Aku membereskan abu rokok dan memungut puntung rokok bekas Maheka disini. Akhirnya mereka pulang juga. Setelah berhasil mengusir Maheka aku masih harus menjawab pertanyaan menyelidik dari Kayla.
"Aku kok kaya pernah lihat dia ya Nay ?" Tanya Kayla.
"Masak sih ? Pasien kamu kah ?" Tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Itu makanya aku lupa."
Tadi Kayla juga banyak bercerita tentang Angga. Tentang hubungan mereka yang semakin dingin dan Angga terlihat menjauh, berbeda seperti saat awal mereka dekat dan menjalin hubungan.
"Sayang ...." Angga memelukku dari belakang.
"Angga, kamu ngapain disini ?" Tanyaku bingung dengan kehadiran Angga di jam siang seperti ini.
"Aku lapar. Bukankah sudah waktunya makan siang ?" Tanyanya sambil menyodorkan plastik berisi satu box ayam utuh yang berbaur penuh keju itu.
"Aku selesaikan dulu menyapu, kamu duduk dulu nanti aku persiapkan makan siang ya."
Angga menggangguk sambil meletakkan bungkusan plastik di meja lalu dia duduk di sofa. Aku meneruskan menyapu lantai dan membersihkan sampah-sampah yang ada dan setelahnya menyiapkan makan dan minum untuk Angga.
"Siapa yang barusan datang ? Kenapa aku lihat ada abu dan puntung rokok disini ?"
Aku tidak mungkin juga menceritakan kalau Maheka datang kemari, aku takut jika Angga akan marah pada Maheka jika dia mendatangiku. Aku lebih memilih tidak menjawab dan mengambilkan nasi untuk Angga.
"Apakah kamu bermain dibelakangku ?" Tanya Angga sambil mencengkeram lenganku.
"Auw sakit Angga, kamu menyakitiku." Kataku sambil meringis.
"Katakan siapa yang baru datang ? Ataukah Sabrang menemuimu ?" Tanya Angga lagi sambil mempererat cengkeramannya padaku.
"Bukan, Sabrang tidak kesini."
"Lalu ?"
"Ma --- Maheka." Jawabku singkat. Namun itu membuat Angga melepas cengkeramannya padaku.
"Maheka ? Untuk apa dia kesini ?"
Aku menceritakan semuanya pada Angga tentang kedatangan Maheka ke studio. Angga tampak memperhatikan ceritaku tanpa berkomentar sedikitpun. Setelah selesai dia langsung makan tanpa menanggapi ceritaku tentang Maheka.
*****
Mataku rasanya lelah sekali, semalam aku lembur cetak foto sampai dini hari, selanjutnya menemani Angga meneliti laporan bulanan penjualan dan pengeluaran showroon dari sekertaris barunya. Tapi karena ada jam kuliah aku tetap harus masuk dan mengikuti jam kuliah agar tak semakin ketinggalan pelajaran, biar bagaimanapun juga aku menargetkan tahun depan aku harus segera skripsi agar aku bisa fokus bekerja di studio dan melanjutkan tulisan novelku yang sudah terbengkalai beberapa minggu lamanya.
"Minum dulu Nay ... " Kata Sabrang sambil menyodorkan segelas es teh kepadaku.
"Makasih Sab, tau aja aku lagi haus." Ucapku sambil menerima es teh dan menyeruputnya segera.
"Semalam begadang ? Banyak kerjaan kah ? Butuh bantuan ?"
"Begadang sih iya, banyak kerjaan lumayan, tapi untuk bantuan sementara belum dulu."
"Yakin ? Aku ready dua puluh empat jam loh buat bantu kamu."
"Siap, nanti aku calling deh kalau butuh bantuan."
"Minggu nanti mau ada acara anak mapala ke Lawu, ikut bisa ?"
"Wah seru tuh, tapi aku belum tau bisa ikut apa tidak, nanti deh aku kabarin H - 1 ya kalau ikut, udah lama juga gak olahraga."
"Hmmm jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan Nay."
Kata-kata Sabrang yang tiba-tiba melembut membuatku menoleh ke arahnya dan wajah kami saling berpandangan, netra kami bertemu. Mata teduh itu melihatku seolah memiliki suatu harapan lebih untukku.
"Ehem ... " Aku mengalihkan pandangan agar suasana diantara kita tidak menjadi canggung.
"Nay ?" Panggil Sabrang.
"Iya ?"
"Kenapa kamu harus bohong soal kita ke kakakmu ?" Tanya Sabrang.
"Oh itu .... Aku .... "
"Jika boleh nih, misal tidak bohong apakah bisa Nay ?"
"Maksudnya ?"
"Daripada harus berbohong, aku mau kita memang memiliki hubungan itu Nay."
"Sabrang aku ...."
"Aku yakin kamu pasti tau kalau aku sudah lama memiliki rasa itu buat kamu Nay. Dari perhatian yang aku berikan ke kamu juga aku rasa harusnya kamu tau, aku hanya butuh waktu untuk mengungkapkannya padamu. Aku pikir aku tidak akan berani, tapi mendengarmu mengatakan bahwa aku kekasihmu di depan kakakmu membuatku berani untuk mengutarakan perasaanku ke kamu."
Sabrang nembak aku, hari ini terjadi juga, hari dimana Sabrang mengungkapkan perasaannya padaku. Aku tau Sabrang sangat tulus padaku, tapi entah kenapa hatiku belum bisa terbuka pada Angga, seharusnya aku bersama dengan Sabrang sekarang, seharusnya aku dengan dia agar Kayla bisa bahagia dengan Angga.
Kring ...... Kring ....
Ponselku berdering membuyarkan lamunanku. Belum sempat aku menjawab perasaan Sabrang, ponselku berbunyi dan itu adalah panggilan dari Angga.
"Halo...." Angkatku.
"Menghadap ke utara, mobil xpander hitam!" Perintah Angga dengan suara mengerikan.
"Ha ....... " Baru saja aku mau bicara tapi telepon sudah di matikan.
"Kay ? Ada apa ?" Tanya Sabrang yang melihat wajahku yang mungkin terlihat bingung.
"Oh aku ...." Mataku memutar mencari keberadaan mobil milik Angga.
Dari kejauhan aku melihat Angga membuka kaca mobilnya. Dia melepas kaca mata hitam yang melindungi matanya dan melihat ke arahku.
"Nay ?" Sabrang mengagetkanku dengan meraih tanganku.
"Eh ..." Aku kaget dan reflek langsung melepas tangan Sabrang.
"Nay kamu kenapa ? Ada apa ? Bagaimana dengan perasaanku tadi ?"
"Sabrang maaf, aku belum bisa menjawabmu. Aku harus pergi dulu."
"Kamu mau kemana ? Boleh aku antar ?"
"Ada urusan sebentar, ga usah diantar Sab. Eh aku duluan ya ?" Aku meninggalkan Sabrang menuju ke mobil Angga.
Belum sempurna aku menutup pintu mobil Angga sudah menancap gas dengan kencangnya. Diapun mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi.
"Angga pelan-pelan aku takut."
Angga tidak memperdulikan ucapanku. Dia justru semakin cepat mengendarai mobilnya. Tak jarang mobil yang kami kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Bunyi klakson bersaut-sautan memperingatkan mobil kami karena ulah Angga. Angga tidak bicara sepatah katapun padaku. Dia terus diam sambil mengemudi. Alunan musik di mobilpun sangat kencang membuat telinga sakit.
Aku melihat ke arah sekeliling. Aku tak asing dengan jalan yang mengarah ke Tawangmangu ini. Aku bisa menebak kalau pasti Angga akan membawaku ke villa pribadinya di Sekipan. Villa yang dulu aku pernah kesana bersama pak Muh saat Angga masih buta.
Perjalanan yang biasanya ditempuh dalam waktu dua jam itu kini hanya kami lalui selama satu jam lebih tiga puluh menit karena kecepatan Angga di luar kendali. Sampai di villa Angga langsung turun dari mobil dan menyeretku masuk ke dalam villa yang penampakannya masih sama seperti saat aku disini beberapa bulan yang lalu.
"Berani-beraninya kamu menghianati aku Kanaya !" Angga mencengkeram pipiku.
"Aku tidak menghianatimu Angga. Kamu salah paham."
"Aku melihat semua dengan mata kepalaku sendiri bahwa kamu berduaan dengan laki-laki. Kamu meminum teh pemberian dia dan dia duduk didekatmu dan menyentuh tanganmu !"
"Sabrang itu temanku, dia membelikanku es teh karena tau aku sedang lelah. Kami duduk hanya berbicara sebentar dan soal menyentuh dia hanya menyadarku dari lamunan karena aku menerima telpon darimu."
"Jadi dia yang bernama Sabrang ? Jadi dia yang Kayla ceritakan pacarmu itu ?"
"Aku hanya bersandiwara di depan Kayla. Bukankah sudah kubilang padamu Angga ?"
"Aku tidak suka kamu berdekatan dengan laki-laki lain apalagi menerima pemberian apapun dari laki-laki selain aku !"
"Dia hanya memberiku minum Angga... "
"Apapun itu aku tidak suka !"
"Baik oke. Aku tidak akan menerima apapun dari Sabrang Angga."