MELUKIS

1107 Kata
Berdiri di balkon rumah sambil menikmati hawa dingin yang menusuk tulang. Tawangmangu memang selalu indah dan tidak pernah membosankan di waktu apapun. Banya wisata yang ditawarkan disini sehingga banyak pula pengunjung yang datang. Tawangmangu tidak pernah sepi dari turis baik lokal maupun luar. Hawa yang selalu dingin mampu menyejukkan otak dan fikiran yang panas karena bekerja. Aku melihat orang berlalu lalang di jalanan, ada yang baru datang ada juga yang arah pulang. Ada yang menggunakan motor, mobil pribadi ada juga yang menggunakan bus besar pariwisata. Air terjun grojogan sewu menjadi tujuan utama mereka untuk berwisata dan bermain air. "Sedang mikirin apa ?" Tanya Angga sambil mengalungkan tangannya di leherku. "Kamu sudah bangun tidur ?" Tanyaku karena setelah perdebatan panjang kita tadi Angga memilih untuk tidur. "Sudah. Kamu lapar ?" Tanya Angga. "Tadi aku keluar sebentar beli molen sama gorengan, aku siapin ya ?" "Kamu keluar ?" Tanya Angga dengan wajah yang tidak suka. "Hanya beli gorengan dan molen, habis itu aku kembali lagi Angga." "Jangan pernah keluar sendirian tanpa seijin dariku." Katanya sambil membalikkan tubuhku menghadapnya dengan kasar. "Iya oke. Aku minta maaf." Angga melepas tangannya dari kedua lenganku dan bersandar pada pagar balkon sambil menghisap rokok elektronik miliknya. "Aku bikinin kamu kopi dan siapin gorengan buat ngemil ya ?" Tanyaku mencairkan suasana. Angga hanya menjawabnya dengan anggukan. Selanjutnya aku kedapur untuk menyiapkan kopi s**u dan menaruh gorengan yang sudah kubeli ke piring dan membawanya ke balkon. Aku tidak melihat keberadaan Angga di balkon. Aku melihat ke sekeliling tidak ada Angga. "Angga ..... " Panggilku. Aku berjalan menuju kamar tapi Angga tidak ada, di kamar mandi juga dia tidak ada. Aku mencari ponselku untuk menelfonnya. "Aku disini." Kata Angga sambil membawa kanvas , tiang dan perlengkapan lukis lainnya. "Astaga, kamu bawa ini semua ?" Tanyaku sambil membantunya membawa kanvas. "Aku sengaja bawa ini agar kamu juga bisa belajar melukis. Aku yang akan ajarin kamu nanti." Kata Angga sambil menyiapkan peralatannya. "Terimakasih Angga." Kataku, "Melukis itu membutuhkan mood yang bagus, juga obyek yang jelas. Jadi dalam penggarapannya juga jelas. Aku membawamu kesini agar fikiranmu kosong dari segala aktifitasmu di Solo, jadi kamu bisa fokus belajar sambil liburan." "Memang kita mau disini sampai kapan Angga ?" "Sampai ....... " Angga mendekat dan menarik tubuhku hingga tidak ada jarak diantara kami. "Sampai waktu yang tidak ditentukan." Lanjut Angga berbisik di telingaku. "Ayolah Angga jangan begitu, aku ada kuliah ada studio, ada .... " Angga mengecup bibirku. Dia membasahi bibirku hingga aku merasa terbuai dan ikut membalas ciumannya. Tangan yang tadi berada didadanya untuk mendorongnya pelan kini mulai kukalungkan di lehernya untuk bermain dengan bibirnya. "Sudah siap untuk melukis ?" Tanya Angga begitu melepaskan ciuman kami. Aku menggigit bibir bawahku karena Angga secara tiba-tiba melepas ciuman kami dan dia melihatku yang masih memejamkan mata. Aku menundukkan wajahku karena merasa sangat malu pada Angga. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajahku sekarang. "Hai kenapa menunduk begitu ?" Tanya Angga menyentuh daguku menaikkan wajahku. "Aku .... " "Kamu kenapa ? Apa kamu marah aku menciummu lagi ?" "Bukan aku gak marah, aku cuma ...... " Aku menghentikan ucapanku sejenak berfikir bahwa tidak seharusnya aku mengatakan itu pada Angga. "Ayo ajari aku melukis." Aku mengalihkan pembicaraan agar pembahasan tentang ciuman itu tidak berlanjut. Kami pun mulai menggores tinta di kanvas. Angga menunjukkan aku sepasang muda mudi yang sedang makan berdua duduk lesehan di pinggir jalan. Dia memintaku untuk melukisnya, pada awalnya aku menolak karena kurasa aku tidak akan mampu untuk melukisnya. Tapi dengan sabar Angga mengajariku bagaimana cara membuat orang dengan menarik sebuah titik agar terbentuk obyek yang dituju, pemilihan warna dan garis yang tepat sehingga menjadi seperti nyata atau biasa dibilang tiga dimensi. "Kamu suka melukis ?" Tanyaku. "Aku suka melukis sejak masih sekolah dasar." "Iyakah ?" "Iya. Kecintaanku pada dunia seni itu tinggi sebenarnya, aku pernah ingin masuk kuliah ke institut seni, sayangnya orang tua tidak mendukung, aku diminta untuk masuk kuliah di ekonomi untuk melanjutkan bisnis mereka." "Tapi kamu ga lupa ya sama lukis ? Padahal gak pernah melukis lagi." "Enggaklah, aku sering melukis kalau aku sendiri. Kalau aku merasa penat dengan pekerjaan dan emang lagi bad mood melukis adalah satu-satunya jalan tempatku meluapkan segala kegundahan." Aku mengangguk mendengarkan cerita Angga sambil terus mengoles cat air pada kanvas. "Biasanya aku kesini juga untuk melukis, makanya ada banyak peralatan lukis disini." Lanjut Angga. Aku masih fokus pada lukisanku. Sayangnya pasangan muda mudi yang kulukis sudah pergi, jadi aku sedikit ngeblank karena kehilangan obye, kata Angga yang penting sudah terbentuk dasarnya,masalah pewarnaan bisa mengikuti jika memang bukan untuk urusan komersil. "Jangan terlalu serius." Kata Angga sambil mencoret pipiku dengan cat air. "Eh ... " Aku kaget dan berusaha menghapus cat air yang terkena di pipiku, tapi ternyata justru malah tambah banyak. "Awas ya kamu Angga!" Aku mengambil cat air dan berlari mengejar Angga. Kami berdua pun akhirnya bekejar-kejaran seperti anak kecil. Beginikah rasanya jatuh cinta ? Ternyata sangat menyenangkan ya, beban seberat apapun jadi terasa ringan karena cinta, hidup jadi terasa lebih berwarna karena adanya cinta, hari yang biasanya sepi menjadi ramai dan ceria. Aku merasa bahagia dicintai dengan sangat oleh Angga, meski harus setiap hari harus menghadapi kepossesifan Angga. Angga meraihku kedalam pelukannya begitu aku bisa meraihnya dan mencoret wajahnya dengan cat air. Kami berdua bermain dalam canda dan tawa, keluar dari villa bermain air di halaman villa Angga, rasa dingin air yang menusuk tulang pun tidak menjadi halangan untuk kami. Tubuh kami berdua basah kuyup akibat air dari kran dan gerimis yang tiba-tiba jatuh seolah ikut bahagia dengan kebahagiaan kami. Haaaattchihhhh ..... Aku tiba-tiba bersin saat masih bermain air dengan Angga. "Nay ... Kamu sakit ?" Tanya Angga mendekat dan meletakkan selang air begitu saja. "Enggak Angga, mungkin cuma kemasukan debu aja tadi." Angga memegang keningku, wajahnya terlihat sangat khawatir padaku. "Ayo masuk, mandi dan gantilah bajumu. Aku tidak mau kamu sakit." Kata Angga tiba-tiba mengambil selangku dan meletakkannya dibawah lalu tiba-tiba dia menggendongku ala bridal shower memasuki rumah. "Eh aku bisa jalan sendiri Angga, turunkan aku." Kataku sedikit memberontak. Angga diam saja dan langsung membawaku ke kamar mandi. Dia menyalakan water hiter untukku. Aku melihat kekhawatiran di wajah Angga. Dia mengambilkan aku kimono dan meninggalkanku begitu saja di kamar mandi. Selesai mandi Angga sudah dikamar, dia membawakan aku obat dan air panas. "Minumlah obatnya, setelah itu tidurlah!" "Aku tidak apa-apa Angga, aku cuma ... " Angga menarikku dan menjatuhkanku ke ranjang. "Jika sesuatu terjadi padamu, maka aku bisa melukai diriku sendiri." Kata Angga lembut. Netra kami bertemu. Kami saling melihat satu sama lain tanpa berkedip. Angga terus mengusap wajahku. Dia terus mendekatkan wajahnya padaku. Mungkinkah Angga akan menciumku lagi ? Dia melepas handuk dikepaku secara perlahan, setelah itu meraup bibirku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN