Tidak mendapat respon dari pertanyaan yang diajukan, Naura menggoyangkan lengan Abimanyu.
"Pa ...."
"Apa, Sayang?" tanya Abimanyu menatap Naura.
"Kapan aku punya adik kecil seperti dia, Pa?"
Abimanyu selalu bingung, mau menjawab apa, kalau putrinya mengajukan pertanyaan seperti saat ini.
"Emm, nanti kalau Naura menjadi anak pintar dan tidak suka ngambek, pasti akan mendapatkan adik seperti anak lelaki itu," jawab Abimanyu.
Naura seolah berpikir mengenai jawaban papanya. Hingga beberapa detik berlalu, dia akhirnya menjawab. "Aku janji bakal jadi anak yang baik deh!"
Abimanyu mengusap pelan kepala putrinya dengan senyum merekah.
"Papa, boleh aku bermain dengan adik itu?" tanya Naura dengan wajah polosnya.
Abimanyu tak berani menolak, "Ayo kita ke adik kecil itu!"
Naura bersorak senang karena keinginannya di turuti. Abimanyu mendekat ke Irawan yang masih menggendong Athaya dengan tangan satu. Bocah berumur tiga tahun itu menyadari kedatangan seseorang yang tadi siang dia temui di kedai es krim.
"Om ganteng juga di sini," celetuk Athaya menatap Abimanyu dengan tatapan polosnya.
"Kau kenal dia?" tanya Irawan lirih.
Athaya hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia meminta Irawan menurunkan dari gendongan.
"Aku mau turun, Om!"
"Siap, anak pintar," jawab Irawan menurunkan Athaya.
"Hai jagoan, kita bertemu lagi!" Abimanyu menyapa Athaya. Tatapan matanya langsung tertuju pada Irawan. Ia tersenyum tipis dan mulai berkenalan.
"Maaf, mengganggu kesenangan kalian. Putriku melihat putramu dan ingin ikut bermain bersama," ucap Bastian.
"Silakan bermain bersama, Athaya sejak tadi bermain sendiri," jawab Irawan.
Naura berkenalan dengan Athaya, keduanya sudah saling akrab dan bermain bersama. Abimanyu pun merasa heran, akan sikap putrinya yang menyukai Atahaya. Bocah kecil yang baru dia temui hari ini. Menyita perhatian Naura sejak dia baru datang ke timezone.
Abimanyu menghela nafas, semua akhirnya menjadi seandainya. Seandainya istrinya tak meninggal, dia dan putrinya pasti tidak akan kesepian. Pasti Naura juga sudah punya adik. Sehingga putrinya tak akan meminta adik saat melihat anak orang lain.
Menyadari Abimanyu melamun, Irawan membuka pembicaraan. "Kau datang hanya berdua?" Irawan bertanya karena hanya akan dua kemungkinan jawaban dari lawan bicaranya. Kalau tidak bercerai, ya pasti istrinya meninggal.
"Ya. Aku hanya berdua dengan putriku," jawab Abimanyu menatap Irawan. "Kau juga hanya berdua, kemana istrimu?"
Irawan ingin sekali tertawa saat lelaki di hadapannya bertanya mengenai istri. Karena yang sebetulnya, dia masih singel.
"Dia datang bersama kami. Hanya saja, dia sedang berbincang dengan sahabatnya di kafe sana," jawab Irawan sambil menunjuk sebuah kafe.
"Beruntung sekali jika keluargamu utuh. Istriku meninggal tiga tahun yang lalu karena sakit," ucap Abimanyu dengan nada datar.
"Owh, aku turut berduka. Dan kamu juga ayah yang hebat untuk putrimu," jawab Irawan.
Tatapan Irawan memang tidak lepas dari Athaya yang bergerak lincah dengan permainannya. Dia hari ini begitu menikmati hari liburnya karena tak sengaja bertemu dengan Alina dan putranya.
___
"Kau sungguh beruntung kalau membuka hati pada Irawan," ucap Candini dengan wajah serius menatap sahabatnya.
"Kenapa tidak kamu saja yang pacaran dengannya," celetuk Alina menanggapi ucapan sahabatnya.
Candini menatap malas ke arah sahabatnya, sedangkan Alina tertawa puas sudah membalikkan semua pertanyaan itu.
"Bahagiakan dirimu dulu, baru mikirin pendampingku, Alina!"
"Ulu ulu ulu, sahabat terbaikku!" Alina merangkul bahu Candini.
Candini bukannya tak mau memikirkan masa depannya. Hanya saja, dia tidak mau mendahului sahabatnya yang menjadi ibu tunggal tanpa seorang suami. Apalagi, Alina selama ini menjalani hidup yang sungguh berat.
"Aku tidak masalah jika, kau menemukan lelaki yang tepat sebelum aku, Candini," ucap Alina menatap tulus ke arah sahabatnya.
"Kalau gitu doakan saja aku mendapat jodoh yang baik," jawab Candini sambil menyendot jusnya.
"Gimana doaku terkabul, kalau kamu saja enggak niat buat jalani cinta yang serius," jawab Alina dengan nada kesal.
Tawa Candini berderai, Alina menatap kesal ke arah sahabatnya dengan mengaduk-aduk minumannya.
"Aku mau lihat Athaya dulu, kamu mau ikut enggak?"
"Ikut aja deh. Sekalian aku bayar minumannya. Nanti kita cari tempat makan yang lain saja," jawab Candini sambil mengambil uang lima puluh ribu dan di taruh di meja.
Keduanya berjalan keluar dari kafe, menuju tempat permainan yang berada di sebelah kafe. Mata Alina mengawasi sekelilingnya mencari keberadaan anaknya.
"Di mana Athaya?" tanya Candini
"Ini juga lagi di cari," jawab Alina sambil terus berjalan mencari putranya.
"Gimana kalau dia dibawa kabur Irawan?"
Alina menghentikan langkahnya, dia melotot ke arah Candini. "Aku tahu di mana alamatnya kalau hal itu sampai terjadi."
"Bercanda kawan," ucap Candini sambil mengangkat dua jari membentuk huruf v.
Entah kenapa, jantung Alina berdetak lebih keras, dia sudah lama tak merasakan hal seperti sekarang. Ya, sejak dia patah hati dan kembali ke jogja, dia tak pernah merasakan jantungnya berdebar hebat.
'Ada apa denganku?' tanya Alina merasa tak paham dengan keadaan tubuhnya.
"Itu di sana!" Candini menunjuk ke sebuah permainan kuda-kudaan.
"Iya, dia di sana. Tapi, dia bersama siapa?" tanya Alina penasaran.
"Mungkin saja pengunjung lain," jawab Candini.
Alina mengangguk, merasa masuk akal dengan jawaban dari sahabatnya. Dia melihat Irawan juga sedang berbincang dengan seseorang yang wajahnya tidak terlihat. Karena posisi lelaki itu berdiri membelakangi dirinya.
Langkah Alina berhenti tepat di sebelah Abimanyu, "Kau tidaj capek mengasuk Athaya?"
Sebuah suara yang lembut, mengagetkan Abimanyu yang tidak menyadari kedatangan Alina. Lelaki itu menoleh, menatap takjub ke wanita yang sialnya terlihat semakin cantik dan dewasa.
"Enggak dong, dia punya teman baru. Jadi, dia anteng bermain dengan Naura," jelas Irawan.
Alina menoleh ke sisi kirinya, tatapan yang kaget, lalu dengan cepat, dia bisa menguasai semua reaksi tak biasa itu.
"Kita bertemu lagi, Pak," ucap Alina bingung mau menyapa dengan kalimat bagaimana.
Sedangkan Candini hanya memperhatikan momen tak di duga ini. Dia pun merasa bingung karena setelah sekian tahun, sahabatnya benar dipertemukan lagi dengan kisah yang sengaja ditutup.
"Ya. Benar kalimat yang mengatakan, kalau dunia ini sempit," jawab Abimanyu.
"Kau tak akan mengenalkan suamimu kepadaku, mumpung kita bertemu lagi?" tanya Abimanyu menatap lekat ke arah Alina.
"Ah, kalian belum berkenalan begitu?" tanya Alina yang menutupi rasa gugupnya.
Alina menatap Irawan yang seolah memberikan kode lewat tatapan mata. Lelaki tampan itu paham akan situasi yang dihadapi mantan pasien ibunya.
"Kami sudah berkenalan, Sayang. Tuan ini datang berdua dengan putrinya," ucap Irawan menunjuk ke arah anak perempuan yang bermain dengan Athaya.
'Putrinya sudah besar,' ucap Alina dalam hati.
"Istrinya meninggal tiga tahu lalu karena sakit," imbuh Irawan menatap sendu ke arah Alina.
Alina mengangguk, "Apa tidak sebaiknya kita bawa Athaya makan, sambil istrahat, suamiku?" tanya Alina kepada Irawan.
Dia terpaksa melakukannya karena takut Abimanyu mengetahui kebenaran akan Athaya Daneswara.
Irawan melihat ke arah jam tangan yang dia pakai. "Sudah lama dia bermain, ayo kita bawa cari makan!"
Irawan menyetujui ajakan Alina karena dia tahu kalau wanita itu kurang nyaman berada di dekat Abimanyu. Dia juga penasaran dengan apa yang terjadi di antara keduanya, tetapi dia tak akan terlalu ikut campur dalam urusan pribadi Alina.
"Anda mau ikut makan bersama kami?" tanya Irawan kepada Abimanyu.
Sedangkan Alina berharap mantan bosnya itu tak meyetujui ajakan Irawan.