~Enam Bulan Kemudian~
Pagi hari yang cerah di Kota Jakarta, nampak orang-orang mulai sibuk dengan aktivitas mereka di pagi hari. Ada yang sibuk bersiap untuk pergi kerja, ada yang sibuk membersihkan rumah, ada yang sibuk menyiapkan perlengkapan sekolah anak mereka, dan lain sebagainya.
Seperti masyarakat lainnya, para penghuni sebuah kos-kosan sederhana di area perkampungan daerah Bekasi juga nampak sibuk memulai aktivitas mereka hari ini. Tidak terkecuali penghuni di kamar nomor dua yaitu Jelita Ekawati.
Wanita itu terlihat keluar dari dalam kamar kosannya dengan penampilan yang cukup rapi sambil memegangi perutnya yang lumayan buncit.
“Wah Bumil cantik udah siap mau berangkat kerja ya,” sapa salah satu penghuni kos bernama Bu Sisi. Ia adalah Ibu Rumah Tangga dengan suami yang bekerja sebagai tukang bangunan.
Jelita tersenyum ramah pada tetangga kos yang menyapanya itu. “Pagi Bu Sisi. Iya nih mau berangkat kerja,” jawab Jelita.
Beberapa detik setelah menjawab sapaan Bu Sisi, pintu kamar kos disamping kamar Jelita terbuka dan keluar seorang wanita dari sana. “Selamat Pagi Bu Sisi,” sapa wanita itu dengan nada ceria.
“Nak Santi juga udah siap tuh berangkat kerja,” ujar Bu Sisi.
“Iya dong Bu, namanya juga hidup butuh uang,” jawab wanita bernama Santi itu. Ia kemudian beralih menatap ke arah Jelita yang berdiri di sampingnya. “Udah siap?” lanjutnya bertanya.
Jelita tersenyum sambil memberikan anggukan pada Santi.
Setelah melihat anggukan wanita di hadapannya itu, Santi kemudian menundukkan badannya hingga wajahnya sejajar dengan perut buncit Jelita. “Hai anak kuat. Hari ini temenin Mama kamu lagi ya buat kerja cari uang, supaya tabungannya untuk ngelahirin kamu bisa cepet terkumpul,” ujar Santi berbicara pada bayi yang ada di dalam perut Jelita.
Jelita dan Bu Sisi yang ikut mendengar tertawa kecil dengan perkataan Santi.
Enam bulan yang lalu setelah keluar dari kediaman Mawardi, Jelita langsung mencari kos-kosan untuk ia tinggali sementara sambil mencari pekerjaan baru, Ia bersyukur karena masih memiliki tabungan yang cukup dan bisa ia gunakan untuk bertahan hidup sebelum mendapatkan pekerjaan.
Jelita juga sangat bersyukur ketika akhirnya menemukan kos-kosan di area Bekasi yang ia tinggali saat ini. Di sinilah ia bertemu dengan para penghuni kos yang begitu baik menerima dirinya tanpa memiliki pikiran negatif padanya. Bahkan saat mengetahui bahwa dirinya hamil, tidak ada satupun penghuni kos yang mencela atau menghinanya, mereka malah memintanya untuk bercerita apa penyebab ia bisa tiba-tiba hamil.
Setelah mendengar tentang kisah hidup Jelita yang adalah anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan, lalu kemudian dipekerjakan di kediaman Bagas Mawardi hingga berakhir keluar dari rumah tersebut setelah dilecehkan, membuat semua penghuni kos bersimpati pada dirinya. Wanita bernama Santi yang tinggal di samping kamar kosnya langsung menawarkan sebuah pekerjaan untuk Jelita agar bisa menabung untuk biaya persalinannya nanti.
Jelita semakin merasakan keberuntungan dalam hidupnya saat mendapati bahwa bos ditempatnya bekerja juga sangat baik dan mau menerima dirinya yang sedang dalam kondisi hamil.
Tempat kerjanya adalah sebuah tempat makan sederhana yang berada di dekat pasar, disana ia hanya diberi pekerjaan sebagai tukang cuci piring oleh bosnya agar tidak perlu bergerak terlalu banyak dalam kondisinya yang sedang hamil.
Saat mengetahui bahwa dirinya tengah hamil, Jelita tentu saja awalnya sangat hancur dan frustasi, ia merasa hidupnya benar-benar sudah tidak ada harapan dan masa depan lagi. Namun, Santi yang baru saja mengenal dirinya, malah dengan begitu baik memberikannya kekuatan dan meyakinkannya bahwa ini bukan akhir dari segalanya.
Jelita perlahan akhirnya bisa bangkit dari keterpurukannya dan menerima janin yang ada dikandungannya saat ini. Ia bertekad akan bekerja keras untuk membesarkan anaknya dan menjadi Ibu yang baik bagi anaknya itu.
*****
“Akhirnya gajian juga,” ujar Santi dengan nada senang sambil memeluk amplop berisi gajinya.
Saat ini Jelita dan Santi sedang berjalan santai di pinggir jalan setelah pulang dari tempat kerja mereka. Tentu saja wajah keduanya nampak sumringah dan bahagia, karena hari ini adalah ahri mereka menerima gaji di bulan itu.
“Udah, udah. Mending amplopnya dimasukin di dalam tas gih. Nanti kalau sampai jatuh gimana,” nasehat Jelita yang tertawa geli melihat Santi yang terus saja memeluk erat amplop berisi uang gajinya itu.
Mendengar perkataan Jelita membuat Santi segera memasukkan amplop gajinya ke dalam tas yang ia kenakan.
“Mumpung gajian nih, gimana kalau kita makan enak?” ajak Santi yang nampak bersemangat.
Jelita tentu saja langsung tersenyum tipis namun ambil memberikan gelengan. “Kan kamu tahu San kalau aku masih ahrus nabung untuk biaya persalinan. Aku nggak bisa seenaknya ngeluarin uang gajiku hanya untuk foya-foya,” ujarnya.
Santi mendengus kesal mendengar perkataan Jelita. “Siapa juga yang nyuruh kamu bayar pakai uang gaji kamu Jelita. Aku ngajakin ya berarti aku yang bayar dong,” jelas Santi. “Minggu lalu kamu bilang ngidam sambal di lesehan Mang Ujang kan. Kita makan di sana yuk,” ajak Santi yang langsung menggandeng tangan Jelita untuk berjalan ke arah tempat makan lesehan yang menjadi favorit orang-orang di Bekasi saat ini.
Karena jarak tempat makan tersebut tidak terlalu jauh dari warung makan tempat Santi dan Jelita bekerja, mereka hanya memerlukan waktu sepuluh menit dengan berjalan kaki untuk tiba di sana.
Warung lesehan Mang Ujang saat ini memang jadi tempat makan yang cukup terkenal di Bekasi dan menjadi incaran banyak orang. Itulah kenapa saat ini pun ketika Jelita dan santi tiba di sana, kondisi warung lesehan tersebut nampak sangat ramai pengunjung dengan berbagai kendaraan motor dan mobil yang terparkir di sana, padahal saat ini jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
“Kayanya hari ini rame banget deh San,” ujar Jelita menatap ragu ke arah warung lesehan tersebut.
“Pasti masih ada tempat kosong kok,” jawab Santi yang langsung menarik tangan Jelita untuk masuk ke dalam arung tersebut.
Sampai di dalam sana, Jelita dan Santi langsung menelusuri pandangannya untuk mencari meja kosong yang bisa mereka tempati. Beberapa detik kemudian tubuh Jelita langsung menegang kaku dengan wajah syok saat matanya menangkap sosok seseorang yang dalam beberapa bulan ini ia harap tidak dirinya temui lagi sampai kapanpun.