Aku resmi ikut kegiatan rohis di Sekolah. Seminggu 3x kegiatan ini diselenggarakan.
Dari mendengarkan tausiyah dari ustadz yang sengaja didatangkan di Sekolah, mengaji membaca Al quran, dan banyak lagi kegiatan positif yang lebih mengedepankan agama.
Aku makin tenang dan dapat mengendalikan kemampuan indigo ku ini.
Aku pun sudah kembali lebih ceria lagi, sama seperti dulu.
Kepergian Papah, merupakan hal yang terberat yang pernah kualami sepanjang hidupku.
Will juga makin sibuk dengan kegiatan OSIS di Sekolah.
Kami sering bertemu jika sedang melakukan aktifitas kami masing masing sepulang Sekolah.
======
"Din, "panggil Will yang kulihat akan masuk ke Ruang OSIS.
Saat itu aku sedang bersama Aisyah hendak ke Mushola sekolah, kegiatan rohis memang diadakan di Mushola.
"Iya Will. Kenapa?"tanyaku menghentikan langkahku, Aisyah jalan duluan sepertinya ingin memberikan kami privasi.
Will menghampiriku.
"Selesai jam berapa? Rohisnya?"
"Eum.. Jam 5 nanti.. Kenapa emang?"
"Bareng aku ya pulangnya.."pintanya.
Aku mengerutkan alisku.
"Boleh.. "Kataku.
Kulihat dia tersenyum.
Kami ngobrol sebentar. Lalu Alex ikut bergabung bersama kami mereka memang pengurus OSIS.
Ditengah canda tawa kami, hawa disekitarku mendadak panas.
Kutatap langit diatasku.
Matahari tidak terlihat bersinar terang, cuaca justru agak mendung.
Ku amati sekitarku, ada yang aneh.
Tak jauh dari kami, di lapangan basket tepatnya, aku melihat seseorang berdiri dan diam saja menatap ke ring basket didepannya.
Aneh! kakinya berjinjit.
Aku menyentuh lengan Will, mengkode dia agar melihat ke arah yang kutatap didepan.
Will menengok melihatnya juga.
Alex bingung melihat kami.
"Kalian kenapa sih? Ngeliatin Vicki segitunya." tanya Alex ikut menatap Vicki didepan kami.
Mungkin yang Alex lihat adalah Vicki saja. Tapi Aku dan Will melihat hal lain. Sosok seorang pria berdiri di belakangnya.
'Ketempelan'
Will dan Aku saling menatap satu sama lain.
"Lex... Panggilin anak anak rohis!!"perintahku.
"Ngapain sih, Din?" Tanya Alex malas malasan.
"Vicky... Dia ketempelan."kali ini Will yang menjawab.
Alex malah menggaruk garuk tengkuknya, bingung dengan ucapan kami.
"Hrrrrrrrrrrr...," suara Vicki terdengar berat. Dia menoleh kepada kami.
"Lex! Cepet!"kali ini aku tidak sabar lagi.
Alex langsung berlari memanggil anak anak rohis di Mushola.
Vicki menekuk tubuhnya kebelakang, seperti kayang dan berbunyi...'kreeteeekkk'
Seperti ada tulang yang patah.
Aku ngeri melihatnya.
Will sudah pucat, keringat membasahi dahinya.
"Will..., "Aku menyentuh bahunya.
Dia melihatku dan hanya mengangguk.
Mungkin dia ingin mengatakan bahwa dia baik baik saja melihat vicki yang seperti itu.
Aku mecoba mendekat ke Vicki.
Tapi Will menahan tanganku.
"Gak papa Will. Kasian Vicki. Dia bisa terluka kalau kita nggak cepet bertindak." ucapku mencoba meyakinkan Will.
Akhirnya dia mengikutiku menuju ke vicki yang masih dalam posisi seperti tadi.
Terdengar bunyi giginya yang beradu.
Aku mencoba membaca beberapa doa lalu mendekat dan menyentuh dahi Vicki.
Dia malah berontak, rambutku dijambaknya kebawah.
"Aaaahhhhh"aku teriak.
Pedih rasanya. Tapi aku tidak menghentikannya.
Aku terus merapalkan doa yang sudah kupelajari selama ini.
Vicki seperti kepanasan, dia berteriak keras.
Tak lama anak anak rohis datang dengan Alex.
"Astagfirulloh haladziiiiiim..,"teriak mereka bersamaan sambil berlari ke arah kami.
Ada sekitar 10 orang, ada Kak Doni juga.
"Din, kamu gak papa?"tanya Kak Doni khawatir melihatku meringis kesakitan, sambil tetap membaca doa.
Aku hanya mengangguk tapi masih tetap memegang kepalanya.
