"Ada yang bisa kami bantu?" tanya Saka. Raka yang berdiri di sampingnya juga menatap ke arah rombongan yang tak dikenal.
"Kami ingin bertanya tentang posko di sini. Apakah sudah ada informasi terbaru tentang pesawat wolf air yang jatuh?" tanya Gina. Dia yang paling bisa membuka mulut di antara ke tiga lainnya. Bahkan Fai hanya berdiri di sana dengan diam. "Kami salah satu keluarga dari penumpang," tambah Gina.
Saka mengangguk tanda bahwa dirinya paham. Lalu memandang ke kanan dan kiri untuk melihat persiapan yang sedang dilakukan oleh jajaran gabungan tim evakuasi dari berbagai pihak. Selain para anggota dari gabungan tim evakuasi, ternyata juga ada beberapa orang yang sepertinya juga anggota keluarga dari penumpang pesawat Wolf Air.
"Untuk posko sepertinya sebentar lagi siap. Kami sudah akan berangkat untuk mencari ke beberapa titik yang sudah ditentukan. Untuk keluarga penumpang, ada tenda di sana untuk tempat berteduh jika tidak ingin kembali ke bandara. Namun, kami menyarankan untuk kembali ke bandara karena di sini mungkin akan sedikit caos. Jika ada informasi, kami dari pihak tim evakuasi pasti akan menginfokan ke bandara. Dan bila diperlukan, personel kita akan menjemput pihak keluarga di sana," jawab Saka setelah merenung beberapa saat.
"Jadi kami bisa berada di sini asalkan tidak mengganggu jalannya evakuasi?" tanya Fai dengan tiba-tiba. Dokter Yisma dan dokter Aldi memandang Fai secara bersamaan. Mungkin tidak menyangka kalau Fai akan bertanya seperti ini.
"Bisa. Namun mungkin di sini akan panas juga. Selain caos, takutnya akan ada sengatan panas," jawab Saka lagi.
"Apakah kalian butuh dokter di tim? Aku bisa menjadi bantuan meski masih coas. Aku bisa mengikuti beberapa pengaturan dari dokter yang berwenang. Apapun itu asalkan bisa membantu pekerjaan pihak kalian," ucap Fai dengan sungguh-sungguh.
Fai ingin terus di sini. Fai sebenarnya tidak ingin ke bandara atau kembali ke rumah sakit. Sebelum ada kabar pasti tentang Bu Khotimah, Fai tetap ingin berada di area, yang mungkin adalah area paling dekat dengannya. Jika bisa, Fai ingin ikut tim evakuasi dalam mencari puing-puing pesawat itu, andaikan benar pesawat itu jatuh ke laut. Fai tidak perlu naik kapal pencarian yang mewah, cukup kapal nelayan juga baik-baik saja.
"Untuk tim kesehatan, kami sudah mendapatkan cukup dari beberapa rumah sakit terdekat. Pihak komandan kami belum memberikan perintah tentang hal ini," tolak Raka dengan tenang.
Raka tahu bahwa Saka mungkin akan merasa kasihan dan tidak bisa menjawab. Jadi, Raka akan membantunya untuk menjawab pertanyaan ini. Atau entah mengapa Raka merasakan bahwa ini adalah permintaan.
Lagi pula, sebenarnya Raka tidak pernah ingin satu tim dengan pihak yang memiliki sangkut paut dengan korban. Karena biasanya, orang-orang seperti ini benar-benar akan menyusahkan di pertengahan jalan nanti. Entah karena tidak bisa menyesuaikan emosinya, atau lebih mengedepankan ego mereka yang malah membahayakan bagi sekitar.
"Oh, baiklah. Ini hanya pertanyaan sambil lalu saja. Jika di perlukan, kami juga bisa membantu," ucap dokter Aldi tiba-tiba.
Dokter Aldi merasa bahwa jika salah satu dari mereka—dirinya, Gina, atau dokter Yisma—tidak memotong, mungkin Fai sudah akan memohon kepada tentara dan polisi muda di depan mereka. Yang mana mungkin akan membuat suasana canggung di antara mereka tercipta.
"Baik. Kalian bisa pergi ke tenda terlebih dahulu. Untuk saat ini, usahakan untuk tidak berjalan-jalan di sekitar dermaga ini. Selain takutnya terjadi tabrakan yang tidak diinginkan, juga takutnya kalian terlalu mendekati pinggiran dermaga yang berbatasan dengan laut," ucap Raka lagi. Inti dari ucapannya adalah dia ingin mereka sebagai pihak keluarga untuk tidak membuat keributan di area posko.
Fai menatap ke arah Raka dengan sedikit rasa tidak senang. Berbeda dengan Saka yang menjawab dengan ramah, Raka memang terkesan ketus dan dingin. Tidak cocok untuk membantu memberikan informasi kepada keluarga penumpang yang masih di dera panik. Namun, Fai masih menahan diri agar tidak membuat keributan. Di lihat dari gayanya, entah mengapa Fai merasa lelaki di depannya bisa mengusirnya jika keributan terjadi.
"Kalau begitu kami akan pergi ke tenda sebentar. Dan mungkin akan kembali ke area bandara untuk menunggu informasi," pamit Gina. Dia menggenggam tangan Fai dan menariknya pergi. Tidak menunggu jawaban dari Saka dan Raka. Bahkan mungkin Gina lupa tentang Runa dan rombongan lainnya yang datang bersamaan dengan mereka.
"Jangan terlalu galak dengan keluarga korban, mereka pasti dalam suasana hati yang tidak baik," ucap Runa setelah melihat kepergian Fai dan rombongannya.
"Kita harus tegas. Gak ada yang tahu bagaimana sikap dan sifat mereka. Takutnya jika kita terlalu lunak, mereka akan membuat keributan nantinya jika ada sedikit rasa tidak puas," jawab Raka dengan santai. Sedangkan Saka hanya tertawa melihat Raka yang sudah memasang antisipasi.
"Raka dan Saka, kalian nanti ikut tim evakuasi dalam pencarian, kan? Aku nanti juga ikut dalam pencarian, jadi nantinya, mohon bantuannya ya," ucap Zahra dengan nada suara lembut yang dibuat-buat.
Sejak tadi, Zahra merasa terlupakan karena Saka dan Raka fokus pada rombongan keluarga penumpang. Sekarang, setelah keluarga itu pergi, Saka dan Raka ingin mencoba untuk tidak mempedulikannya. Hal ini sebenarnya membuat Zahra benar-benar merasa sangat marah. Namun, dirinya masih mencoba untuk menahannya.
"Kamu pergi dengan kapal nelayan, akan ada tim yang nantinya mengawal kalian dengan kapal lain. Tidak perlu khawatir," jawab Raka dengan lugas. Dia kembali sibuk dengan ponselnya. Bahkan saat menjawab ucapan Zahra, sama sekali tidak memandang ke wajah lawan bicaranya.
"Bukannya itu tim kalian?" tanya Zahra dengan sedikit nada suara ketus. Di mana seolah-olah Raka dan Saka memperlakukannya dengan tidak adil.
"Bukan. Tim kami sudah ditugaskan ke titik yang berbeda," jawab Saka dengan santai. Seolah-olah menertawakan niat Zahra yang tidak akan pernah terwujud.
"Tapi, harusnya yang di sini adalah Runa. Kalian pasti akan mengawal Runa! Kenapa pas aku kalian malah dapat tugas lain?!" tanya Zahra dengan marah. Dia mendelik ke arah Runa, seolah-olah bahwa Runalah yang sudah meminta mereka untuk mengganti tim.
"Jika kamu ingin bertanya, cari saja atasan kami. Atau minta pemimpinmu untuk berbicara. Yang penting tidak membuat keributan agar evakuasi berjalan dengan lancar. Kamu tahu bukan akibat membuat keributan dan menghalangi jalannya acara?"
Mendengar suara Raka yang santai, tapi penuh dengan ancaman, Zahra hanya bisa terdiam. Dia awalnya mengira bisa menggantikan tempat Runa dengan diam-diam. Sehingga bisa menghabiskan waktu dengan dua orang kembar yang sedari dulu disukai Zahra. Namun, tidak pernah menyangka bahwa rencananya tidak berhasil sama sekali.
"Kami berdua akan kembali ke tim masing-masing. Kamu di sini jaga diri dan jangan ikut dalam keributan apa pun. Jalani saja semua yang harus kamu lakukan. Untuk nara sumber yang kamu inginkan, aku sudah meminta izin kepada mereka untuk memberikan nomernya padamu. Kamu tinggal meneleponnya untuk temu janji wawancara," ucap Raka. Dia menatap Runa dan memberikan isyarat untuk memeriksa ponselnya. Ini adalah salah satu bantuan yang bisa dilakukan Raka dan Saka kepada Runa. Karena memang, tempat penugasan mereka tidak sama.
"Terima kasih. Kalian bisa pergi aja dulu. Aku di sini sama Abel akan melakukan persiapan," ucap Runa dengan raut bahagia.
Runa sejak tadi masih memikirkan bagaimana caranya agar bisa menemui orang-orang yang ingin dia wawancarai. Namun siapa yang mengira bahwa Raka akan memberikan nomer mereka ini. Padahal, Runa belum menyerahkan listnya, tapi Raka sudah memberikannya dengan akurat. Mungkin inilah salah satu keuntungan untuk menjadi kembar. Menebak pemikiran si kembar lainnya adalah hal yang cukup mudah.
"Baiklah. Baik-baik di sini. Kami pergi," pamit Saka.
Runa menatap ke arah kepergian Saka dan Raka dengan santai. Dia berniat untuk ikut pergi, tapi siapa yang mengira bahwa sebuah cekalan tangan menghentikannya. Apa lagi cekalan tangan ini cukup keras juga. Sepertinya sengaja meremas tangan Runa sehingga menimbulkan rasa nyeri.
"Kamu apa-apaan sih, Zahra!" bentak Runa sambil mengibaskan tangan Zahra dengan kuat. Membuat Zahra hampir saja jatuh tersungkur dibuatnya.
"Kamu yang bilang sama Raka dan Saka soal kita yang ganti tempat, kan?" tanya Zahra dengan sengit. Dia bahkan menatap ke arah Runa sambil mendelik. Terutama karena dirinya hampir jatuh akibat kibasan Runa yang cukup kuat.
Runa memang sudah belajar bela diri sejak di sekolah dasar. Dan sekarang cukup mumpuni jika hanya mengibaskan cekalan tangan seperti ini. Jangankan hanya cekalan tangan, bikin babak belur preman saja mudah.
Ini adalah pengaturan Satrya agar Runa bisa menjaga diri. Meski ada bodyguard rahasia yang menjaga Runa, Satrya tetap ingin menambahkan pengaturan ekstra. Karena dari ke lima anaknya, hanya Runa yang cukup memprihatinkan. Dia tidak ingin terlalu dibatasi, berbeda dengan Rayden dan Sachita yang paham kondisi keluarganya.
"Bilang? Kalau iya kenapa? Emangnya salah? Lagian Saka dan Raka itu saudara kembar aku. Tanpa aku bilang, mereka pasti akan tahu di mana aku berada. Dan mereka juga yang bertanya duluan untuk memastikannya. Jadi hak apa kamu untuk marah-marah? Kamu bukan siapa-siapanya kami," ucap Runa dengan sinis.
Dulu, saat masih di sekolah dasar, Runa masih bisa dekat dengan Zahra meskipun sudah dilarang oleh Lisa. Namun, saat masuk ke sekolah menengah pertama, Runa sudah mulai merasa risih dengan ketergantungan Zahra. Terutama dengan dandanan Zahra yang benar-benar mirip dengannya meski dalam versi lite.
Bukan hanya itu saja, Zahra bahkan mendekati setiap cowok yang dekat dengan Runa. Sehingga saat mereka masuk sekolah menengah atas, Runa sudah mulai menjauh dari Zahra. Meski Zahra masih koar-koar jika mereka adalah sahabat karib. Namun orang-orang terdekat Runa tahu bahwa Zahra hanyalah seorang badut yang melompat-lompat.
"Tapi gak bisa membuat mereka sampai pindah tim juga. Itu namanya gak profesional," bantah Zahra lagi.
Zahra merasa ada yang menyayat di hatinya ketika mendengar perkataan Runa. Meskipun itu adalah sebuah kenyataan bahwa Zahra tidak ada hubungan apa pun dengan Saka, Runa, dan Raka. Bahkan mungkin mereka hanya bisa disebut kenalan tidak akrab, meski Zahra ingin di sebut sahabat karib layaknya saudara dengan tiga orang kembar ini.
"Tidak profesional? Berarti sama dengan kamu? Kamu kan juga mengubah tim yang sudah dibentuk," sindir Runa. Benar-benar sindiran yang membuat Zahra terdiam.
"Tidak perlu terlalu keras seperti ini, Runa. Maksud Zahra juga tidak salah. Dengan adanya Raka dan Saka, tugas yang diberikan oleh stasiun televisi kepada kami pasti akan selesai dengan baik. Terlebih Zahra juga cukup akrab dengan Saka dan Raka. Jadi apa salahnya untuk membantu? Bukannya seperti ini," ucap Juna dengan tiba-tiba. Yang mana membuat Runa tiba-tiba merasa mual.
"Penukaran tim milik Raka dan Saka sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Dan untuk penugasan kalian, itu adalah tanggung jawab kalian. Jangan bebankan kepada orang lain yang bahkan gak tahu apa-apa, enggak profesional banget. Selain itu, tidak ada kedekatan apa pun antara Saka dan Raka terhadap dia. Jadi jangan membuat seolah-olah mereka dekat. Hanya saling tahu saja, tidak ada kewajiban untuk membantu. Kecuali kalau kalian mendapatkan kecelakaan. Karena ini tentang kemanusiaan," ucap Runa dengan dingin. Dia menatap ke arah Juna dengan jijik. Sebelum akhirnya berbalik.
Hari pertama pencarian benar-benar tidak berjalan lancar untuk pihak dari Gendis TV. Banyak perpecahan tim yang bahkan sudah terlihat. Mungkin Pak Didik salah memasangkan tim. Runa dan Zahra memang tidak pernah akur. Mereka adalah saingan meski ini hanya di dalam pemikiran Zahra. Namun, jika itu adalah tentang Saka dan Raka, mereka memang saingan. Siapapun cewek, asalkan bukan Zahra, Saka dan Raka bebas untuk mendekatinya. Meski Runa tetap akan membuat evaluasi untuk setiap cewek ini. Lagi pula, Runa tetap ingin Saka dan Raka mendapatkan yang terbaik.
"Dia semakin sombong!" gumam Zahra dengan suara tertahan.