Harusnya aku bahagia karena sebentar lagi Angga bisa melihat, dia sudah tidak buta lagi. Tapi entah kenapa rasanya kok hati aku bener-bener sedih, rasanya masih ingin Angga seperti ini saja, karena setelah ini tugasku juga akan berakhir. Aku bisa lagi kembali ke aktifitasku untuk kuliah, memotret dan menulis n****+ lagi.
"Besok bawa Angga kesini ya, dia harus melewati cek up dulu untuk memastikan bahwa pendonor mata yang ada ini cocok untuk mata Angga." Kata Kayla sambil membawakan aku segelas es teh.
"Iya." Jawabku lesu.
"Kenapa lu ?" Tanya Kayla lagi sambil mendekat.
"Berarti tugasku selesai setelah ini."
"Wah galau ya kamu ?"
"Bukan galau tapi ... "
"Tapi apa ? Jangan bilang ya kamu jatuh cinta sama Angga ?"
"Dih ... Siapa yang bilang ?"
"Ya buktinya kamu galau, apalagi kalau bukan karena kamu mulai suka sama Angga ? Atau .... "
"Apa lagi ?"
"Atau kamu takut kehilangan segala fasilitas yang Angga berikan kalau Angga bisa melihat ?"
"Aku gak pernah minta Kay sama Angga, jadi kalaupun harus mengembalikan lagi ke Angga bukan masalah besar buatku. Toh gaji yang diberikan Angga selama ini tuh bener-bener udah lumayan besar buat aku Kay."
"Iya-iya aku tau, udah sih gitu aja marah." Kata Kayla sambil merangkulku.
Aku membereskan pakaian Angga untuk dibawa besok saat dia akan melalukan medical cek up untuk penerima donor mata. Sekilas aku melihat ke arah Angga yang masih duduk di atas ranjang sambil menungguku. Mata yang teduh itu sebentar lagi akan bisa melihat indahnya dunia. Aku melangkahkan kakiku mendekat ke arah Angga. Aku ingin memegang wajah yang biasa aku usap itu. Wajah yang sering aku lihat di setiap aku membuka dan menutup mata. Wajah tegas yang terkadang menjadi menyeramkan ketika sedang marah, tapi dia bisa berubah menjadi seorang pelindung dan penuh perhatian.
"Auw ..... " Aku terjatuh menimpah tubuh Angga. Kakiku tak sengaja menabrak kaki meja di dekat tempat tidur Angga.
Sesaat waktu terasa berhenti ketika tanpa sengaja aku mencium bibir Angga. Mataku membulat dan tubuhku menjadi kaku. Rasanya berat sekali untuk pergi dan bangkit dari atas tubuh Angga. Aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk bisa bangkit, tapi rasanya sia-sia saja karena tiba-tiba saja Angga melumat bibirku. Jangan tanya betapa kagetnya aku, tapi aku merasa senyaman ini ketika Angga mencium sambil memeluk tubuhku.
"Ehem ... " Suara deheman dari pak Muh membuatku memiliki tenaga yang super kuat untuk bangkit dari atas tubuh Angga dan segera mengakhiri perbuatan yang bodoh itu.
"Aku ke kamar dulu Ngga, kamu harus beristirahat untuk persiapan besok." Kataku sambil berlalu meninggalkan Angga.
***
Ini adalah ciuman pertamaku. Aku tidak pernah merasakan sebahagia ini ketika bersentuhan dengan pria. Angga pria pertama menyentuhku dengan sentuhan cinta, membuatku merasa sesak nafas dan dunia serasa berhenti bergerak. Aku pikir ini hanya sebuah rasa kagum dan rasa terbiasa, tapi semakin aku dekat denganmu aku semakin menyadari bahwa aku ternyata sangat mencintaimu.
"Nay ...." Panggil Kayla.
"Hai Kay gimana ?" Tanyaku sambil menutup aplikasi platform novelku.
"Angga udah selesai cek up."
"Trus ?"
"Kita akan segera proses donor mata untuk Angga."
"Alhamdulillah .... Lakukan yang terbaik untuk Angga Kay." Kataku.
