Aku mendorong Angga menjauh dariku. Aku menyadari bahwa apa yang aku lakukan salah. Angga kekasih Kayla, tidak sepantasnya aku menerima ciuman Angga seperti ini. Aku memasuki kamar yang pernah menjadi tempatku beristirahat saat aku menjadi perawat Angga. Aku mengunci pintunya agar Angga tak dapat masuk ke dalam kamar. Aku manusia bodoh.
"Apa yang sudah kamu lakukan Naya? Bagaimana bisa kamu menerima ciuman dari Angga, jika Kayla tau dia pasti akan kecewa sama kamu. Dia pasti akan membencimu. Dia adalah kakakmu sendiri. Tidak sepantasnya kamu menghianatinya meski di dalam lubuk hatimu kamu masih menyimpan rasa itu untuk Angga." Aku mengusap bibirku sendiri menyadari kebodohanku.
******
Aku membuka mataku dan melihat jam dinding menunjukkan jam tiga dini hari. Aku melihat sekeliling dan baru menyadari jika aku masih berada di rumah Angga.
"Bagaimana tidur malammu Kanaya ?" Tanya Angga yang masih terjaga di sofa ketika aku membuka pintu kamar.
"Aku mau pulang ke studio." Jawabku ketus.
"Bukankah kamar itu adalah kamar yang dulu kamu gunakan untuk tempat beristirahatmu ?" Tanya Angga sambil melangkah mendekat.
"Bahkan Kayla saja tidak tau lho dimana dulu dia tidur saat merawatku, dimana dapur dan kamar mandipun dia harus bertanya pada mbok Nah. Sedangkan kamu dalam keadaan genting juga tau dimana tujuan kamu menyembunyikan diri." Lanjutnya sambil bersandar di tembok dekat pintu kamar.
"Aku ..... "
"Aku ingin kita kembali mengulangnya. Apakah aku harus buta dulu agar kamu mau berada disisiku ?" Tanya Angga sambil berbisik di telingaku.
"Menjauhlah dariku Angga. Kita tidak ada hubungan apapun. Aku hanya menggantikan Kayla untuk merawatmu. Aku sudah menjalankan semua dengan baik jadi apa yang kamu cari dariku ?"
"Kamu mencintaiku."
Aku membulatkan mata mendengar Angga mengatakan hal itu padaku. Seperti seseorang yang ketahuan mealakukan kesalahan saja posisiku sekarang. Terdiam dengan mulut terbuka saking kagetnya Angga bisa mengatakan hal itu.
"Gak usah terlalu PD kamu !" Kataku menjauh dari Angga.
"Kamu sudah mencurahkan segalanya dalam n****+ dewasa kamu. Semua kamu tuangkan disana, bagaimana sekarang kamu bisa mengelak ?"
"Aku seorang penulis, jika tidak ada klimaks antara tokoh utama maka tidak akan ada pembaca yang tertarik. Apa yang aku tulis tidak semuanya real, aku membumbuinya agar penikmat n****+ membaca dan memberiku keuntungan."
"Benarkah ?"
"Iya !"
"Lalu bagaimana dengan isi galeri ponselmu yang menyimpan banyak foto tentangku ?"
"Bukankah sudah kujelaskan kalau itu hanya bukti untuk kukirimkan ke Kayla ? Aku hanya lupa menghapusnya, setelah ini akan aku hapus."
"Begitu ya ? Apa yang akan kamu jelaskan sekarang kalau aku ingin tau kenapa kamu mencuri waktu untuk mengetahui keadaanku ? Bukankah itu tanda kamu mencintaiku ?"
"Bukan ! Aku hanya ingin tau kabarmu selepas operasi mata, tapi kan setelah itu aku tidak pernah lagi menjengukmu."
"Kalau aku tanya tentang catatan di ponselmu yang menceritakan tentang rasa rindumu padaku ?"
"Oh itu, itu hanya ... "
"Hanya apa ?" Tanya Angga sambil menarik pinggangku hingga tiada jarak diantara kami.
"Lepaskan aku !" Aku memukul d**a Angga.
"Tidak !"
"Aku bisa teriak agar pak Muh dan mbok Nah terbangun dan menolongku."
"Coba saja!"
"Pak Muh ! Mbok Nah ! Tolong aku !" Aku berteriak memanggil, tapi mereka tidak juga keluar menolongku.
"Pak Muh ! Mbok Nah !" Teriakku lagi memanggil mereka, suaraku sedikit naik daripada panggilanku yang pertama tadi.
"Lebih kencang lagi coba !" Tantang Angga.
"Kemana mereka ?" Tanyaku.
"Ada, mereka di kamar. Mereka tidak pernah pernah pergi meninggalkanku sendirian. Cobalah cari mereka di kamar, kamu tau kan kamar mereka ?"
Angga melepas tangannya dari pinggangku. Aku melangkah pelan menuju ke dapur tempat pak Muh dan mbok Nah beristirahat. Pak Muh masih tertidur dan mbok Nah sudah berada di dapur.
"Mbok !" Panggilku.
"Iya mbak Naya ?" Jawab mbok Nah.
"Mbok gak dengar aku tadi manggil mbok Nah ?"
"Dengar mbak Naya, tapi ....... " Mbok Nah tidak melanjutkan ucapannya, dia lebih memilik menunduk setelah melihat Angga datang.
Aku membuang nafas kasar, melihat ke arah mbok Nah sebentar lalu melangkah meninggalkan dapur dan kembali masuk ke dalam kamar.
*****
Aku merasa lega saat membuka pintu kamar dan tidak lagi melihat Angga ada di rumah. Aku memutuskan untuk mandi dan segera beranjak meninggalkan rumah Angga. Tapi tidak semudah itu aku terlepas dari Angga. Pak Muh sudah berdiri menantiku di depan mobil untuk mengantarku kembali ke studio. Sebelum aku kembali mbok Nah sempat meminta maaf padaku karena dia tidak menolongku, baru kutahu alasannya jika dia memang tidak berani bertidak lebih bahkan ikut campur apapun yang terjadi dengan Angga, Mau dengar teriakan apapun itu mbok Nah dan pak Muh tidak akan muncul kecuali Angga sendiri yang memanggil mereka.
"Makasih pak Muh." Kataku saat pak Muh selesai mengantarku.
"Ini rumah mbak Naya ?" Tanya pak Muh.
"Bukan pak, ini studio foto aku. Aku kerja disini. Usaha aku sendiri pak Muh."
"Wah mbak Naya hebat. Panta jika mas Angga menyukai mbak Naya."
"Angga itu pacar Kayla pak Muh, bukan aku. Dia hanya balas dendam padaku karena aku membohonginya."
"Semoga mbak Naya tidak menerima efek berat seperti mbak Maheka ya mbak."
"Aamiin pak Muh. Aku berbohong bukan tanpa alasan kok."
"Tapi kami lebih setuju mas Angga sama mbak Naya."
"Jarak kami terlalu jauh pak Muh, Angga lebih pantas untuk Kayla. Sama-sama pintar dan cerdas pak Muh. Sama-sama cantik dan ganteng juga . Kalau sama Naya jauh."
"Mbak Naya cantik itu tidak dilihat dari fisik. Tapi dari hati."
"Makasih pak Muh."
"Saya pergi dulu ya mbak Naya."
Aku memasuki studio begitu pak Muh pergi dengan mobilnya meninggalkan halaman studioku. Gara-gara Angga semua pekerjaanku terbengkalai. Aku kembali membuka studioku dan membersihkannya, tak lupa aku membuka ponselku untuk melihat chat yang sedari kemarin belum kubuka karena ponselku baru dikembalikan Angga pagi tadi lewat mbok Nah.
Lancang sekali Angga membuka semua pesan di aplikasi hijau milikku, dia bahkan membalas DM di sosial mediaku. Aku sama sekali tidak suka dengan tindakan dia yang seenaknya padaku, dia membalas pesan orang-orang seenak hatinya sendiri. Mengganti jadwal foto seenak dia tanpa bertanya padaku, bahkan ada juga beberapa yang dibatalkan olehnya.
"Jangan menerima customer pria selain aku. Dan jangan pergi jika tidak denganku!" Begitu bunyi pesan dari Angga yang baru saja kuterima.
Aku memilih untuk tidak membalas pesan Angga. Kublok nomer ponsel Angga dan menghapus pesan darinya.