Menjaga Amanah

1010 Kata
POV Author Devan bergegas turun dari mobil ketika ia sampai di halaman sebuah rumah. Ia mengetuk pintu dan tak lama pintu dibuka oleh seseorang dari dalam. Ia masuk ke dalam rumah dengan perasaan was was. " Dari tadi nona Yuna tak mau keluar Pak " ucap seorang wanita yang dilihat dari penampilannya, ia adalah pelayan di rumah itu. Devan menarik nafas dalam. Ia tak bisa menghentikan kemanjaan adik temannya itu. Inilah dilema yang harus ia tanggung. Ia bertanggung jawab atas hidup Yuna setelah kematian sahabatnya, gadis itu yang telah menyelamatkanya dari reruntuhan gudang. Tapi ada satu hal yang tak bisa ia berikan pada gadis itu, cintanya. Waktu kejadian naas itu ia dan Julian sedang memeriksa kelayakan sebuah gudang yang ditinggalkan perusahaan yang baru mereka akuisisi. Julian adalah co-partnernya. Mereka tak menduga kalau atap dari gudang begitu rapuh. Julian tewas dalam insiden itu, sementara Devan selamat, orang orang bercerita, ada seseorang yang menyelamatkannya. Mereka menemukan Yuna tergeletak tak jauh dari Devan. Tampak tangan Yuna menghalangi kayu besar yang akan menimpa Devan. Tapi kaki gadis itu malah tertimpa balok. Yuna menyatakan perasaannya sebelum insiden kecelakaan. Tepat bebera hari lagi pernikahannya dan Luna akan dilaksanakan. Devan menolaknya secara baik baik dan mengatakan kalau ia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. Sebagai tanggung jawabnya Devan berjanji akan membiayai pengobatan Yuna. Devan mengetuk pintu. Ia mendengar suara terisak dari dalam. " Yuna, buka pintunya " pinta Devan lembut tapi tak ada reaksi dari dalam. Sekali lagi Devan mengetuk pintu. Perlahan pintu terbuka. " Kak ! kamu sudah tidak peduli lagi padaku " ungkap gadis berwajah oriental itu. Devan merundukkan badan agar sejajar dengan kepala gadis yang sedang duduk di kursi roda. Tangannya membelai lembut kepala Yuna. Gadis itu mengungkai senyum. " Aku cinta kak Devan meski kakak nggak pernah cinta aku " ucapnya sendu. Devan menghela nafas. Bagaimana ia harus menjelaskan pada gadis yang jadi lumpuh demi menyelamatkannya. Di hatinya sudah ada sebuah nama yang selama ini ia rindukan. Setelah sekian lama mereka berpisah, takdir menyatukan mereka dalam tali pernikahan. Tapi Devan tak ingin menceritakan hal itu pada Yuna, sampai gadis itu pulih dari sakitnya. " Kamu istirahat ya, dengar kata ibu " Devan menerima mangkok sup yang diserahkan soerang ibu. Ia mulai menyuapi Yuna. Gadis itu begitu patuh pada perintah Devan. Ia tak protes ketika Devan mengajaknya ke tempat tidur. Devan menyelimutinya. Tiba tiba hatinya terasa berdenyut, hampir satu bulan lebih mereka menikah. Hanya satu malam ia melihat istrinya tidur, malam itu mereka sepakat tidur bersama. Tentu setelah ia memberi ancaman, gadis itu harus diancam dulu baru melakukan apa yang ia minta. Yuna menahan tangan Devan yang ingin beranjak. Devan tersenyum. Yuna menunjukan matanya yang berkaca kaca. Begitu sulitnya ia meminta sedikit celah hati CEO tampan itu. Ia sangat berharap Devan mencium keningnya ketika akan pergi, tapi laki-laki itu selalu menjaga batasannya. ****** Devan kembali ke apartemen, ia membaringkan tubuhnya hati hati. Ketika ia menutup mata, ia kembali terbayang raut wajah Luna yang menunjukan rasa kuatir saat melihat punggungmya. Ia mengulum senyum saat mengingat wajah pias sang istri ketika ia memaksa gadis itu berbaring di ranjang. Devan mengusap wajahnya lalu menghela nafas dalam. Bagaimana ia harus meyakinkan si pemberontak itu kalau ia tak pernah main main ketika melakukan ijab kabul. Devan melihat layar hp, hampir jam dua belas malam, seperti kesepakatan mereka tadi. Luna harus memberi laporan padanya pada saat tengah malam. Ia akhirnya yang melakukan panggilan, satu kali langsung diangkat. " Belum tidur ? " " Belum, lagi packing buat pulang besok " " Kamu lupa sesuatu ? " " Lupa ? " " Hmmm....nanti aku mau telpon Om Firman, maksudku papa bilang kalau kamu disini berdua saja sama bos kamu " Devan mendengar helaan nafas sang istri yang sudah mulai mengerti arah pembicaraan. " Iya..iya..mau laporan apa malam ini " " Apa aja, yang penting aku denger kamu ngomong " Devan mengalihkan panggilan suara ke panggilan vidio call. Devan mengulum senyum melihat penampilan istrinya, sedang acak acakan. Rambutnya baru di acak acak sendiri. " Ada masalah ? " tanya Devan sambil meletakkan hp di depannya. Ia melihat istri menggaruk garuk kepala yang tidak batal. " Tadi nenek nelpon. Ia tanya kapan kita bisa bersama lagi, aku jawab semua itu tergantung kamu. karna kamu kan suami yang buat keputusan " Devan terdiam, sebenarnya ia ingin segera kembali ke tanah air untuk bicara serius dengan Luna bahwa pernikahan ini memang keinginannya bukan demi menyenangkan nenek seperti ucapannya, ia akan meyakinkan wanita itu bahwa perasaannya sungguh sungguh. " Aku belum bisa, mungkin satu bulan lagi aku balik ke Indonesia " Ia melihat wajah sumringah istrinya, hatinya tersenyum kecut. Kenapa justru perempuan itu bahagia saat ia beritahu akan butuh satu bulan lagi mereka terpisah. " Okeeeeh " ucapnya sambil menyatukan jari telunjuk dan ibu jari membentuk huruf O. " O..ya Dev, aku janji bakal jaga rahasia tentang perempuan yang aku lihat di rumah sakit. Apa dia pacar kamu ? tadi kamu pergi menemuinya kan ? dengar kita tidak boleh saling mengusik. Kamu ga boleh ganggu karir aku dan aku ga bakal ganggu hubungan kamu sama kekasihmu " tambah Luna, ia menatap intens suaminya, Devan tergagap. Ia tak siap jika Luna akan mempertanyakan siapa perempuan yang ia dorong di rumah sakit. " Lun..dia hanya teman " " Iya.. ga masalah, mau dia teman atau kekasih. Yang penting aku akan buat nenek mengerti mau cucunya " " Lun...." Devan merasakan bibirnya berat untuk bercerita, ia ingin sekali mengatakan kata cinta itu, ingin menguraikan rasa yang telah begitu lama ia pendam. Bagaimana caranya wanita itu percaya kalau dialah wanita yang ada di hatinya selama ini. " Sampai jumpa bulan depan daaaaaah....." Luna mematikan panggilan. Devan mengusap wajahnya kasar. Ia merasa terjebak dalam sebuah ruang tak berpintu. Saat ini ia belum bisa meninggalkan Yuna. Ini amanah yang harus ia jaga dari mendiang sahabatnya. Gadis itu juga yang telah menyelamatkannya. Gadis itu minta ia sedikit membuka hati. Kondisi Yuna yang masih sakit membuat ia tak bisa menegaskan pada gadis itu kalau ia sudah punya istri. Devan melihat pesan masuk, dari Yuna. [ Istirahat ya Kak, jangan tidur terlalu larut ]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN