“Apa maksudmu?” tanya Prayoga sembari menatap pemandangan desa melalui jendela kamarnya. Kening Prayoga terlihat mengernyit dalam, tanda jika dirinya sama sekali tidak senang dengan apa yang tengah ia dengar dari lawan bicaranya di ujung sambungan telepon. Netra Prayoga juga terlihat gelap seakan-akan tengah menahan luapan emosi yang siap meledak kapan saja. “Maaf, sobat. Aku sama sekali tidak bisa membantumu lebih jauh. Bukan karena aku tidak mengingat persahabatan kita, tapi tidak ada lagi yang bisa aku dan rekan-rekanku lakukan. Semuanya buntu. Kami tidak bisa mencari informasi apa pun mengenai Maharani. Gadis yang kau cari itu, seperti menghilang ditelan bumi. Jejaknya menghilang tepat di mana aku menyebutkannya terakhir kali,” ucap seorang pria di ujung sambungan telepon.