatinya. Ada terlalu banyak hal yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata, namun dengan kehadiran keduanya mampu memberikan dorongan kuat yang membuatnya mampu untuk bertahan lebih dari pada yang dia bisa.
"Ma, janji jangan tinggalin Mika ya?"
Mika yang ada di samping Meisya tiba-tiba saja mengatakan hal tersebut yang membuat Meisya merasa heran.
"Kenapa kamu tiba-tiba ngomong kayak gitu sayang?" Meisya yang mendengar perkataan Ando merasa heran sekaligus bingung harus menjawab seperti apa.
Gadis sekecil ini bagaimana bisa berkata hal-hal sampai sejauh itu. Bahkan Meisya sendiri masih belum sempat memikirkan hingga sejauh itu tentang hubungannya dengan Ando.
Apakah anak-anak jaman sekarang memang sudah dewasa sebelum waktunya?
"Mika takut Mama bakal ninggalin Ayah, terus Mika juga." Kedua mata Mika berkaca-kaca, menatap pada Meisya yang sudah dia anggap selayaknya ibu kandungnya sendiri.
Melihat bagaimana raut wajah menyedihkan Mika membuat Meisya merasa tidak tega. Dia langsung memeluk anak gadisnya tersebut dengan dekapan hangat. Sementara Ando yang duduk tak jauh dari mereka bertiga tampak terdiam seolah tertegun mendengar perkataan putrinya yang tidak dia duga.
"Kamu jangan khawatir Sayang, Ayah gak bakal pernah pisah sama Mama, kita selamanya akan jadi keluarga."
Mendengar hal itu, Meisya tanpa sadar mendengus pelan. Terlalu bosan dengan perkataan manis pria itu, namun berkali-kali selalu saja melupakan hal-hal kecil yang penting dalam hubungan mereka. Terutama jika sudah menyangkut pekerjaannya, maka Meisya sudah kebal dengan sikap sok sibuk Ando yang sulit untuk bisa diduakan.
"Ma, ayo tidur. Mama malam ini temani Mika ya, Mika takut tidur sendirian, semalam Mika habis mimpi buruk." Dengan mata berkaca-kaca dan penuh harap Mika menatap Meisya, membuat Meisya merasa tidak tega dan langsung menyetujui permintaannya.
"Sakha juga mau tidur sama Mama." Sakha yang sedari tadi diabaikan tidak mau kalah, dengan segera dia bangun dan duduk di pangkuan Meisya dengan manja. Memeluk leher mamanya dan sepenuhnya mengabaikan keberadaan Ando yang seperti udara.
"Oke, ayo kita tidur bertiga malam ini ya."
"Yeyyy asik tidur sama Mama!" Sakha secara otomatis langsung mencium wajah Meisya mulai dari dahi, hidung, kedua pipi dan bibir mamanya. Begitu juga dengan Mika yang tak mau kalah dari adiknya yang menghujani Meisya dengan kecupan di seluruh wajahnya.
"Kalian berdua tidak mau mencium Ayah juga?"
Ando yang merasa diabaikan mencoba bersuara, namun sayangnya suaranya terdengar bagaikan angin yang berlalu dan tak dihiraukan sama sekali oleh dua bocah kecilnya.
Melihat hal itu, mau tak mau Ando hanya bisa menghela napas panjang. Ia tahu konsekuensi membuat dua bocah kesayangannya marah, pasti sangat sulit untuk bisa dibujuk dengan mudah. Meski dalam pikirannya Ando sudah berniat untuk membujuk anak-anak dengan memberikan beberapa hadiah mainan kesukaan mereka besok.
"Ya udah, ayo kita tidur bareng."
"Ayah boleh ikut tidur bareng?"
"Enggak, ayo kita ke kamar Mika Ma!"
"Hu'um!" Sakha juga ikut mengangguk dan mengembungkan kedua pipinya hingga mengambang lucu.
"Baik, ayo kita tidur bareng. Ayah kalian gak boleh ikut!"
Mendengar hal itu, Ando hanya bisa pasrah. Melihat punggung anak dan istrinya yang sedang berjalan ke kamar Mika tanpa dirinya.
"Maafkan aku. Aku janji setelah semua ini selesai, aku akan menebus semua waktu yang kulalaikan untuk kalian." gumamnya pelan sebelum beranjak ke teras dan menyalakan sebatang rokok, mengembuskan asap tembakau untuk menenangkan pikirannya.