Siang ini, Abimanyu kembali menekan egonya, mengikuti keinginan mamanya untuk bertemu Virni. Dia mengirim pesan kepada Virni kalau siang ini akan menjemput di bandara, kemudian makan siang berdua tanpa Naura.
Tanggapan Virni terdengar biasa saja, dan Abimanyu merasa muak akan hal itu. Seolah dia juga hanya membuang waktu dengan orang yang tak tepat. Cuaca begitu terik saat langkah kaki Abimanyu sampai di bandara.
Untungnya, Virni langsung terlihat menyeret koper kecil, berjalan ke arah Abimanyu. Senyum di bibirnya sangat mempesona jika yang memandang bukan duda anak satu itu. Jika bersama Abimanyu, semua yang ada di diri Virni akan mendapat cela.
"Hai .... Sudah lama menunggu?" Virni menyapa Abimanyu setelah keduanya saling dekat.
"Tidak, aku baru saja sampai," jawab Abimanyu mengambil alih koper Virni.
"Mau langsung makan siang di sini atau di tempat lain?" tanya Virni menatap Abimanyu dengan senyum cerianya.
"Di tempat lain saja. Ada hal yang harus aku sampaikan juga," jawab Abimanyu sambil berjalan ke luar Bandara.
'Bicara penting apa ya?' tanya Virni dalam hati.
Perempuan yang menggunakan setelan blouse warna biru muda itu merasa kepo dengan Abimanyu. Namun dia juga enggan bertanya terus menerus, agar tak membuat Abimanyu merasa kesal padanya.
Dalam perjalanan menuju restoran pun, Abimanyu dan Virni tak terlibat obrolan. Keduanya lebih banyak diam meski ada peluang membuka pembicaraan. Namun keduanya hanya memilih bungkam sampai akhirnya kendaraan terparkir di sebuah restoran ternama.
Keduanya masuk kemudian memilih duduk di bagian tengah. Abimanyu mengambil buku menu, dia memanggil palayan dan menyebutkan apa saja pesanan untuk makan siang. Virni pun melakukan hal yang sama. Menunggu pesanan datang, mata Abimanyu menyapu seluruh area restoran.
Kedua matanya menangkap sosok yang ia kenal, tapi dia ragu karena seseorang itu duduk membelakanginya. Dan anak kecil yang duduk dengan terus bergerak itu, juga menyita perhatian Abimanyu.
'Mungkinkah itu Athaya dan Alina?' tanya Abimanyu dalam hati.
Lamunan Abimanyu buyar, saat pesanan datang dan hampir memenuhi meja.
"Makan dulu baru aku bicara!" titah Abimanyu.
"Iya," jawab Virni sambil menganggukkan kepala tanda setuju.
Menit berlalu, akhirnya keduanya selesai makan siang. Abimanyu tak menyiakan waktu untuk tidak segera bicara dengan Virni. Bagaimanapun, dia juga ingin masalah perjodohan ini segera usai.
"Selain makan siang, memang ada hal penting yang harus aku sampaikan padamu," ucap Abimanyu menatap serius ke arah Virni.
Virni pun menatap penuh tanya ke arah Abimanyu. Bahkan detak jantungnya berdetak cepat, karena dia takut dengan hal yang akan dibicarakan oleh Abimanyu.
"Kamu tidak protes dengan perjodohan ini? Bahkan, selama beberapa minggu terakhir, antara aku dan kamu tidak ada komunikasi," ucap Abimanyu.
Virni masih diam dan menunggu kelanjutan pembicaraan lelaki tampan yang duduk di hadapannya.
"Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, Virni. Dengan alasan apa pun, aku tidak menjalani perjodohan ini," aku Abimanyu.
"Ya, tidak apa-apa. Karena aku sudah mengatisipasi semua ini sejak awal. Aku juga tidal yakin kalau bisa merebut hatimu, atau hati putrimu," jawab Virni dengan wajah biasa saja.
"Apa kamu punya kekasih?" tanya Abimanyu.
Virni menggeleng, "Tidak. Aku belum sempat memikirkan ke arah sana. Aku hanya menjalankan yang diinginkan mama."
"Untuk perjodohan yang gagal ini, aku minta maaf." Abimanyu mengatakan dengan penuh penyesalan.
Mungkin saja Virni berharap banyak dengan perjodohan ini. Hanya saja, dirinya memikirkan banyak hal jika dia menerima perjodohan yang dilakukan oleh mamanya.
Ada Naura yang mungkin akan terpaksa menerima Virni. Ada Athaya yang mungkin saja memang darah dagingnya. Lalu, Alina Zahra yang sudah dia hancurkan masa depannya.
Abimanyu akan mulai jujur kepada orang tuanya, terkait masalah dirinya dengan Alina tiga tahun lalu. Dia tak akan bisa selamanya hidup dalam rasa bersalah. Jika dia mengaku, mungkin kedua orang tuanya akan sangat kecewa, bahkan marah.
Tetapi, Abimanyu yakin, semua hanya sesaat. Dia akan menemukan solusi dari kedua orang tuanya untuk menghadapi masalah yang mungkin membelitnya di depan nanti.
"Tidak perlu minta maaf, Abimanyu. Anggap saja pertemuan kita adalah jembatan untuk menjadi teman. Dan aku doakan semoga kau mendapatkan pendamping hidup sesuai kriteria yang kau tetapkan sebagai ibu Naura," jawab Virni.
Obrolan keduanya terhenti saat suara anak kecil memanggil Abimanyu dengan sebutan Om ganteng.
"Om ganteng ...."
Abimanyu menoleh, bersamaan dengan Alina yang tergopoh mendekat ke arah Athaya.
"Athaya ...."
"Mama ada Om ganteng di sini," ucap Athaya dengan mengerjap lucu.
"Iya, tapi kan Om lagi makan dengan—"
Ucapan Alina terhenti saat matanya bersitatap dengan bosnya.
"Ka-kakak ...?"
"Alina, kamu di sini juga?" tanya Virni menatap ke arah Alina lalu bergantian menatap Athaya.
'Wajahnya sangat persis dengan Abimanyu. Ada apa sebenarnya? Apa yang tidak aku tahu?' tanya Virni dalam hati.
"Aku menjemput Athaya dari sekolah, Kak. Sekalian sahabatku ngajak makan siang, jadi sebelum pulang, aku bawa anak aku ke sini," jawab Alina dengan senyum canggung.
"Ayo kita ke Tante Candini, bentar lagi kita akan pulang," ucap Alina kepada putranya.
Tangan kanan Athaya yang di genggam Abimanyu di lepaskan. Lelaki itu ikut merayu Athaya agar mau ikut Alina.
"Nanti kalau Mama sama Om libur, kita akan main bareng. Sekarang Athaya nurut sama mama ya?"
"Tapi, Om? Aku baru ketemu," ucap Athaya seolah tak rela jika jauh dari Abimanyu.
"Emm .... Athaya mau apa? Nanti Om beliin deh?"
"Jangan, Pak! Athaya sudah banyak mainan," ucap Alina melarang Abimanyu memanjakan putranya.
"Aku mau robotan yang versi terbaru, Om!" Athaya mengutarakan yang dia inginkan.
Abimanyu mengusap kepala anak kecil yang wajahnya menyerupai dirinya.
"Siap, nanti kalau libur kita beli bareng Kak Naura," jawab Abimanyu dengan senyum yang meneduhkan.
Bahkan Virni pun dibuat takjub dengan ekspresi Abimanyu yang sangat langka itu. Wanita itu semakin curiga, kalau antara Abimanyu dan Alina punya hubungan spesial yang orang lain pun tak tahu.
Abimanyu mengecup kening Athaya, dan bocah itu merangkul leher mantan bos mamanya dengan erat. Setelah drama itu, Athaya dan Alina pergi dari meja Abimanyu dan Virni. Bahkan, tatapan duda satu anak itu masih tertuju pada Alina yang menuntun jagoan kecilnya.
"Apa hubunganmu dengan karyawanku, Abimanyu?"
Pertanyaan Virni membuat fokus Abimanyu pecah. Dia menatap lawan bicaranya dengan tatapan dingin. Berbeda saat ada Alina dan putranya.
"Hubungan kami hanya teman. Dia dulu juga pernah menjadi karyawanku," jawab Abimanyu.
"Kenapa Athaya mirip sekali denganmu?" Virni terus meneruskan keingintahuannya.
"Mungkin saja dia anakku," jawab Abimanyu asal.
Lelaki tampan itu berdiri dari duduknya, kemudian dia membayar semua tagihan makan siang. Dia tak akan membuang waktu dengan Virni sepanjang siang.
"Ayo aku antar pulang!" Abimanyu membukakan pintu untuk Virni.
Dalam perjalanan menuju rumah Virni, kendaraan itu hanya sunyi tanpa suara dua manusia. Hanya deru mesin mobil yang menemani hingga perjalanan pun usai.
"Sekali lagi terima kasih untuk hari ini," ucap Virni kepada Abimanyu.
"Sama-sama, aku juga berterima kasih karena kamu tidak marah dengan keputusan yang aku ambil," jawab Abimanyu.
Keduanya turun dari mobil, lelaki berbadan tinggi kekar itu membuka bagasi untuk mengambil koper milik Virni. Setelah tidak ada barang yang tertinggal di kendaraannya, Abimanyu pamit untuk melanjutkan pekerjaan ke kantor.
Virni hanya mengangguk kemudian tersenyum, dia memandangi kendaraan yang melaju menjauh dari pekarangan rumahnya.
"Tidak ada lagi kesempatan untukku dekat denganmu. Seumpama bertamu, aku baru mengetuk pintu, belum sempat masuk, sudah terusir," ucap Virni dengan hembusan nafas lelah.
Langkah gontai wanita itu menuju rumah yang dia tinggalkan selama dua hari. Zulfaika melihat kedatangan putrinya langsung bangun dari tempatnya duduk.
"Kau sudah pulang? Tumben enggak minta dijemput?"
"Aku dijemput Abimanyu, Ma!"
Senyum mengembang menghiasi bibir wanita paruh baya itu. "Syukur kalau hubungan kalian ada kemajuan."
Virni tertawa pelan, "Mama masih mengharapkan apa, dengan perjodohan ini?"
Mata Zulfaika memicing ke arah putrinya, "Dasar anak bod*h! Berharap kamu bisa jadi Nyonya besar di rumah itu."
"Lupakan mimpi itu, Ma! Karena Abimanyu dan aku baru selesai membahas perjodohan itu," ucap Virni.
"Kenapa kamu ngomong seperti itu?" tanya Zulfaika dengan pikiran buruknya.
"Karena dia membatalkan perjodohan yang diatur mamanya, Ma. Kalau sudah begini, memangnya aku bisa apa?" tanya Virni menatap malas ke arah wanita yang melahirkannya.
"Dasar duda lapuk," umpat Zulfaika kepada Abimanyu.
Obrolan berhenti saat Virni memutuskan untuk beristirahat di kamarnya. Sedangkan Zulfaika mencoba menelpon Soraya, sayanya belum mendapat respon.
"Astaga, kalau dibutuhkan suka enggak direspon kaya gini. Mana rencanaku gagal semua," umpat Soraya.