"Malam ini kenapa begitu berbeda? Kau sangat cantik, Sayang!" Abimanyu yang sudah mabok berat tak tahu dengan siapa dia bicara.
Omongannya sudah melantur tidak jelas, dan dia terus menciumi kepala wanita yang dia dekap sejak beberapa menit yang lalu. Keadaan wanita itu pun sama dengan Abimanyu. Sudah bicara melantur akibat alkohol.
Keduanya melampiaskan rasa kecewa juga sedihnya dengan datang ke sebuah club malam. Alina Zahra dirundung sedih karena putus dari kekasihnya Dimas Prasetya. Sedangkan Abimanyu di rundung duka karena istrinya meninggal karena kanker darah.
Keduanya duduk bersisian di meja bar sebuah club malam. Abimanyu mencium aroma minya wangi yang harumnya menyerupai aroma yang di miliki Anjani Swasmita. Maka, dia langsung merangkul bahu Alina dan memberikan kecupan di kepala.
Alina pun tak bisa menolak, dia juga merasa nyaman di pelukan Abimanyu. Bahkan dia sempat menatap wajah lelaki itu. Tampan, tentu saja. Rahang tegasnya ditumbuhi bulu halus. Wajar saja kalau wajah Abimanyu tidak terawat. Karena dia sedang berduka kehilangan kekasih hati, bahkan belahan jiwanya.
"Kemana saja kau Anjani?" Abimanyu masih mengira kalau wanita di sebelahnya adalah mendiang istrinya.
"Apa kau tahu, kalau aku sangat merindukanmu? Bahkan, Naura putri kita tak kalah rindu," ucap Abimanyu menatap sayu ke wajah Alina.
Alina tak menjawab karena merasa pening di kepala, dia hanya memejamkan mata sambil menikmati hangatnya di dalam pelukan lelaki yang tak dia kenal. Abimanyu mengekuarkan tiga lembar uang berwarna merah. Dia membayar semua minumannya dan tentu minuman Alina.
Dengan rasa tak sabar, Abimanyu menggendong Alina keluar dari club. Dia menelpon sopir bayaran untuk menggantikannya menyetir. Dalam perjalanan, Abimanyu tak melepas rengkuhannya dari tubuh Alina.
Seolah rasa rindu memenuhi ruang hatinya yang beberapa minggu ini kosong. Setelah sampai di parkiran apartemen, Abimanyu masih harus mengumpulkan kesadarannya, agar langkahnya bisa membawa ke unitnya.
"Tunggu sebentar lagi kita akan sampai di apartemen kita, Sayang," bisik Abimanyu lirih.
Setelah bunyi denting suara lift terbuka, Abimanyu tinggal beberapa langkah sampai di unitnya. Alina minta diturunkan dari gendongan Abimanyu. Menyadari sudah berada di ruangan yang nyaman, Alina langsung merebahkan tubuhnya di kasur.
"Ahh, nyaman sekali!" Alina berguman sambil memejamkan mata.
Abimanyu menggeleng dengan senyum lebar, saat menyadari tingkah wanita yang dia kira istrinya.
"Apa kau lelah, Sayang?" tanya Abimanyu berjalan mendekat ke arah Alina yang terlentang.
Gaun yang dipakai Alina pun tersingkap hingga memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Bahkan, Abimamyu juga tak bisa lepas dari bagian d@d@ yang menyembul.
"Kau sungguh seksi, Sayang." Abimanyu meraba pelan kaki hingga bagian yang terbuka.
Tak sadar, Alina pun mengeluarkan suara yang membuat suasana di dalam kamar itu menjadi gerah.
"Ahh ...!"
"Kau rupanya rindu sentuhanku," ucap Abimanyu dengan wajah senang.
Tanpa aba-aba, Abimanyu mulai mengungkung tubuh Alina yang terkapar tak berdaya di atas kasur. Kecupan mendarat di kening, kedua mata, dan kedua pipi hingga terakhir di bibir Alina.
Wanita yang setengah sadar itu menyambut kecupan hingga berubah lumatan dengan decapan yang erotis. Dia tak akan pernah memikirkan siapa lawannya malam ini. Yang dirasakan Alina hanya sebuah rasa nyaman, yang membuat Alina melupakan segala rasa gundahnya.
Abimanyu mulai menurunkan tali gaun yang dipakai Alina. Hingga d@d@ yang menjadi pusat perhatian itu sedikit terlihat bagian yang tertutup br* warna maroon. Warna yang membuat kulitnya semakin terlihat cerah dan semakin indah dipandang.
"Emm, kau wangi dan seksi, Sayang!" Abimanyu sengaja berucap di bagian telinga sebelah kanan Alina. Kemudian memberikan kecupan di sana.
"Ahh, ...." Kembali suara itu terdengar begitu mendayu di pendengaran Abimanyu.
"Kau tidak sabar, Sayang!"
Abimanyu mulai melucuti gaun Alina, lelaki tampan itu benar-benar merasa sangat bahagia. Karena dia mendapatkan pemandangan yang luar biasa indah. Lidahnya mulai bermain di gunung kembar yang ukurannya sangat penuh di telapak tangannya.
Abimanyu merasa sedikit berbeda dengan yang biasa dia mainkan. Tetapi, dia sudah terlanjur menikmati meski dalan pikirannya seolah bukan milik istrinya.
"Ahhh .... Kau membuatku geli!" Alina mencoba membuka mata dan ingin tahu apa yang dilakukan lelaki tampan itu.
"Nikmatilah, Sayang. Bukankah kau merindukan momen ini?" tanya Bastian sambil mengusap pelan bagian lembah yang masih tertutup segitiga pengaman.
"Bahkan, kau sudah b*s*h!" Bastian tersenyum puas ke arah Alina yang dia anggap mendiang istrinya.
Alina tak bersuara karena dia mulai blingsatan saat jemari Abimanyu mulai mengobrak-abrik bagian lembah hangat miliknya.
"Ughhh ...!"
"Kau suka, Sayang?"
Alina menjambak bahkan kadang menekan kepala Abimanyu yang sedang asik menikmati santapan lezat di bawah sana.
"Aku tidak tahan ....!" Alina bergerak gelisah saat dia merasakan sesuatu akan meledak di dalam sana.
Bastian membungkam bibir Alina dengan sebuah ciuman panas. Dengan gesit lidah Alina pun menyambut. Abimanyu semakin terbakar g*ir*h. Hingga dia mulai melucuti semua pakaiannya dan terakhir pengaman terakhir yang dipakai Alina.
Suara lenguhan dan decakan ken*km@t*n itu begitu nyata. Bastian malam ini terasa semakin menggila karena milik Alina yang terus meremas miliknya.
"Kau berbeda, Sayang. Aku menyukainya!" Abimanyu terus begerak di atas Alina. Entah sudag berapa lama, keduanya melakukan semua gaya. Nafas memburu dengan keringat mengucur deras membasahi tubuh keduanya.
Mereka, bersatu dalam kesakitan juga kekecewaan yang sama. Namun, berbeda kisah yang mempertemukan mereka dengan ketidaksengajaan membawa nikm@t. Kamar Abimanyu menjadi saksi bisu, bahwa dua orang yang tak saling kenal, dipertemukan dengan semesta. Membawa takdir mereka yang akan terus saling berkaitan.
Entah apa yang akan terjadi esok hari, saat keduanya bangun dan menyadari, jika yang mereka lakukan adalah kesalahan. Bahkan bisa disebut hal memalukan untuk orang yang tak saling mengenal. Apalagi, jika Abimanyu menyadari, kalau yang dia bawa ke ranjangnya adalah, karyawannya sendiri.
Begitu juga dengan Alina yang pastinya akan merasa berdosa karena melakukan cinta satu malam dengan bosnya sendiri. Terlebih bosnya masih dirundung duka, karena istriya meninggal beberapa waktu lalu.
Pasti, keduanya akan menyesal. Tetapi rasa itu tak bisa dia kembalikan dengan apa pun. Semua sudah terlanjur terjadi, dan keduanya harus bersiap untuk saling memaafkan.
"Halo, Tuan. Apakah kau ingin ikut kami mencari tempat untuk makan?" tanya Irawan berulang karena Abimanyu hanya diam menatap Alina tanpa kedip.
Abimanyu teringat dengan kejadian tiga tahun lalu, semua masih terekam manis dan anehnya dia tak pernah bisa melupakannya. Alina yang dipandang pun tak berani mengangkat wajahnya karena tatapan Abimanyu begitu dalam.
"Ah, maaf. Aku sedang tidak fokus. Silakan kalau mau pergi makan. Kebetulan aku sedang menunggui mama yang sedang belanja bulanan," jawab Abimanyu dengan wajah sedikit linglung akibat melamun. 'Lagi pula, kenapa aku malah mengingat malam itu?' tanya Abimanyu dalam hati.
"Kenapa tidak diajak saja ibunya?" celetuk Candini yang sejak tadi diam saja.
Dan reaksi Alina melotot tajam ke arah Candini. Dalam hati Candini, tertawa karena sahabatnya terlihat tidak suka dengan momen kali ini.
"Lain kali saja, Nona." Abimanyu menolak dengan halus.
"Baiklah, kalau begitu kami harus pergi. Sampai jumpa lain waktu nona manis," pamit Irawan menjawil dagu Naura.
Alina, Athaya, Candini dan Irawan pergi dari hadapan Abimanyu dan Naura. Tatapan Abimanyu terlihat sendu. Dia juga merasakan kesedihan putrinya karena Athaya pergi.
"Papa ...." Naura menatap sedih ke arah Abimanyu.
Abimanyu yang mengerti dengan hati anaknya, mengusap lembut rambut panjang Naura. "Nanti kalau Allah kasih kesempatan buat kita bertemu Athaya, papa akan minta nomer teleponnya. Oke?"
Naura mengangguk, meski hatinya masih tak rela karena Athaya pergi bersama keluarganya.