Mereka membantu meluruskan badan vicki sambil merapalkan doa yang sama sepertiku.
Perlahan badan vicki dapat dilentangkan kembali.
Kak Doni mengambil alih posisiku.
Vicki menjulurkan lidahnya dan menggigitnya. Aku ambil sapu tangan ku lalu ku masukan ke mulutnya.
Aku takut lidahnya terluka nanti.
Will dan Alex melihat Vicki sambil bergidik ngeri.
Beberapa anak OSIS pun ikut mendekat.
Entah apa yang terjadi dengan Vicki, kenapa dia bisa seperti ini.
Vicki masih meronta ronta minta dilepaskan. Bahkan kepalanya dibentur benturkan ke lantai lapangan basket yang terbuat dari semen.
"Ya Allah..."
Aku segera menaruh tanganku dibawah kepala vicki.
"Ah...,"aku sedikit berteriak tertahan.
Sakit rasanya, kekuatan Vicki terasa sangat besar. Tanganku seolah mati rasa.
Will mendekat lalu menaruh tangannya diatasku.
"Tarik tanganmu, Din!Cepet!!"perintah Will
Aku menuruti perintah Will.
Kulihat jari jari ku lecet karena benturan kepala Vicki tadi ke lantai.
Aku meringis kesakitan. Tapi masih bisa kutahan.
Aku melihat Will juga kesakitan.
Lalu tak lama kulihat Aisyah datang dengan Ustadz Ibrahim.
Ustadz Ibrahim merapalkan doa sambil tangannya seperti menarik sesuatu dari tubuh Vicki dengan sekuat tenaga.
Tak lama vicky mulai tenang dan lemas. Dia pingsan.
Beberapa anak yang ikut membantu memegangi Vicki ikut kelelahan dan duduk begitu saja di lantai lapangan basket yang kotor.
"Alhamdulillah...,"ucap kami bersamaan.
Beberapa anak membantu membawa vicki ke UKS. Ditemani Ustadz Ibrahim juga.
Aku mendekat ke Will. Lalu melihat tangannya yang juga terluka.
"Yuk kita UKS juga!"ajakku setengah memaksa dengan menarik tangan Will.
"Eh, Abangmu ini gak diajakin, Din?" Seru Kak Doni yang sengaja mencandaiku.
Aku menoleh.
"Kak Doni nggak luka! Ngapain juga aku ajak!"sambil ku julurkan lidahku ke arahnya.
Aku menyuruh Will duduk dibangku depan UKS, lalu masuk dan kembali membawa kotak P3K dari dalam UKS.
Aku membersihkan lebih dulu tangan Will yang kotor, menggunakan air mineral yang ada di UKS, lalu mengelapnya dengan tissue yamg kubawa di tas.
Lalu ku beri obat agar lukanya cepat kering. Dan kuplester jarinya. Kelima jarinya lebih tepatnya.
Setelah selesai, Will mengangkat semua jarinya yang kuplester tadi.
Dia malah tertawa geli.
"Kenapa?"aku heran melihatnya.
"Tanganku kaya lemper gini"ucapnya.
Aku ikut tertawa juga.
Will berhenti tertawa dan menatapku datar.
Lalu menarik kedua tanganku dan melakukan hal yang sama sepertiku tadi.
Aku sampai lupa, kalau tanganku juga sama terluka seperti will hanya saja tidak separah Will.
"Makasih ya Will.."ucapku setelah dia selesai mengobati tanganku.
Dia hanya tersenyum.
"Eh, Dina... Will..kalian nggak papa kan?" tanya Aisyah yang baru keluar dari UKS, dia melihat tangan kami terbalut plester.
"Gak papa, Ais.. Eh Vicki gimana?"tanyaku ke dia.
"Mesti dibawa ke Dokter, takut ada tulang yang patah, Din, ini lagi nunggu Orang tuanya dateng.."
Aku hanya manggut manggut.
Memang tadi aku mendengar suara tulang patah saat Vicki kesurupan.
Benar benar keterlaluan, sampai membuat orang celaka.
"Kalian masih mau lanjut kegiatan rohisnya?"tanya Will.
"Kata Ustadz, libur dulu. Besok aja, keadaan lagi gini."terang Aisyah.
"Ya udah, kita pulang aja Din.. Kamu juga harus istirahat kan. Aku yakin kamu juga pasti capek"ajak will.
Aisyah kulihat mengangguk ke arahku.
"Ya udah deh, salamin buat semuanya ya Ais. Aku pulang dulu."
"Iya, kalian hati hati ya"ucap Aisyah.
Kami lalu pergi ke Parkiran motor.
"Yuk..."ajak Will yang sudah mensetater motornya.
Aku pun naik ke motor Will dan pulang ke Rumah.