12. Keinginan Abimanyu.

1379 Kata
"Andi? Kamu dengar dengan yang aku ucapkan?" tanya Abimanyu yang melihat asistennya melamun. Andi kembali fokus, "I-iya, Pak. Tapi, sebelum saya melakukan perintah itu, bolehkah saya tahu mengenai alasan Bapak mendesain ulang ruangan itu dengan tema anak-anak?" "Aku menawari Alina untuk bekerja kembali ke kantor ini. Dia belum menerima tawaran itu, tapi suatu saat pasti akan mau kembali bergabung. Naura suka sekali dengan Athaya, mereka akan anteng kalau dibuatkan ruangan khusus," jelas Abimanyu. Andi akhirnya paham dengan keinginan dadakan bosnya. Keduanya akhirnya memilih desain yang sesuai tema. Abimanyu tinggal mempersiapkan semua hal untuk pengerjaan ruangan itu. Setelah beres, keduanya baru melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Dalam pikiran Abimanyu, kalau Alina menerima tawarannya untuk bergabung kembali, dia juga punya kesempatan lebih banyak dekat dengan Athaya. Meski dia tahu kalau Athaya sudah sekolah, tak memghalanginya untuk melakukan segala cara agar putrinya juga punya teman bermain. "Semoga saja apa yang ada di pikiranku bisa terlaksana," ucap Abimanyu lirih. Melupakan dengan urusan pribadi, lelaki berparas tampan itu mulai serius dengan berbagai dokumen yang sudah menumpuk di sisi kanannya. ___ Di lain tempat, Alina sedang menemui klien di sebuah restoran ternama terkait kerja sama yang akan mereka lakukan. Virni, setelah acara perjodohan itu belum menelpon Alina lagi. Kemungkinan sibuk dengan pekerjaan yang sedang ia tangani di Bali. "Semua proposal yang anda ajukan sangat menarik, Nona. Untuk itu, saya setuju dengan kerja sama ini." Alina tersenyum bahagia, perusahaan Virni yang baru dia kendalikan bisa mendapatkan mitra kerja untuk perkembangan bisnis kosmetik yang mereka jalankan. "Semoga sampai nanti kami tidak mengecewakan anda, Pak!" "Tentu saja, Nona!" Tanda tangan kontrak kerja sama sudah didapatkan Alina. Dia tinggal lapor kepada Virni jika ada waktu luang nanti. Yang penting, perusahaan kosmetik ini mendapatkan suplayer dan juga donatur untuk produksi tetap berjalan. Siang ini menjadi waktu yang menyenangkan untuk ibu muda itu. Dia sudah menyuruh Candini untuk bergantian menjemput Athaya karena kesempitan waktu yang dia hadapi. Untungnya, Candini tak pernah protes, saat dirinya minta bantuan. Alina harus banyak bersyukur karena punya sahabat yang begitu best. Setelah selesai dengan klien, Alina kembali ke kantor. Jam sudah hampir menunjukkan pukul dua siang saat dirinya sampai di ruangannya. Alina duduk di kursinya, mengambil ponsel langsung masuk ke kolom pesan yang menumpuk. Pesan pertama yang dia buka dari Candini. Sahabatnya itu memberitahu kalau dia sudah mengantar Athaya sampai rumah dengan selamat. Senyum terukir di bibir Alina, jarinya bergerak lincah membalas pesan dari Candini. 