47

1036 Kata
Sementara itu dimalam yang sama, tapi tempat berbeda. Mama Aksar keluar dari panti asuhan setelah meyakinkan semua anak-anak untuk tidur dan beristirahat masing-masing. Ia juga sudah meminta Jean untuk menjaga adik-adiknya agar tak keluar dari panti. Mama keluar dengan menggunakan masker lengkap agar racun tak menyerang pernapasannya nanti. Ia pergi dengan berjalan kaki dan membawa sebuah payung, ia ingin mengunjungi resto milik Utha Loris, tempat di mana Ron bekerja. Saat itu mungkin sudah tutup karena Ron juga sudah kembali kerumah. Nmaun, ia hanya ingin berkunjung menemui teman semasa kecilnya itu dulu. Mama dan Utha memang sudah berteman cukup lama. Tak berapa lama akhirnya Mama sampai di restoran yang memang sudah tutup, tapi lampu resto itu masih menyala yang menandakan bahwa pemiliknya masih berada di sana dan belum pergi. Kemudian mama mengetuk pintu resto itu berulang kali, hingga seseorang membuka pintu orang itu tak lain adalah Utha sendiri, karena seluruh pegawainya sudah pulang. “Kami sudah tutup,” ujar Utha sambil membuka pintu. “Aku tak ingin makan,” kata Mama sambil menyungging senyum tipis. “Aksar, apa yang kau lakukan malam-malam begini?” tanya Utha begitu melihat mama berada di luar pintu restorannya. “Apa kau tak membiarkan aku masuk dulu, udara semakin dingin,” ucap Mama kemudian. Utha mengangguk dan membiarkan mama masuk kedalam restorannya, menyuruhnya duduk lalu memberikannya air putih untuk sekedar melepaskan dahaga selama perjalanan kerestoran itu. Kemdian Utha duduk di depan mama sambil menunggu Mama yang pasti ingin bercerita. “Ada apa?” tanya Utha kemudian. “Sudah tujuh hari sejak Andreas pergi dan menguji ujian, aku khawatir,” ujar Mama Aksar. “Bukan hanya dirimu, tapi juga Ron dan anak-anak panti lainnya. Ron selalu memikirkan Andreas jika ia mengingatnya,” kata Utha. “Maka dari itu aku tak ingin memperlihatkannya.” Mama Aksar yang masih bingung dnegan keadaan Andreas hanya bisa bercerita dengan Utha, karena hanya Utha satu-satunya orang yang ia percaya hingga saat ini. “Kenapa kau tak melihat keadaan Andreas saja, satu-satunya orang punya hak istimewa itu kan hanya dirimu diluar anggota pemerintahan.” Utha memberikan saran pada Mama. Mama terdiam, bukan ia mulai memikirkan uacapan Utha, tapi ia telah berusaha tak ingin tahu apa yang terjadi, ia takut jika dalam ujian itu Andreas malah tak lolos dan mati. Ia tak ingin melihat Andreas mati mengenaskan, ia tak ingin sakit lagi saatr tahu salah satu anaknya harus pergi. Namun, kadang rasa penasarannya itu memuncak ia ingin sekali mengertahui keadaan Andreas, apa yang terjadi dengan Andreas dan apapun itu. Meskipun rasa takutnya tetap besar. “Aku tahu, tapi aku takut, takut jika terjadi hal-hal yang tak aku inginkan,” “Tentang kematian Andreas?” tanya Utha, Mama mengangguk. “Apalagi aku, dua anka kandungku mati dalam ujian itu sekaligus, aku menjaganya dengan sekuat tenaga selama 18 tahun, tapi dalam beberapa hari mereka pergi.” Mama menghembuskan napasnya, ia tahu ia salah mengeluh pada Utha, tapi jika bukan Utha siapa lagi. Dua anak kenmbar Utha, yakni Deri dan Alma mati dalam ujian mematikan itu beberapa tahun lalu, dan ia juga kehilangan istrinya kini ia tak memiliki siapapun lian. Sedangkan ia, ia takut saat anak-anak asuhnya pergi meninggalkannya bukan anak kandung. Kemudian keduanya bercerita banyak hal tentang ujian mematikan yang sudah masuk babak kedua itu, sampai saat ini mereka belum tahu apa yang terjadri dengan Andreas dan sudah berapa peserta yang matri, tapi yang pasti mereka ingin yang terbaik untuk Andreas. Andreas memang anak yang pendiam dan tak melakukan banyak hal, tapi keberuntungan selalu berpihak padanya. Setelah berbincang banyak kemudian mama berpamitan untuk pulang, Utha memberikan banyak saran padanya untuk tak terlalu memikirkan tentang apa yang terjadi pada Andreas, karena hal itu malah akan menganggu pikirannya. Jika sampai anak-anak tahu pasti mereka juga akan ikut khawatir dengan sang mama. Sesaat setelah sang mama pulang, Utha menutup pintu restorannya serapat mungkin. Malam itu setelah berbincang ia tiba-tiba tak ingin pulang kerumah, kembali kerumah hanya akan membuat dirinya teringat masa lalu tentang kematian anak-anak dan istrinya. Bagaiaman mungkin ia bisa tahan tinggal dalam satu tempat di mana banyak kenangan yang tersimpan rapat di sana. Ia pernah berniat ingin menjual rumah itu, agar ia tak memikirkan mereka lagi, tapi jika ia rindu kemana ia harus pulang. Hanya restoran itu yang bisa membuat dirinya sedikit melupakan apa yang pernah terjadi. Seakan ia tak tak pernah mengalami masa paling sulit, kehilang anak-anak dan istrinya. Deri dan Alma adalah dua anak kembarnya yang sangat ia sayangi, ia menunggu memiliki anak lebih dari lima tahun semenjak pernikahan mereka. Ia dan istrinya merawat dengan penuh kasih sayang, bahkan ia tak rela nyamuk menggigit kulitr anaknya. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa saat melihat kedua anaknya itu kembali dengan keadaan yang mengenaskan. Ketika kembali dari ujian itu mereka sudah tak bernyawa dan dalam keadaan yang tak benar-benar baik, tubuh keduanya penuh luka akibat benda-benda tajam yang meninggalkan bekas di sana. Utha tak kuat melihatnya, bahkan sang istri berulang kali terjatuh dan pingsan. Istrinya menangis terus menerus hingga membuat sang istri tak kuat dan mengakhiri hidupnya. Setelah kematian anak dan istrinya, ia tak memiliki siapapun, bahkan ia tak berniat untuk memiliki sitri kembali, karena ketakutan itu masih memberkas jelas dalam dirinya. Ia takut jika nanti terjadi hal serupa dengan keluarganya, ia sebagai seorang ayah tak bisa melakukan apapun, selain hanya pasrah. Sementara itu mama sudah sampai di panti asuhan, ia menutup pintu dengan pelan agar anak-anak lainnya tak mengerti bahwa sang mama baru dari luar dlaam keadaan seperti itu, padahal ia melarang anak-anaknya untuk keluar malam tapi mama sendiri yang malah keluar, alasan apapun tidak akan berpengaruh. Setelah menutup pintu dan meletakkan mantel di gantungan dengak pintu, mama hendak masuk kedalam kamarnya, tapi Jean berada di sana mengetahui sang mama yang dari luar. “Mama habis dari mana?” begitu tanya Jean pada sang mama. “Hanya bertemu dengan Paman Utha, untuk menanyakan sesuatu,” jawab mama Aksar, tapi sesuatu itu tak ia katakan pada Jean. “Kau belum tidur?” “Jean baru selesai dari kamar mandi, ini mau kembali tidur,” setelah mengatakan hal itu Jean berjalan menuju kamarnya membiarkan sang mama untuk mengurus dirinya sendiri. Setelah sampai di kamarnya Jean berusaha menutup matanya, tapi sulit ia masih memikiran sang mama yang baru daru luar, yang katranya bertemu dengan Utha.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN