Episode 8 : Alergi Wanita

1735 Kata
Embun baru saja menuangkan satu sak semen ke dalam mesin molen yang masih berputar, ketika sebuah sedan hitam menepi tak jauh dari keberadaannya. Seketika itu, Embun menatap penasaran mobil berikut pengemudinya. “Kayaknya ini sih, yang namanya Pak Edward?” batin Embun dan seketika langsung teringat wanti-wanti Danang, mengenai Edward yang alergi wanita, sedangkan Embun harus sangat berjaga dikarenakan penciuman Edward terhadap sinyal makhluk bernama wanita, sangatlah tajam! Segera Embun membenarkan posisi topinya agar sebagian wajahnya tertutupi, selain rambutnya yang sudah ia cepol dan tertutup topi. Edward baru saja keluar dari mobilnya yang terparkir di depan sebuah hamparan proyek bangunan dan dikelilingi benteng tertutup seng. Proyek bangunan tersebut sendiri akan menjadi gudang terbesar dari perusahaan Zack, dan nantinya akan menampung aneka properti yang bahkan akan mulai Zack produksi sendiri, secara khusus. Edward menatap saksama hamparan tanah di sana yang terbilang sangat luas. Sekitar empat hektar luasnya, selain dari keadaan di sana yang memang belum dihiasi banyak bangunan. Bahkan di komplek bangunan calon gudang mereka, hanya ada dua bangunan selain bangunan mereka, di mana masing-masing masih dalam tahap penggarapan. “Wah … ternyata yang namanya Pak Edward ganteng banget! Kayak artis! Sayang, pak Edward alergi wanita! Tapi kalau Pak Edward alergi wanita, berarti Pak Edward nikahnya sama laki-laki, dong?” batin Embun yang diam-diam masih mengamati Edward. Sebelah tangan Edward masih menggenggam kunci mobil, ketika seorang wanita bertubuh jenjang justru menerobosnya dari belakang, hingga kunci mobil tersebut refleks terjatuh dan tidak Edward sadari. “Waduh … tuh wanita kayaknya sengaja nabrak Pak Edward, deh?” batin Embun masih mengamati, sesaat sebelum akhirnya mengambil adukan campuran pasir berikut semen di molen, dan dibawanya pergi ke dalam. Edward yang awalnya memunggungi keberadaan bangunan berikut keberadaan Embun, dan lebih fokus memandangi hamparan rumput liar di atas tanah berwarna merah yang menghiasi di sana, seketika menjengit. Edward sampai merinding, selain ia yang menjadi sibuk cegukan sekaligus bersin, layaknya biasa di setiap ia berurusan dengan makhluk bernama wanita. “Di sini ada wanita?!” batin Edward mendelik tak percaya. Wanita berkulit sawo matang itu tersenyum sambil melirik Edward penuh misteri. Wanita itu melangkah santai tak ubahnya seorang model yang tengah melenggang di atas panggung kebanggaan, sambil terus menoleh melirik Edward. Kesan yang Edward tangkap dari si wanita; wanita tersebut sengaja menabraknya, sekaligus memberinya peringatan. Otak cerdas Edward langsung berpikir demikian. Sembari membenarkan bingkai kacamata beningnya, Edward menatap lebih saksama sosok wanita berambut panjang berwarna pirang dan tergerai, di mana keberadaan topi agak kumal berwarna hitam yang dikenakan si wanita, seolah sengaja digunakan untuk menutupi wajah. Sedangkan tangan nan ramping sebelah kiri yang sampai digunakan untuk membenarkan posisi topi dan sebenarnya dalam keadaan baik-baik saja, dirasa Edward juga tetap mengandung maksud terselubung. “Apa yang ingin wanita itu sampaikan?” pikir Edward. Yang paling mencolok, di pergelangan nadi tangan kiri wanita tersebut dihiasi bekas sayatan. Sebuah kenyataan yang semakin mengobrak-abrik rasa penasaran Edward. Edward yakin, wanita itu mengenalnya. Wanita itu sengaja memberinya peringatan sekaligus maksud terselubung. Dan jika dilihat dari gayanya, Edward justru berpikir, wanita itu Karlina, sekali pun wajah keduanya jelas berbeda. “Enggak … enggak. Karlina sudah mati, bahkan polisi saja sudah membenarkan. Mana mungkin dia Karlina!” bantah Edward dalam hatinya. Namun, Edward yang masih kerap bersin dan cegukan, di mana Edward memang sengaja pura-pura abai kepada si wanita, juga tidak bisa mengabaikan keyakinannya begitu saja. Wanita bertubuh jenjang yang pasti akan selalu berpenampilan berani; berani terbuka di bagian d**a, perut, bahkan