'Terima kasih sudah mau aku repotkan.' Setelah menanggapi pesan dari Candini, dia membaca pesan lain yang masuk. Ada dari Abimanyu bahkan Virni yang mengirim pesan. "Mau apa lagi Pak Abimanyu selalu mengirim pesan padaku?" tanya Alina dengan menghela nafas panjang. Dia kemudian memberitahu detail pertemuan dengan klien siang ini kepada Virni. Menjadi orang kepercayaan itu sebenarnya tidak mudah. Sejauh mengenal Virni, Alina merasa bersyukur karena tak pernah mendapat perlakuan yang kurang baik. Kebutuhan hiduppun tercukupi meski sekarang harus ngontrak rumah. Semua hal butuh proses, Alina yakin suatu hari nanti dia akan mampu membeli rumah sederhana yang layak untuk ia tinggali. Dia pun sudah punya sedikit tabungan untuk berjaga-jaga kalau rumah yang dia tinggali sekarang kelak bermasalah. "Sudah beres, tinggal nyelesain kerjaan ini terus pulang," gumam Alina sambil menatap ke jam digital yang ada dipergelangan sebelah kiri. ___ "Abi ...?" Soraya menghentikan langkah putranya yang akan naik ke kamarnya. Lelaki tampan itu menoleh, "Ya, Ma?" "Mama akan bicara sebentar, bisa duduk di sini?" Soraya memberikan kode kepada sofa yang ada di hadapannya. Mau tak mau, Abimanyu mendekat kemudian duduk. Sedangkan Soraya ke arah dapur membuat kopi untuk teman ngobrol. Tak lama neneknya Naura itu kembali membawa nampan dengan dua cangkir. "Ini kopimu. Mama tahu kamu capek, tapi ada hal penting yang harus mama tanyakan," ucap Soraya sambil menaruh cangkir di depan Abimanyu. "Tanya apa sih, Ma? Sampai enggak bisa nanti?" Abimanyu bertanya sambil menatap wajah mamanya. Soraya hanya tersenyum sambil menyeruput kopi yang masih mengepul dan mengeluarkan aroma wangi. Beberapa detik berlalu, akhirnya Soraya bicara serius kepada putranya. "Sejak pertemuan dengan Virni, mama dengar, kamu tidak sekalipun memberikan respon padanya, benar begitu?" Abimanyu sedikit kaget dengan pertanyaan mamanya, namun dia bisa dengan cepat mengatasi kekagetannya itu. "Bingung mau bahas apa, Ma?" Soraya memejamkan mata sejenak, merasa jengkel dengan sikap putranya yang tak pernah berubah mengenai seorang wanita. "Astaga, Abimanyu! Kau sudah tua untuk memikirkan cara mendekati wanita." "Bukan masalah usia, Ma. Hanya saja, aku memang kurang cocok dengannya," aku Abimanyu berharap perjodohan ini gagal. Karena Abimanyu ingin mendekati Alina, dengan alasan Athaya atau memang dirinya mulai terpikat, yang jelas, ada rasa bersalah yang enggan hilang dari dirinya. "Mama enggak mau tahu, dia besok pulang dari Bali. Ajak ketemu dan bicarakan masalah perjodohan ini. Kalau kamu enggak cocok, tapi Naura nyaman sama dia, buang rasa egois dalam diri kamu itu, Abi!" "Kalau anak kita emang enggak cinta ya jangan dipaksa to, Ma?" Faraz Abdullah menyela karena saat masuk ke rumah, mendengar percakapan istri juga anaknya. Abimanyu tersenyum senang karena merasa ada yang membela. Sedangkan Soraya melotot kesal kepada suaminya yang tak mendukung rencana perjodohan ini. "Ngapain papa malah belain anak manja ini?" "Bukan belain, Ma! Kenyataannya kalau Abimanyu enggak cinta sama wanita pilihan mama mau bagaimana lagi?" tanya Faraz sambil mendudukkan bobotnya di sofa yang kosong. "Pokoknya ajak ketemu sekeli aja, kalau kamu benar enggak cocok dan Naura juga enggak mau ya udah. Cari saja sendiri ibu untuk anakmu," ucap Soraya dengan tegas. "Iya, Ma," jawab Abimanyu. "Nah gitu dong. Jangan terus mengutamakan keinginan sendiri, Ma. Abimanyu sudah cukup mampu untuk memilih jodohnya sendiri. Dia yang paling berhak untuk hidupnya, kita hanya akan mendoakan untuk kebahagiaan Abimanyu dan keluarganya," jelas Faraz. Obrolan berakhir saat Abimanyu akan melihat putrinya, karena sejak datang dari kantor, dia belum melihat Naura. Putrinya itu punya hobi baru, dia sedang suka menggambar dan menghabiskan waktu di kamarnya ditemani pengasuhnya. Ya, meski umur tujuh tahun seharusnya tidak harus ada baby sitter lagi. Karena umur segitu Naura pun sudah mandiri melakukan segalanya sendiri. Dan Embaknya hanya menyiapkan kebutuhannya saja dan mengawasi Naura. "Apa kabar anak papa?" Abimanyu masuk ke kamar Naura tanpa mengetuk pintu. Naura menoleh dengan senyum tipis, "Kabar baik, Papa." "Kamu masih suka dengan menggambar?" tanya Abimanyu memperhatikan buku gambar di hadapan putrinya. "Iya, Pa. Ngomong-ngomong, kapan Papa akan bawa aku bertemu adik kecil itu?" tanya Naura menatap wajah papanya. 'Aku pikir, dia sudah tidak ingat akan pertemuan dengan Athaya,' ucap Abimanyu dalam hati. "Nanti saat weekend ya?" Abimanyu asal menjawab, tapi dia akan membawa Naura ke rumah Alina agar bisa bertemu dengan Athaya. "Papa enggak PHP kan?" Naura menatap tak yakin ke arah papanya. Abimanyu tersenyum karena putrinya semakin cerdas saja. "Enggak dong!" Naura bersorak senang karena sudah mendapat persetujuan dari papanya. Dia memang merindukan adik kecil itu. Rasanya sudah lama sekali dia tak melihat dan ingin segera bermain. Melihat aura bahagia dia wajah Naura, Abimanyu merasa tak tega jika, harus berbohong. Dia akan mengabari Alina untuk minta bertemu di hari minggu nanti. "Papa mandi dulu ya?" Abimanyu mengusap rambut lurus Naura kemudian pergi dari kamar anaknya. Beberapa menit berlalu, Abimanyu sudah berada di kamarnya. Lelaki tampan itu menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. "Virni, dia bukan calon ibu yang baik menurut pandanganku," ucap Abimanyu. "Dia juga tak antusias dengan perjodohan ini. Dia sibuk dengan pekerjaannya. Lalu bagaimana nanti saat aku menjadi bagian dari dirinya?" Abimanyu mempertimbangkan segala kemungkinan saat dirinya harus menuruti keinginan mamanya. Dia tak akan menikahi wanita yang tak bisa bertanggung jawab untuk Naura dan keluarganya kelak. "Baiklah, keputusanku sudah bulat. Di pertemuan berikutnya, aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan," gumam Abimanyu. Abimanyu bangun dari rebahannya, dia melepas sepatu, melepas jam tangan kemudian kemejanya. "Saatnya mandi. Aku masih harus memikirkan ruangan yang ada di lantai tiga," gumam Abimanyu sambil berjalan ke kamar mandi. Setelah beberapa menit berlalu, Abimanyu sudah terlihat segar. Menggunakan kaos oblong warna putih dan boxer hitam. Dia duduk di sofa sambil memangku laptop. Tatapannya terlihat serius ke arah layar. Mencoba fokus beberapa saat, hingga dia menemukan desain yang sesuai tema. Pembahasan tadi siang bersama Andi. "Ini saja deh, warna dan desainnya juga cocok untuk ke semua jenis kelamin. Enggak mencolok juga," gumam Abimanyu sambil memperhatikan gambar di depannya. Abimanyu benar-benar berharap kalau Alina Zahra mau menerima tawarannya untuk kembali menjadi karyawannya. "Jika dia mau kembali, Naura akan bahagia karena bisa terus bersama Athaya," ucap Abimanyu sambil membayangkan wajah putrinya yang bahagia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN