Hari ini aku memutuskan akan masuk sekolah lagi. Sepertinya cukup sudah aku tenggelam dengan kesedihanku karena kepergian Papah dan galau dengan perasaanku ke Will.
Aku berjalan di sepanjang koridor sekolah dengan langkah yang mantap dan yakin.
"Come on, Dina! move on!" kataku, menyemangati diri sendiri.
Di kejauhan aku melihat Alex berjalan ke arahku sambil menyunggingkan senyumnya. Lama juga tidak melihat makhluk menyebalkan itu.
"Pagi Dina, eum ... aku turut berduka cita ya, Din. Maaf kemarin aku nggak tau, soalnya aku nggak masuk sekolah, baru tau semalem dari Will," ucapnya terlihat tenang tidak seperti biasanya, petakilan.
"Iya, Lex. Nggak apa-apa kok, makasih ya," kujawab dengan senyum dibibir.
Tumben kali ini kami tidak beradu mulut seperti biasanya.
"Eh, itu Will," katanya sambil menunjuk ke arah belakangku.
Otomatis aku menoleh, dan kulihat Will sedang berjalan ke arah kami.
Masih dengan wajah datarnya tanpa ekspresi.
"Hai brother! " sapa Alex dan langsung ditanggapi dengan genggaman tangan Will. Mereka melakukan tos ala mereka sendiri.
Aku mengangkat sebelah alisku.
Mereka ini sahabat yang berbeda karakter, tapi selalu kompak.
"Udah masuk, Din?" sapa Will dengan pertanyaan basa basi.
"Udah. Bosen di rumah. Eh, duluan, ya," kataku lalu segera berlalu meninggalkan mereka. Sementara
Will masih ngobrol dengan Alex.
Saat masuk kelas, keadaan terlihat sunyi. Aku hanya melihat 1 orang siswi yang sedang menghapus papan tulis tapi gerakannya aneh.
Aku segera duduk di bangku ku.
Masih kuamati dia di depan. Karena merasa asing dengan wajahnya. Rasanya baru kali ini aku melihatnya.
Siapa ya?
Apakah dia murid baru?
Aku mencoba mendekatinya perlahan. Setelah sudah berada di dekatnya, ku beranikan diri menyapanya.
"Hai, kamu siapa? Kok aku belum pernah lihat ya di kelas ini?"
Dia masih saja melakukan aktifitasnya tanpa peduli dengan pertanyaan ku.
"Dina?!" Aku mendengar panggilan Will yang ternyata sudah berdiri di pintu kelas.
Aku menoleh ke arahnya, tetapi dia malah menatapku bingung.
"Will, dia ini murid baru, ya?" tanyaku sambil perempuan yang ada di depan papan tulis. Saat aku menatapnya lagi, mataku melotot karena tidak menemukan siapa pun di depan.
Aku mengerutkan keningku. Masih terpaku dengan posisiku.
Semilir angin membuat bulu kudukku berdiri.
Astaga apa yang kulihat tadi?
Siapa dia? Kenapa menghilang begitu saja.
Kutengok sekitarku, mencari keberadaannya, barang kali dia sudah duduk di salah satu bangku di kelas ini. Tapi tetap tidak kutemukan orang itu.
"Din. " kali ini Will mengagetkanku, bahkan aku sampai tersentak karena sentuhan di bahuku. Entah sejak kapan dia mendekat dan sudah berdiri di samping ku.
Aku masih diam, mencoba mencerna kejadian barusan.
"Dina .... Kamu nggak apa-apa?" tanya Will sambil memegang kedua bahuku dan mencondongkan kepalanya lebih dekat ke wajahku. Mengamati kedua bola mataku yang liar mencari keberadaan sosok yang tadi kulihat.
"Will ... Tadi, aku lihat, ada orang di sini. Tapi kok sekarang hilang," jelasku masih terlihat bingung sambil melihat sekitar. Will ikut melihat sekitar kami. Ia lantas menarik napas panjang.
"Lihat aku! Aku lihat kamu sendirian dari tadi di sini. Kamu salah lihat barangkali," ucap Will lembut.
"Enggak, Will. Dia ada di sini. Lagi di sini. Lagi menghapus papan tulis!" terang ku masih ngotot dengan pendirian ku.
Will kembali menghela nafas nya panjang.
"Mungkin yang kamu lihat bukan manusia, Din."
"Hah? Setan gitu maksudnya?"
Will mengangguk.
"Masya Allah. " Aku mendadak lemas dan terhuyung ke belakang, untung Will masih dapat memegang ku, lalu menuntunku duduk di kursi, meja kami.
"Kamu pernah lihat Will? Dia cewek. pakai seragam OSIS, rambutnya panjang sampai punggung." Aku mencoba mendeskripsikan sosok yang kulihat tadi.
Will mengangguk perlahan, terlihat kecemasan di wajahnya.
