Ujian mematikan itu diadakan lagi, bahkan kali ini lebih menakutkan. Anak-anak yang ia asuh mulai tumbuh dewasa dan hampir lulus sekolah. Mereka di paksa mengikuti ujian, jika menolak konsekuensi besar akan mereka tanggung.
Satu persatu Mama harus melepaskannya, hingga Andreas akhirnya yang menjadi korban, setelah itu akan ada Jean dan Ron.
Padahal ia bisa saja ikut menyaksikan ujian itu di balik televisi yang di siarkan khusus untuk pemerintah dan orang-orang tertentu, tapi ia tak tega melihat para peserta saling bunuh-membunh, bahkan melihat kedua mayat anak asuhnya yang kembali dalam keadaan hampir membusuk saja sudah membuatnya sedih.
Sambil berdoa pada Tuhan, ia berharap yang terbaik untuk Andreas. Ia yakin julukan anak paling beruntung itu bukan hanya sekedar julukan saja, karena selama ini terbukti sekaan Andreas dianugerahi Tuhan sesuatu yang spesial.
***
Keesokan paginya Ron pergi berangkat bekerja untuk mernjadi pelayan diresto kecil tak jauh dari gedung senat, ia tak sekolah karena tengah libur.
Sudah hampir setahun ia bekerja disana, pemiliknya teman Mama, jadi bisa memberikannya gaji cukup selama satru bulan.
Pemilik restroran itu begitu baik padanya, sikapnya ramah dan selalu penuh canda, bukan hanya padanya tapi juga pekerja yang lainnya. Meskipun maish 16 tahun, tapi Ron di beri pekerjaan sebagai perlayan.
“Apa kau dekat dengan Andreas, Ron?” tanya pemilik restoran saat Ron membersihkan meja-meja dan kursi sebelum restoran itu buka.
“Paman bertanya seolah aku orang asing, pasti aku dekat dengannya,” jawab Ron tanpa mengalihkan pandangan, ia tetap membersihkan benda-benda itu.
“Berarti kau merasa kehilangan?”
“Pasti aku merasa kehilangan, ia satu-satunya kakak lelaki di panti. Aku bahkan sampai saat ini khawatir akan nasibnya entah masih hidup atau tidak,” ujar Ron.
“Apa Mama tak mengatakan bagaimana Andreas sekarang? Mama ada akses melihat ujian itu,”
Mendengar pertanyaan dari pemilik restoran Ron menggeleng perlahan. Mama memang memilik hak khusus seperti pemerintah yang bisa melihat ujian, tapi sampai saat hari keempat Mama tak pernah menyinggung apapun.
Mama membuat seorang semuanya baik-baik saja dan tak terjadi apapun di sana. Entah sejauh mana Mama berpikir, tapi kemungkinan Mama tak ingin membuat anak-anak lainnya ikut khawatir, apalagi adik-adiknya masih teramat kecil.
Setelah melihat raut wajah Ron yang berubah murung, pemilik restoran meninggalkannya. Sesaat pemilik restoran yang tak lain bernama Utha Loris itu juga mengingat anak kembar pasangannya Deri dan Alma Loris.
Dua tahun lalu mereka mengikuti ujian bersama-sama, setelah menunggu hampir dua bulan mereka kembali dalam keadaan tak brernyawa. Ia kehilangan dua ankanya sekaligus dalam keadaan mengenaskan.
Sejak saat itu istrinya steres dan mulai sakit-sakitan, satu tahun lalu istrinya pun meninggal. Kini ia hidup seorang diri tanpa anak juga istri, satu-satunya yang ia miliki hanya restoran kecil ini.
Ia memperkerjakan anak-anak sekolah paruh waktu untuk menggantikan Deri dan Alma yang meninggal, mungkin tak akan sama tapi dari anak-anak pelayan itu ia bisa sedikit tertawa dan merasa bahagia.
Terlebih Ron. Ron mengingatkan pada Deri ketrika mereka pada usia yang sama, Deri begitru rajin membantu Utha yang saat itu masih membuka toko kue kecil. Deri cekatan dan selalu bisa diandalkan, sementara Alma yang penuh senyum mirip sekali dengan sang ibu, istri Utha.
Namun, semuanya tak bisa kembali. Ia tak bisa lagi bersama anak-anak atau istrinya, ia ingin seklai menyalahkan pemerintah atas apa yang terjadi padahal sebagai seorang yang tak begitu kaya ia dan istrinya tak akan bisa memiliki anak lagi, karena sudah mendapat proses kimiawi, tapi itu juga belum cukup.
Utha berharap suatu saat ujian mengerikan itu cepat berakhir dan tak akan memakan korban lagi untuk yang kesekian kalinya, karena itu hanya akan terus menyakiti hati banyak orang diluar sana.
Terlahir menjadi penduduk Linkton bukanlah sesuatu yang mereka inginkan, karena bagaimana pun Linkton satu-satunya negara yang berdiri. Ke-40 provinsi yang ada di Linton semuanya juga mengalami nasib yang sama tak baiknya.
***
Sementara itu waktu terus saja berjalan, ujian hari keempat. Saat matahari sudah mulai naik keatas, peserta mulai beradu cepat dengan malaikat maut lagi. Mempertahankan diri mereka yang sebenarnya tahu cepatr atau lambat mereka pasti akan mati.
Andreas saat itu juga sudah selesai dengan istirahatnya, ia membereskan diri dan keluar dari gua untuk mulai mealkukan perjalanan saat peta di tanda pengenalnya sudah aktif kembali yang nenandakan ujain hari keempat sudah berlangsung.
Rute yang diberikan peta adalah kearah selatan, memang tidak linear dengan arah barat yang diberikan kemarin, tapi Andreas tak peduli itu, lagi pula baik barat ataupun selatan bahkan arah lainnya ia tak akan bisa menebak apa yang terjadi di depan sana.
Sesaat sebelum pergi ia berniat melihat mayat peserta tadi malam, tapi mayat milik Jagur itu sudah tak ada, bukan dimakn hewan liar tapi panitia dan tenaga medis lainnya sudah mengambil mereka.
Pengambilan dilakukan secara sembunyi dan tertutup bahkan tak ada satu peserta pun yang tahu hal itu. Selain itu pengambilan dilakukan untuk pengecekan ulang dan pengembalian mayat-mayat itu kerumah mereka masing-masing.
Andreas tak bisa membayangkan bagaimana sedih dan sakitnya keluarga mereka saat tahu anak dan kerabatnya pulang sudah menjadi mayat kaku, mungkin begitu juga yang nanti akan dirasakan keluarganya di panti asuhan.
Ia yakin mereka akan bersedih jika tahu bahwa Andreas sudah mati, ia juga tak memikirkan akan lulus dalam ujian itu, karena ia tak akan tahu apa yang terjadi di depan sana. Masih kah ia bertahan sampai nanti siang saja tak tentu.
Andreas terus saja berjalan, mungkin karena masih pagi ia belum mnemukan siapapun saat itu, ia juga tak berharap bertemu dengan peserta lain dalam waktu yang cepat. Karena ia belum siap melakukan pertarungan lagi dengan mereka.
Luka akibat goresan cakar harimau dan lelah karena bertarung dengan Jimmy saja serasa belum hilang, ngilunya terasa sampai anggota tubuh lainnya. Ia tak bisa membayangkan jika harus bertemu yang lain dan melakukan pertarungan, ia tak ingin kalah hanya karena kelelahan.
Jika pun ia kalah dalam keadaan kelelahan, ia berharap tak mati lebih dulu.
Kadang pikiran naif Andreas bergejolak tak menentu, ia pernah berpikir untuk menyerah saja dan mati, tapi dilain sisi ia tak ingin merasakan sakitnya mati. Ia ingin tetap hidup dan tetap ada untuk keluarganya.
Saat ini keluarganya menunggu kabar darinya, menunggu saudara mereka pulang kerumah dalam keadaan baik-baik saja. Namun, apa hal itu benar bisa terjadi, jika benar mungkin julukan anak paling beruntung itu memang begitu adanya.
Bahkan sampai saat hari keempat saja ia masih tak percaya tetap hidup dan terus melanjutkan perjalanan menuju area lain, masih tersisa 26 hari lagi dan 43 peserta sampai ujian selesai. Waktu yang tergolong cukup lama bagi seseorang yang diambang batas antara akan hidup dan pasti mati.
Andreas berusaha membuang pikiran itu jauh-jauh, pikiran yang terus dan selalu saja menghantuinya, padahal tak seharusnya ia memikirkan hal itu disaat seperti ini. Andreas kemudian mengalihkan pikirannya dan terus memperhatikan rute peta yang ditunjukkan di hologram pergelangan tangannya.
Hologram ditangan kanan peserta, bukan hanya berisi tanda pengenal seperti nama, umur, asal kota, sekolah dan identitas lain, tapi juga bisa untuk membuka peta rute arena, cahaya penerangan dan mengakses hal-hal lain termasuk memprogram obat dan makanan dalam bentuk kapsul.
Pemograman makanan dan obatan dimaksudkan agar peserta tak kesulitan untuk membawa banyak perlengkapan lagi, tapi sayangnya senjata mereka tak bisa dimanipulasi dalam bentuk data terpogram. Hal-hal terkait seperti senjata memang dibuat agar peserta tak rumit mengambilnya, karena proses outpute dari data menjadi bentuk fisik cukup memakan waktu beberapa detik hingga menit tergantung bagaimana wujud benda tersebut.
Memang tak dijelaskan secara spesifik saat karantina dan pengenalan terkait ujian, tapi tentunya selama bertahun-tahun para peserta sudah belajar hal itu baik di sekolah ataupun dari buku yang bisa mereka baca dibanyak tempat.
Andreas sudah mengetahui hal itu bahkan jauh sebelum ia sadar bahwa ia akan mengikuti ujian mematikan itu, ia sudah membaca tentang hologram identitas itu, maka dari itu ia bisa paham langsung cara penggunaanya.