paha. Siapa lagi kalau bukan Karlina, apalagi senyum wanita itu juga terbilang sangat ‘nakal’ dan terkesan sengaja menggooda? “Benarkah dia Karlina? Dia sengaja mengubah penampilannya untuk balas dendam, apa bagaimana?” Edward kian bertanya-tanya. “Aku harus menyelidiki kasus ini segera. Apalagi kalau memang itu Karlina, maksudnya dia kembali dengan rupa yang berbeda, apa? Dia mau main-main denganku, hanya karena dia tahu aku alergi wanita? Awas saja!” Setelah sibuk menggerutu, Edward segera mengeluarkan ponsel miliknya dari saku sisi kanan celana bahan warna hitam yang dikenakan. Ia segera menghubungi orangnya untuk mengikuti sosok wanita yang ia yakini memiliki sifat identik dengan Karlina. Wanita tersebut melenggang bebas dan sampai melempar tinggi topi yang dikenakan, dengan gaya yang begitu santai. Dari belakang, tampak seorang pria yang mengemudikan motor trail dan langsung menghampiri. Di mana tanpa pikir panjang, si wanita juga langsung membonceng. “Sial! Dia pasti sengaja membuatku penasaran. Tenang, Edward! Tenangkan dirimu! Tetaplah berpura-pura abai,” rutuk Edward sambil terus memunggungi si wanita yang ia perhatikan melalui kaca spion sisi depan mobilnya. Dari kaca spion tersebut, Edward mengamati si wanita yang kerap menoleh sekaligus memandanginya, bahkan meski wanita tersebut sudah dibonceng, semakin jauh meninggalkan Edward. “Jika dia berpikir aku tidak bisa menghentikannya hanya karena aku anti wanita, dia salah besar. Karena meski aku alergi wanita, tapi aku bisa menangkapnya melalui anak buahku.” Edward menggerutu pelan. Setidaknya, ia harus bersyukur karena statusnya sebagai kepercayaan Zack, membuatnya memiliki anak buah yang bisa ia kerahkan bahkan sebelum Zack menghendaki. Tentunya, yang harus ia lakukan kini adalah menghubungi Zack, terlebih biar bagaimanapun, Karlina merupakan ancaman terbesar bagi Zack. “Dia bahkan berani berkeliaran di sini!” rutuk Edward yang sudah menempelkan ponsel di tangan kanannya ke telinga kanan. Edward masih mondar-mandir di depan sisi mobil sambil terus berbincang serius dengan Zack melalui sambungan telepon. Edward sama sekali tidak menyadari jika di seberang sana, di sebelah molen pencampur semen dan pasir, ada sepasang mata sayu yang tengah memperhatikannya sambil terus mengaduk campuran semen dan pasir yang telah diguyur air. Mata sayu yang merupakan mata Embun, menatap Edward berganti pada kunci mobil yang masih Edward biarkan terkapar di atas tanah merah, berumput tipis. Terlalu serius memikirkan Karlina yang begitu mengancam, Edward berlalu dari sana sambil terus berbincang melalui sambungan ponsel. Embun mengernyit heran. Apakah Edward tidak menyadari kunci mobilnya terjatuh, setelah agenda tabrakan antara Edward dengan wanita yang beberapa kali menyambangi proyek bangunan tempatnya mengais rezeki? “Orang kaya memang ceroboh!” gumam Embun lemah di antara terik mentari yang semakin lama semakin menyengat. Peluh keringatnya kian mengalir, berjatuhan dengan deras. Embun masih mengaduk semen berikut pasir yang belum tercampur rata, menggunakan cangkul. Akan tetapi, Edward justru semakin jauh dan meninggalkan kunci mobilnya terkapar begitu saja. “Kalau kunci itu sampai hilang diambil orang yang enggak bertanggung jawab, bisa-bisa pekerja proyek juga bisa terkena dampaknya!” pikir Embun sambil memperhatikan kunci mobil Edward. **** “Siap, Bos, saya akan urus semuanya.” Edward baru saja mengakhiri teleponnya ketika sebuah kata maaf terdengar dari sisi kanannya, mengiringi tangan terbilang kotor yang menjadi tempat persemayaman kunci mobil Edward. “Bagaimana mungkin kunci mobilku ada di tangannya sedangkan tadi …?” pekik Edward dalam hatinya. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi, kenapa kuncinya bisa ada di tangan orang lain. Edward yang refleks mendelik tak percaya, kerap menelan salivanya di tengah kesibukannya menatap sosok bertubuh cukup tinggi berbahu loyo, yang menyodorkan kunci mobil miliknya. Sosok tersebut dan tidaklah lain Embun, berdiri sambil menunduk di hadapan Edward. Yang membuat Edward bingung, kenapa ia sampai menjadi sibuk bersin, cegukan, bahkan bengek mendadak, hanya karena menghadapi sosok bermata sayu yang mengenakan perlengkapan proyek lengkap, dan seharusnya seorang laki-laki? “Apakah orang ini wanita? Namun, mana mungkin ada wanita bekerja di proyek bangunan yang bahkan akan membuat pria perkasa kewalahan? Namun … jika dia bukan wanita, kenapa aku sampai bersin-bersin, cegukan, bengek begini?” batin Edward. Edward telah menerima kunci mobilnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun bahkan sekadar terima kasih untuk basa basi. Matanya telanjur sibuk melepas kepergian sosok bermata sayu yang kali ini mulai mengangkat adukan semen menggunakan dua ember kecil, dan dibawanya memasuki proyek. Yang Edward ingat, tadi kunci mobilnya sempat terjatuh akibat tabrak lari. Tabrak lari oleh seorang wanita yang Edward yakini wujud baru dari Karlina. Namun, yang membuat Edward bingung, kenapa dirinya masih saja sibuk bersin bahkan cegukan, jika efek alergi itu hanya akan terjadi ketika ia berurusan dengan wanita? “Apa lagi, ini? Stop … stop! Aku normal … aku normal!” uring Edward dalam hatinya. **** Awalnya, Edward memang berusaha abai dan bersikap tegas sekaligus berwibawa layaknya biasa. Edward mengelilingi proyek sambil mengecek jalannya pengerjaan di sana seiring bersin dan cegukannya yang beranjak reda. Hanya saja, ketika Edward kembali berpapasan dengan salah satu pekerja proyek di sana yang tengah menenteng ember berisi adukan, Edward kembali bersin sekaligus cegukan parah. “Apa lagi, ini?” uring Edward dalam hatinya sambil mati-matian mengendalikan diri. Betapa terkejutnya Edward ketika memastikan wajah pekerja yang baru saja berlalu meninggalkannya. Masih sosok yang sama. Sosok bermata sayu berpunggung loyo. Dan ketika tatapan mereka bertemu di tengah langkah sosok tersebut yang berangsur memelan, bersin dan cegukan Edward justru menjadi semakin parah. Sampai-sampai, semua pekerja di sana langsung menjadikan keadaan Edward sebagai fokus perhatian. “Pak Edward … Pak Edward, … apakah Pak Edward baik-baik saja?” sergah Danang yang berlari ketar-ketir menghampiri Edward. Edward tak memedulikan semua perhatian yang seketika tertuju kepadanya, selain semua mata di sana yang sudah menatapnya penuh tanya, kecuali sosok berbahu loyo yang merenggut perhatiannya. Sosok bermata sayu itu terus berlalu, mengisi ember dengan adukan semen berikut pasir. “Masih orang yang sama?” batin Edward yang langsung mendekati orang tersebut, kemudian bertanya, “apakah kau seorang wanita?” Deg! Pertanyaan Edward sukses membuat Embun merinding. Setelah sempat mendadak berhenti berdetak, kini jantung Embun justru berdetak sangat cepat sekaligus keras. “Benar kata Uwa, penciuman pak Edward terhadap aroma wanita, memang sangat kuat, super tajam! Padahal harusnya, kalau sudah kumal kayak aku, pak Edward enggak sampai curiga!” batin Embun semakin berkeringat panas dingin. “Sekali lagi saya tanya, apakah kau ini wanita?” tegas Edward lagi, tapi kali ini terdengar emosi. Danang berikut semuanya yang mendapati kenyataan tersebut, langsung kebingungan sekaligus tegang. Celaka, mereka merasa apa yang menimpa Embun, juga akan berdampak fatal ke mereka. “Aku harus jujur, apa bagaimana?” batin Embun sambil menahan napas dan belum berani melirik apalagi menatap Edward. “Memangnya kenapa, kalau saya perempuan? Saya di sini kerja, enggak makan gaji buta. Yang lain kerja apa, saya juga ngikutin.” Embun menatap heran sekaligus penasaran sosok Edward. Suara itu terdengar jelas suara wanita. Agak ngedok khas Jawa. Benar-benar wanita dan langsung membuat Edward mundur teratur di tengah kesibukan pria itu menatap tak percaya Embun sambil menggeleng pelan. “Pantas, … pantas alergiku kambuh!” batin Edward yang akhirnya mendapat titik terang, lantaran jika alergi Edward sampai kambuh karena Edward berurusan dengan pria khusus, tentu Edward harus memeriksakan kesehatannya yang dengan kata lain sudah semakin fatal. Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN