Chapter 2

994 Kata
2 Untuk kesekian kalinya Tita merasakan surga dunia yang tiada henti memberinya kenikmatan. Saat Aldi tahu benar bagaimana laki-laki itu memuja tubuhnya. Hingga kali kesekian Tita seolah tak bosan dan tak lelah menuruti keinginan Aldi, sampai keduanya sama-sama merasakan kepuasan. Aldi merasa menemukan lawan yang seimbang. Ia tersenyum miring setelah semuanya usai, melihat wanita bertubuh kecil namun berhasrat besar melangkah ke kamar mandi. Dalam kamus Aldi tak ada yang namanya jatuh cinta, setelah ia menyaksikan papanya mengusir mamanya dan dirinya ke jalan hanya demi w***********g yang tak jelas dari mana datangnya. Juga menyaksikan mamanya yang akhirnya meninggal karena tak kuasa menahan derita dan lelah lahir batin karena kerasnya pekerjaan yang harus dilakukan demi mencari sesuap nasi bagi dirinya dan Aldi kecil hingga Aldi harus besar di lingkungan panti asuhan yatim piatu yang mengajarkan padanya bahwa kesepian adalah teman terbaik baginya, bertarung untuk sebuah makanan adalah hal biasa, kerasnya kehidupan yang dilalui Aldi kecil membuat dirinya tak pernah menyisakan rasa cinta dan iba pada siapapun. Beruntung ia punya otak cerdas hingga bisa melanjutkan pendidikan dengan beasiswa rutin dari sebuah yayasan. "Mas Aldi beneran kan mau nikahin aku?" suara Tita mengejutkannya sekaligus menyadarkan Abdi dari lamunannya. Ia mengangguk, merengkuh tubuh kecil Tita ke dalam pelukannya. "Yah, bulan depan, dan setelah kita nikah kamu jangan hamil dulu, aku nggak mau kita repot karena anak kecil." Kening Tita berkerut, baginya seorang anak dalam pernikahan adalah tanda cinta. "Kalo aku ingin hamil gimana? Masa gak boleh kan gak papa kalo sudah nikah punya anak?" Aldi menggeleng dengan keras, ia mengusap pipi Tita mengangkat dagunya dan melumat bibir penuh itu dengan kasar hingga hasrat keduanya timbul lagi. "Kita tak akan bisa seperti ini jika diganggu rengekan bayi, aku nggak mau, ingat itu, selalu pakai pengamanmu dan harus menunggu ijinku kapan kita akan punya bayi." Tita hanya mengangguk saat Aldi kembali memanjakannya, menerjangnya dengan sejuta kenikmatan, menghentak dengan cara yang tak wajar, tapi Tita menikmatinya, ia tahu bahwa sampai kapan pun ia tak akan bisa lepas dari laki-laki gagah yang selalu berwajah dingin yang saat ini tengah bersamanya mengulang untuk kesekian kalinya lembah kenikmatan yang tak akan pernah bosan ia nikmati. *** Budiarno terlihat resah sampai jam satu malam Tita belum juga pulang. Berulang ia menelepon hanya nada tunggu yang ia dengar. Akhirnya ia memutuskan untuk menelepon Aldi. Halo Suru pulang anakku, aku tahu ia ada di sana Putri Anda sedang tidur nyenyak, saya tak tega membangunkannya, ia sangat lelah, biar besok saja Aku tak mau tahu suru pulang dia, aku akan menyuruh sopir pribadiku menjemputnya Percuma, putri Anda tak akan mau, ia harus mandi karena pasti merasa tak nyaman jika tidak ... Tuuut tuuuut Budiarno menutup pembicaraan dengan Aldi, ia menahan marah, seolah Aldi melecehkannya, seolah memberitahunya jika Aldi dan putrinya baru saja menikmati kebersamaan yang menjijikkan baginya. Budiarno memijit keningnya karena kepalanya mulai terasa pening, ia tak mau penyakit hipertensi dan jantung yang ia derita menjadi kambuh karena memikirkan Tita dan laki-laki b******k itu. "Bapak istirahat saja, sudah malam ini Pak." Suara Bi Munah yang renta menyadarkannya. Wanita yang mengabdi padanya sejak usia muda hingga renta, anak-anaknya dan suaminya pun bekerja pada Budiarno, tapi setahun lalu suami Bi Munah meninggal dunia karena usianya yang lanjut juga penyakit diabetes yang diderita selama bertahun-tahun. "Iya Bi, sebentar lagi, toh besok hari Sabtu, aku hanya heran saja, Tita jadi semakin tak terkendali sejak mengenal laki-laki itu." "Lah ya itu Pak, Non Tita kayak lain sekarang, bajunya juga nakutin, tapi kalo saya bilang mau lapor Bapak ya nggak boleh." Budiarno terlihat kaget karena selama ini yang ia tahu baju-baju Tita terlihat sopan. "Boleh aku tahu Bi? Baju yang mana?" "Mari saya antar ke kamar Non Tita." Badan renta Bi Munah berjalan perlahan, menyeret tubuhnya menuju kamar Tita. Berdua mereka masuk ke walk in closed di kamar Tita dan Bu Munah menunjukkan baju-baju yang ia maksud. Alangkah kagetnya Budiarno melihat baju-baju berkrah rendah dan bahkan ada beberapa terlihat kurang bahan, ia hanya tak membayangkan jika putrinya yang memakai baju itu, kapan ia memakainya? Selama ini yang ia tahu saat Tita keluar rumah selalu menggunakan celana jins dan t-shirt atau blazer dan rok selutut jika ke kantor. Meski Tita baru saja menyelesaikan kuliahnya tapi ia sudah memegang perusahaan yang bergerak di bidang properti. "Ini juga Pak, baju apaaa ini lah kok kayak nggak pake baju, lak kelihatan semua?" Bi Munah memperlihatkan beberapa lingerie. Budiarno segera keluar tanpa menjawab pertanyaan Bi Munah. Budiarno benar-benar marah dalam waktu sekejab Aldi telah mengubah anaknya yang lugu menjadi wanita liar. Ia hanya ingin laki-laki itu segera menikahi anaknya sebelum semuanya terlambat. *** Halooo ya Sayang, aku akan segera ke apartemenmu Kamu pasti sama anak kecil itu kan Sssttt ini kan hanya demi kelancaran pundi-pundi kita Aku loh nggak kurang uang, semua akan aku kasih sama kamu, asal kamu nggak sama dia Hehe percayalah semua akan berakhir pada waktunya Cepetan ya Sayang Iyah tunggu aja Aldi menghela napas, gerahamnya ia rapatkan, ia juga akan mengambil semuanya dari Cassey, wanita yang hanya membutuhkan selangkangannya, bukan cinta tulus yang diberikan tapi hanya napsu yang ia butuhkan, bukan Aldi tak tahu jika Cassey punya beberapa laki-laki untuk memuaskannya dan Aldi bukan laki-laki bodoh, ia harus mendapatkan apa yang ia inginkan, akan ia bayar kesakitan masa kecilnya yang lebih banyak memendam rasa ingin. Dan Cassey memiliki perusahaan yang bisa membuatnya kaya raya. Satu hal yang tak dimiliki Cassey selain tubuh indah dan harta berlimpah, ia tak sehebat Tita di ranjang. "Telepon dari siapa?" Suara Tita tiba-tiba di belakang Aldi dan Aldi berbalik, melihat Tita yang baru saja selesai mandi, dengan rambut basah dan baju t-shirt Aldi yang kedodoran. Aldi hanya tersenyum dan menggendong Tita, Tita segera melingkarkan kakinya ke pinggang Aldi. "Aku harus segera pulang, pasti papa cariin aku, semalaman aku nggak pulang kan." "Satu kali lagi, karena kamu sudah siap, nggak pake apa-apa ternyata dibalik kaosku yang kamu pakai ini." "Tapi aku kasihan papa nunggu Maaas." Aldi tak peduli ia ingin merasakan lagi dan lagi tubuh harum Tita. *** Sementara di rumah besar namun seolah tanpa penghuni, Budiarno belum juga bisa memejamkan mata, ia hanya ingin penjelasan Tita, bagaimana mungkin ia punya baju-baju aneh seperti itu, kapan ia pakai? Dan di mana ia memakainya? Dan perlahan rasa nyeri mulai menjalar di d**a Budiarno, terasa panas dan menyesakkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN