BAB KE TUJUH: ORANG SONGONG

1530 Kata
"Loh Fai, ini Fai kenapa?" tanya dokter Yisma dengan panik. Dokter Aldi dan juga Gina sama paniknya. Mereka bertiga serentak berlari ke arah Fai yang digendong oleh Abel. Membantu Abel untuk meletakkan di ranjang yang sepertinya memang sudah disiapkan. Para anggota tim gabungan sepertinya sudah persiapan, jika nantinya ada keluarga penumpang pesawat wolf air yang pingsan. "Maaf, Nak. Bisa beri tahu kami kenapa Fai bisa pingsan seperti ini?" tanya dokter Yisma dengan lembut. Ini sudah ke dua kalinya Fai pingsan hari ini. Yang mana membuat dokter Yisma dan yang lainnya merasa sangat ketakutan. "Sepertinya jika saya tidak salah menebak, Kakaknya mendengar obrolan teman saya, Runa, dengan Pak Bagyo. Pak Bagyo ini adalah pimpinan basarnas di tim pencarian ini. Dan isi obrolannya adalah bahwa salah satu tim pencari kemungkinan besar menemukan pecahan dari badan pesawat. Belum bisa dipastikan bahwa itu memang pecahan badan pesawat karena belum di bawa ke daratan. Hanya saja, sudah beberapa tim yang menemukannya juga. Semakin dekat dengan titik yang ditentukan, tim semakin melihat banyak pecahan yang berserakan. Jika ini benar pecahan badan pesawat, kemungkinan besar pesawat meledak ketika masih di udara. Dan kalau tebakan ini benar, para penumpang kemungkinan kecil ada yang selamat," jelas Abel dengan ringkas. Dia sebenarnya tidak ingin memberitahu soal ini. Tidak ingin mendahului para anggota tim yang bertanggung jawab. Namun, entah mengapa Abel merasa kasihan dengan rombongan ini. Untungnya hanya ada mereka, sedangkan keluarga penumpang yang lain sepertinya tidak ada di tenda. "Astagfirullah," gumam dokter Yisma dengan pelan. "Ini masih praduga. Kita hanya bisa berdoa sekarang ini. Karena jarak titik dan dermaga cukup jauh, jadi kapal yang membawa beberapa pecahan ini cukup lama sampainya. Saya sendiri berharap yang terbaik saja," ucap Abel lagi. "Ya, saya tahu. Anda bisa kembali ke kesibukan tadi. Kami tahu sebagai reporter, Anda pasti memiliki banyak tugas sekarang. Untuk Fai, biar kami yang mengurusnya," ucap dokter Yisma. Bukan dokter Yisma berniat mengusir Abel, hanya saja, dia tahu betapa sibuknya orang-orang dari stasiun televisi ini. Masih mending Abel mau membantu Fai, ada juga orang-orang yang memilih menyerahkannya kepada orang lain. "Kalau begitu, saya permisi. Jangan lupa untuk memanggil tim medis juga. Agar bisa ada pemeriksaan lebih lanjut. Tadi, Kakaknya sempat kesulitan napas. Mungkin sekarang terlihat normal, tapi lebih baik untuk memeriksanya," ucap Abel sebelum pamit. Melihat dokter Yisma yang mengangguk, Abel akhirnya merasa nyaman. Dia juga sedikit mengkhawatirkan Runa. Karena Abel sudah menyuruh Runa untuk langsung menyusulnya. Namun sampai sekarang, Runa tidak terlihat sama sekali. Dan hal ini membuat Abel merasa sedikit was-was. Terlahir dengan sendok emas di mulutnya, Runa menjadi incaran banyak orang. Entah itu orang jahat atau sekadar orang yang ingin menaklukkannya. Bukan rahasia umum karena Runa dan dua saudara kembarnya sudah diumumkan kepada Publik sebagai keturunan dari dua keluarga besar, Guntoro dan Haryatno. Selain keluarga dari pihak ibu dan ayah, Orang Tua Runa juga sangat mengagumkan. Namun, hal ini juga bersamaan dengan sisi negatifnya. Keluarga Runa memiliki cukup banyak musuh. "Hah, cewek ini. Padahal aku sudah berkata untuk segera menyusul. Semoga dia hanya tertarik demgan sesuatu sehingga lambat. Jika terjadi sesuatu, aku benar-benar tidak bisa memberikan penjelasan kepada Raka dan Saka," gumam Abel. Sebagai teman sejak di bangku sekolah dasar, Abel sangat dekat dengan Triplet. Hanya saja, Abel lebih dekat dengan Runa, mereka seperti sahabat karib. Runa, Abel, dan Viony, mereka adalah sahabat karib. Meski Viony berada di luar negeri sekarang, mereka masih berhubungan dengan baik. Karena berteman karib dengan Runa, Viony dan Abel akhirnya juga dekat dengan keluarga Runa, termasuk Raka dan Saka. "Lebih baik aku mencarinya terlebih dahulu. Lebih cepat ketemu lebih baik," gumam Abel lagi. Dia mempercepat langkahnya daripada pertama kali. Yang Abel lakukan sekarang ini adalah menyusuri jalan yang tadi dia lewati. Jika Runa mendapatkan masalah, itu berarti berada di jalan yang baru saja dia lalui. *** "Sudah dikatakan bahwa tidak boleh bertindak semaunya di area sini. Dan yang salah di sini adalah kamu," ucap lelaki itu dengan tegas. Dari name tag yang ada di seragamnya, Runa bisa mengetahui namanya. Ya, nama lelaki itu adalah Biru. Cukup unik sekali sebenarnya. Jika pertemuan pertama mereka tidak seperti ini, Runa pasti akan memberikan lelaki ini banyak pertanyaan. "Aku sudah kasih kamu surat tugas di sini. Dan aku juga sudah kasih tahu kamu kenapa aku lari-lari, tapi kamu sendiri yang enggak percaya. Kamu yang nuduh macam-macam!" ucap Runa dengan sengit. Dia benar-benar membenci orang seperti di depannya ini. Yang bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasan orang lain. Dan dengan seenaknya menuduh tanpa berpikir sama sekali. "Runa!" Runa menoleh ketika dia mendengar suara Abel. Lelaki bernama Biru itu juga ikut menoleh. Keningnya berkerut ketika mendengar sebuah suara yang menyebabkan ucapannya terpotong. Namun, kerutan itu sedikit hilang ketika Biru melihat bahwa lelaki lain yang baru saja datang itu sepertinya teman dari Runa. "Kamu ke mana saja? Aku sudah bilang, ikutin dari belakang. Kamu malah berhenti di sini," ucap Abel dengan gusar. Sama sekali tidak melihat bahwa ada orang lain yang berdiri di antara mereka. "Maaf, cewek yang tadi pingsan gimana?" tanya Runa dengan cepat. Dia melirik ke arah Biru sedikit. Meski hanya sedikit, Biru bisa melihatnya dengan jelas. Entah mengapa, Biru sedikit merasa gemas. Cewek di depannya benar-benar tidak mau dianggap salah. "Udah sama keluarganya. Untungnya mereka semua dokter, jadi lebih tahu cara merawatnya. Selain itu, mereka juga bilang kalau akan memanggil tim medis sendiri. Makanya aku bisa cari kamu sekarang ini," jawab Abel dengan jelas. Dia sepertinya mencoba mengingat sesuatu, tapi benar-benar tidak ingat. "Tuh, kamu dengar? Aku enggak berbohong sama sekali. Yang aku katakan itu benar. Jadi, biarkan aku pergi dari sini buat ngeliput lagi!" ucap Runa dengan tiba-tiba. Abel sedikit bingung, tapi saat melihat arah bicara Runa, dia akhirnya sadar tentang ini. Ada orang lain di antara mereka. Dan tahu bahwa ini mungkin alasan Runa tidak mengikutinya. "Ada masalah apa ya dengan teman saya?" tanya Abel dengan tenang. Meski suaranya tidak terkesan emosi atau semacamnya, tapi dari tatapan tegas Abel, semuanya seperti sudah terjawab. "Hanya salah paham—" "Salah paham apanya! Kamu nuduh aku yang enggak-enggak kok. Kayak gitu dibilang salah paham! Ah, pecundang. Cakep-cakep banyak alasan," ucap Runa dengan galak. Dia mendengus sebentar sebelum menarik Abel pergi. Meninggalkan lelaki bernama Biru itu yang terdiam di tempatnya. "Ndan, sudah ditunggu yang lainnya," ucap salah satu prajurit yang berlari ke arah Biru. "Oh, ayo," jawab Biru dengan cepat. Sebelum mengikuti salah satu bawahannya itu, Biru menyempatkan diri untuk melihat ke arah punggung wanita yang marah-marah itu. Entah mengapa jika mengingatnya, Biru seakan ingin tersenyum. Dia tahu bahwa dirinya di sini salah, tapi gaya bicara wanita itu yang meledak-ledak benar-benar menggemaskan. "Aku bahkan gak tahu namanya. Kartu pengenalnya tadi bahkan diperlihatkannya dengan sekilas saja," gumam Biru dengan tidak berdaya. Entah apa yang terjadi di dalam hatinya. Ada sedikit kerusuhan di sana. "Siap, maaf, Ndan. Bisa diulangi? Saya tidak mendengar!" "Tidak perlu. Ayo ke sana segera!" ucap Biru sekali lagi. Dia menggelengkan kepala berusaha untuk tetap fokus. Lagi pula, dia sudah tahu di mana wanita itu bekerja. Sehingga ada banyak waktu untuk mencari tahu. *** "Sebenarnya apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja, kan? Kamu enggak membuat masalah, kan?" tanya Abel dengan cepat. Dia sejak tadi mencoba mencari tahu tentang apa yang terjadi, tapi Runa masih asyik marah-marah tanpa menjawab sama sekali. "Untungnya kameranya enggak rusak. Kalau rusak, lelaki sombong itu harus menggantinya," ucap Runa dengan tiba-tiba. Dia ternyata sejak tadi sibuk memeriksa kamera sambil ngedumel. Yang mana cukup menggemaskan menurut Abel. "Karena kameranya tidak rusak, bisakah kamu menjelaskan? Ada apa?" tanya Abel dengan lembut. Runa akhirnya memberikan kamera itu sambil menghela napas dengan lembut. "Lelaki tadi tuh nabrak aku, tapi dia yang marah. Katanya aku menghalangi jalan dan semacamnya. Padahal aku sendiri jalan ngikutin kamu dengan benar. Bukan ngejogrog di sana gitu aja. Dia aja yang lari enggak pakai mata. Udah gitu aku enggak boleh pergi sebelum ngakuin kesalahan. Mana dia kek ngintograsi itu. Nyebelin pokoknya. Untung kamu dateng cepet," jawab Runa dengan menggebu-gebu. Tanpa sengaja, Abel malah tertawa. Runa selalu menggemaskan ketika dia marah. Inilah salah satu alasan mengapa tidak ada yang bisa membencinya. Mungkin kecuali orang-orang yang iri dengan takdirnya. Selain itu, Runa sangat ramah kepada siapa saja. Hampir semua laki-laki ingin melindunginya karena Runa terlihat rapuh. Meski hal seperti ini sebenarnya hanya kamuflase. "Kamu gak bilang apa-apa sama lelaki itu? Kamu kan bisa bilang kalau—" "Udah, tapi lelaki itu gak percaya sama sekali. Mentang-mentang petugas, jadi sok galak. Padahal Raka dan Saka tuh adil loh jadi petugas. Mereka enggak ke cowok ini yang nuduh tanpa bukti. Ah, nyebelin! Cowok pecundang!" pekik Runa dengan marah. Abel hanya mengulurkan sebotol air mineral kepada Runa agar cewek ini tenang. Namun, Abel benar-benar salut kepada cowok ini, yang mana bisa membuat Runa benar-benar marah. Bahkan sampai bersikap tidak sopan karena memberikan cowok itu nama pecundang. Namun Abel sendiri tidak setuju dengan apa yang dilakukan cowok itu. Entah mengapa, Abel merasa bahwa cowok itu mungkin hanya modus saja. Meski agak berbeda banget modusnya. "Makasih. Aku haus banget dari tadi. Ngomong panjang lebar tanpa didengar sama dia. Ah, sialan banget!" ucap Runa setelah minum beberapa teguk. Abel tahu bahwa mood Runa hari ini mungkin tidak akan baik seperti tadi pagi. Dan ini cukup buruk untuk Abel, yang merupakan rekam satu tim dari Runa. Untungnya, Abel sudah cukup terbiasa sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN