Hari ini semua keluarga sibuk mempersiapkan acara pertunangan Kayla dan Abdi. Aku pun juga ikut membantu mempersiapkan makanan dan hidangan yang nanti akan digunakan untuk acara. Ponsel Kayla terus berbunyi dari tadi pagi, tapi Kayla tidak mengangkatnya karena dia sendiri sedang fokus dengan penataan dekorasi untuk pertunangannya.
"HP kamu Kay bunyi terus itu, angkat dulu siapa tau penting." Perintah bunda.
"Enggak bun, itu dari pasien Naya yang kemarin sempet dirawat Naya itu lho bun." Jawab Kayla tanpa mengalihkan pandangannya dari tukang dekor.
Aku yang mendengarkan itu spontan langsung melirik ke arah Kayla tanpa berani protes. Jika aku boleh bersuara aku juga ingin Kayla mengangkat telpon dari Angga. Selama Angga sakit aku tidak pernah meninggalkan Angga. Kemanapun aku pergi aku selalu izin dan pamit pada Angga, saat ini dia pasti sangat membutuhkan Kayla.
"Yaudah sih suruh aja itu Naya angkat telponnya Kay. Siapa tau mungkin memang ada hal penting. Nanti biar Naya yang cari alasan." Kata mama.
"Angkat aja Nay!" Perintah Kayla.
Aku merasa bimbang dengan apa yang harus aku lakukan. Mengangkat telepon Angga atau tidak. Aku tidak bisa jika harus berbohong, alasan apa yang akan aku katakan nanti pada Angga.
"Halo ..." Angkatku begitu telpon kembali berdering.
Awalnya aku tidak ingin mengangkatnya, tapi bunda dan Kayla melihat ke arahku seperti memerintahku untuk menjawab panggilan dari Angga.
"Halo Kay ...." Terdengar suara parau dari ujung telepon.
"Iya Angga. Ada apa ?" Tanyaku.
"Kay .... " Panggil Angga lagi.
"Iya Angga, apa ada yang bisa aku bantu ?"
"Kamu kenapa pagi ini tidak mengunjungiku ? Aku menunggumu dari tadi pagi. Bunga lili di kamarku juga belum kamu ganti, bunganya sudah layu Kay."
"Aku ..... Aku hari ini sedang libur Angga. Maaf aku belum bisa mengganti bunganya. Kebetulan aku sedang ada acara di rumah."
"Oh begitu. Lalu kapan kamu bisa ke rumah sakit lagi ?"
"Mungkin besok."
"Yasudah .. Kabari aku selalu ya Kay. Kamu ingat kan aku pernah bilang apa ke kamu, meskipun aku sudah bisa melihat aku ingin kita tetap selalu bersama."
Seketika bibirku bergetar menahan gejolak di dalam d**a. Bagaimana bisa aku bersamamu, sementara aku bukan Kayla yang selama ini merawatmu.
"Angga kamu sudah bisa melihat kembali. Kamu sudah tidak membutuhkan aku lagi. Aku juga banyak pekerjaan. Jadi mungkin aku sudah tidak bisa lagi sesering dulu bersama kamu."
"Tapi ..."
"Angga sudah ya, kamu jaga kesehatan kamu. Aku sedang ada kerjaan lagi. Baik-baik ya kamu disana. Semoga cepat pulih."
Kututup telponnya. Aku tidak ingin mendengar suara Angga lagi. Rasanya terlalu berat jika harus mengingat kembali segala tentang Angga.
"Nay, kamu sudah bilang belom kalau aku gak akan bisa kaya kamu ke Angga ? Apalagi aku udah tunangan lho sama Abdi, gak mungkin juga kan kalau aku harus siaga terus ke Angga kaya kamu dulu ke dia ?" Tanya Kayla dengan nada yang sedikit meninggi.
"Iya Kay, aku udah bilang kok."
Kita kembali ke pekerjaan kita masing-masing. Waktu terasa cepat berjalan. Acara pertunangan Kayla dan Abdi segera di mulai. Pihak keluarga Abdi datang tepat pukul 8 malam. Abdi tersenyum penuh kemenangan melihatku. Aku melihat dia dengan tatapan kebencian. Netraku menyapu satu persatu keluarga Abdi, benar saja aku tidak melihat adanya Siska disana.
"Abdi ..... " Panggilku ke Abdi.
"Iya Naya ?"
"Siska sepupu kamu itu dimana ya ?" Tanyaku sengaja sambil melihat mata Abdi.
"Ada kok, itu dia Siska." Kata Abdi sambil menunjuk seorang gadis belia yang duduk di kursi paling belakang.
"Tapi itu ... "
"Naya !" Bentak Kayla.
"Kamu apaan sih ?" Tanya Kayla mendekat padaku.
"Aku cuma ..."
" Kalau kamu sampai hancurin pertunangan aku, aku gak akan nganggap kamu saudara aku lagi ! Udah cukup ya kamu selama ini nuduh Abdi aneh-aneh." Bisik Kayla penuh penekanan padaku.
"Maaf Kay." Kataku pelan.
Kayla kembali ke tempat duduknya, di susul olehku dengan bermacam-macam tatapan tajam dari kedua orang tuaku seolah aku ini adalah seorang penjahat. Aku menarik nafas panjang mencoba menenangkan diriku. Saat prosesi pemasangan cincin sekali lagi Abdi menatapku dengan penuh kemenangan. Aku akan buktiin ke kamu Kay kalau Abdi tidak sesetia yang kamu fikirkan. Tunggu saja Kay.
"Kamu lihat kan betapa Kayla lebih mempercayaiku dibanding kamu saudara kandungnya ?" Tanya Abdi mendekat saat prosesi makan sedang berlangsung.
"Aku akan buktikan ke Kayla suatu saat nanti kalau kamu sudah berselingkuh di belakang Kayla." Kataku yakin.
"Lebih baik kamu urus saja urusan kamu sendiri Nay, perbaiki dirimu sendiri biar kamu dianggap anak oleh orang tua kamu. Berhenti ikut campur urusan orang lain!" Kata Abdi dengan senyum menyeringai.
"Sayang .... " Kayla mendekat ke kami berdua.
"Iya sayang . Mau makan ?" Tanya Abdi dengan manisnya pada Kayla.
"Enggak sayang, aku udah makan tadi. Kamu ngapain disini sama Naya ?" Tanya Kayla.
"Oh enggak ini cuma mau ngobrol aja sama Naya, tanya gimana kuliah dan kerjaan freelance dia." Kata Abdi berbohong.
"Tuh Nay, Abdi tu perduli sama kamu. Tapi kamu tuh berprasangka buruk terus ke dia." Kata Kayla.
"Sayang ..... Naya itu begitu karena dia sayang sama kamu. Kalian berdua kan bersaudara, jadi wajar kalau Naya protektif sama kamu." Kata Abdi lagi.
"Iya sih, tapi Naya itu bener-bener berlebihan banget. Kan gak enak juga aku tuh kalau kamu dituduh macem-macem."
"Iya udah sabar. Naya, makasih ya kamu sesayang itu sama Kayla. Tapi percayalah aku itu gak mungkin macam-macam dibelakang Kayla. Aku tau kamu seperti ini karena Kayla adalah saudara perempuan kamu satu-satunya, kamu tidak perlu kuatir, aku tidak akan mengambil Kayla dari kamu meskipun kita sudah menikah nanti."
Aku membungkam mulutku rapat-rapat mendengar mulut manis Abdi di depan Kayla, aku tidak ingin menambah masalah dengan Kayla jika aku tetap berdebat dengan mereka. Aku mengikuti semua acara sampai selesai. Setelah semua bersih aku memutuskan untuk kembali ke kamar. Mengistirahatkan hati dan fikiranku.
*****
Aku sengaja berangkat lebih pagi ke kempus, padahal aku tau jam kuliah masih nanti siang jam 10. Kuhabiskan waktuku untuk memotret. Aku teringat Angga ketika tak sengaja melihat bunga mawar yang tumbuh mekar di taman kota. Kudekati bunga itu dan kucium wanginya.
"Auw ... " Jari manisku tertancam duri ketika aku ingin memetik mawar itu. Segera kuhisap darahku agar segera berhenti keluar. Entah kenapa aku ingin pergi ke rumah sakit. Sebelumnya aku sengaja mampir ke toko bunga membeli bunga lily terlebih dahulu.