"Udah jangan diinget-inget lagi, ya. Nanti malah kamu kepikiran terus," kata Will.
Tak lama Nita dan Apri masuk kelas, diikuti beberapa teman yang lain.
Aku baru sadar, bahwa aku lah murid yang pertama datang. Belum ada orang lain lagi sebelumku, karena di semua meja dan bangku di kelas, aku belum mendapati satu pun tas di sana.
Aku melenguh panjang. Lalu menenggelamkan kepalaku di atas meja.
"Dina? Kenapa?" tanya Nita.
Aisyah!!
Aku baru ingat dia! Aku harus menemuinya.
"Aku ke kelas Aisyah dulu, ya," kataku ke mereka tanpa menjelaskan apa pun, atau menjawab pertanyaan Nita barusan. Mereka hanya melihatku dan tidak berkomentar apa pun.
===========
Kelas Aisyah ada di sebelah kelas ku.
Kulihat dari pintu kelasnya, Aisyah sudah datang, sedang fokus membaca buku di mejanya. Aku masuk dan segera menghampirinya.
"Aisyah," sapaku.
Dia menoleh lalu tersenyum.
"Hai Dina. Seneng liat kamu sekolah lagi. Aku ikut berduka, ya, Din. Kemarin aku ke rumah kamu, tapi kata kakakmu, kamu lagi nggak enak badan," katanya malah membuatku kaget.
"Hah? Yang bener? Ya ampun maaf ya, Ais."
"Nggak apa apa kok. Eh tumben kamu ke sini. Ada apa nih?" tanya Aisyah antusias.
Aku malah diam beberapa saat. Hanya meremas jemariku sendiri sambil menatap liar ke sekitar kami. Bingung harus memulai dari mana.
"Din ... Ada masalah?" tanya Aisyah lagi.
Tiba tiba bulu kudukku meremang lagi, aku tengak tengok, aku melihatnya! Siswi yang tadi di kelas
ku.
Dia sedang berjalan di koridor luar kelas Aisyah, entah akan ke mana.
Semua ruang kelas memang memiliki jendela yang rendah. Jadi saat kita duduk, kita bisa melihat keluar, jika ada yang lewat pun sangat jelas terlihat.
Aku menatapnya lagi tanpa berkedip.
Aisyah sepertinya menyadari apa yang kulihat.
"Dina," panggilnya sambil menggenggam tanganku yang kuletakan di meja nya. Aku menoleh ke Aisyah.
"Kamu lihat yang barusan?" tanya Aisyah lembut. Aku mengangguk dengan ekspresi, bingung, takut dan cemas.
Aisyah malah tersenyum.
"Sejak kapan, Din? Kamu bisa melihat 'mereka' ?" tanya Aisyah dengan penuh kesabaran. Suaranya yang lembut, membuatku nyaman jika menceritakan semua hal padanya.
"Sejak papaku meninggal, Ais. Aku jadi sering lihat yang kayak gitu," kataku berbisik.
"Nggak apa apa, Dina. Nggak usah takut, ya. Kita hidup di dunia ini berdampingan dengan 'mereka'. Selama kita tidak mengusik mereka, mereka juga tidak akan mengusik kita."
"Terus ngapain tadi dia nongol, Ais?aku kan nggak ganggu dia deh perasaan?" rengek ku.
Aisyah tersenyum.
"Terkadang memang ada yang usil, suka menampakan diri ke manusia. Asal mereka tidak berbuat lebih jauh, ya kita cuekin aja. Mereka cuma pengen kita tau, bahwa mereka itu ada di sekitar kita. Kamu jangan takut ya," katanya lagi.
Entah kenapa berada di dekat Aisyah aku sangat nyaman, selain cantik. Dia sosok yang sabar dan dewasa.
Aku mengangguk menanggapi Aisyah.
"Nanti jadi mau ikut ROHIS?" tanya Aisyah.
"Iya, Ais, Insha Allah, nanti bareng ya," pintaku.
"Iya, eh tuh udah ditungguin Will,"kata Aisyah berbisik sambil melirik ke luar kelas. Saat aku menoleh, Will memang sudah ada di depan kelas Aisyah. Mondar mandir, gelisah.
"Dia khawatir kamu kenapa-napa, makanya nyusulin," kata Aisyah lagi.
"Ya udah deh, aku balik kelas, Ais. nanti tungguin lho. Kita bareng," ucap lagi sebelum pergi dari hadapannya.
Aisyah hanya mengangguk dan tersenyum.
"Udah?" tanya Will saat aku keluar kelas Aisyah. Aku mengangguk lalu berlalu meninggalkannya. Will mengikutiku.
"Will!" teriak seseorang di ujung koridor.
Alex.
Will menoleh dan berhenti, karena Alex berlari menghampirinya.
"Apa?"
Aku hanya menoleh sebentar lalu segera masuk kelas.
=========