Kayla tersenyum sambil meninggalkanku menuju ke ruangan operasi. Jangan tanya bagaimana perasaanku. Rasanya seperti patah hati yang begitu berat. Disaat aku mulai menyadari bahwa aku menyukainya disaat itu pula aku harus menjauh darinya.
"Kay ..." Panggil Angga sesaat sebelum dia melakukan pengecekan calon penerima donor mata.
"Iya Angga ?"
"Tetap terus berada disisiku walau aku sudah bisa melihat ya ?" Tanya Angga.
"Angga kan kamu sudah sehat, kamu bisa melihat lagi, untuk apa aku masih mendampingimu ?"
"Berarti kamu tidak mau ?"
"Bukan begitu, aku cuma ... "
"Kamu hebat dalam segala hal, kamu bisa membuatku nyaman saat bersamamu. Walaupun sudah tidak merawatku, setidaknya kita masih bisa berteman baik."
"Oh, baik Angga. Aku mau tetap menjadi temanmu."
Aku menunggu Angga sendirian di depan ruang operasi. Pak Muh dan Mbok Nah sedang sibuk di rumah karena sebentar lagi orang tua dan adik kandung Angga akan kembali. Semua pakaian dan barang-barangku sudah kubereskan dan sudah kubawa pulang ke rumah.
"Kamu pulang Nay ?" Tanya ibuku.
"Iya bu, tugasku menggantikan Kayla sudah selesai. Besok dia akan melakukan operasi pendonoran mata, jadi Naya sudah bisa kembali pulang." Kataku.
"Syukurlah, ibu merindukanmu." Kata ibuku sambil memelukku.
Aku hampir saja meneteskan air mata saat ibuku memelukku dan mengucap dia merindukanku, padahal selama ini ibuku tidak pernah memelukku. Kubalas pelukan ibuku dengan erat. Kini aku merasakan hangatnya pelukan seorang ibu.
"Minggu depan kita rayakan kepulangan kamu ya ? Sekalian merayakan pertunangan Kayla dengan Abdi."
"Hah ?"
"Syukurlah kamu pulang diwaktu yang tepat, jadi bisa bantu ibu mempersiapkan acara untuk pertunangan Kayla dan Abdi."
Kupikir ibu benar-benar merindukan aku, tapi ternyata aku salah, kehadiranku diharapkan hanya untuk membantu proses persiapan pertunangan Abdi. Seandainya ibu tau jika aku memiliki kecurigaan pada Abdi, seandainya ibu tau jika Abdi bepergian berdua dengan perempuan lain selain Kayla, apakah ibu akan sebangga ini dengan pertunangan Kayla dan Abdi ?
*****
Angga masih terbaring dengan infus terpasang di tangan kanannya. Dua jam penuh dia berkutat di meja operasi. Pengaruh obat bius membuat dia belum sadar. Kedua matanya masih tertutup perban dan masih menunggu kurang lebih 5-7 hari untuk dibuka.
"Angga .... Ini aku ." Aku meraih telapak tangan Angga.
"Maaf jika selama melayanimu aku pernah memiliki salah denganmu. Maaf juga jika aku terpaksa berbohong kepadamu." Lanjutku.
"Ngga, setelah kamu bisa melihat dunia lagi, maka buka aku Kayla yang selama ini merawat dan menjagamu. Aku berharap ini tidak akan pernah berakhir, tapi aku tidak bisa egois, kamu masih memiliki masa depan yang panjang dan cerah. Kamu harus bisa melihat lagi. Maafkan aku yang tidak pernah bisa jujur kepadamu tentang siapa aku. Aku belum siap jika aku bukan seperti yang kamu bayangkan. Terimakasih untuk tiga puluh lima hari kebersamaan kita. Biarkan aku ada di dalam bayang-bayang hitammu. Dan tolong ijinkan aku untuk bisa terus melihatmu walau dari jauh." Aku mencium punggung tangan Angga.
Ternyata begini rasanya sakit hati lagi. Belum sempat memiliki tapi sudah berpisah itu patah hatinya berasa sepuluh kali lipat daripada sudah terlanjur memiliki lalu ditinggal saat lagi sayang-sayangnya.
"Mbak Kay ...." Pak Muh dan mbok Nah memasuki kamar.
Aku bergegas menghapus air mataku karena tidak ingin pak Muh dan mbok Nah melihatku menangis.